LIPUTAN KHUSUS:
Tambang Pasir Besi PT FBA, Ditolak Warga dan Diduga Ilegal
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Selain mendapat penolakan dari warga Desa Pasar Seluma, tambang pasir besi PT Flaminglevto Bakti Abadi ini juga diduga ilegal, karena izinnya sudah dicabut.
Tambang
Jumat, 10 Desember 2021
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Aktivitas operasi produksi tambang pasir besi PT Flaminglevto Bakti Abadi (FBA) di Desa Pasar Seluma, Kecamatan Seluma Selatan, Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu, mendapat penolakan keras dari warga desa. Selain ditolak warga, aktivitas tambang ini diduga ilegal, lantaran Izin Usaha Pertambangan yang pernah diberikan kepada PT Flaminglevto Bakti Abadi Nomor 467 Tahun 2010 telah dicabut.
Kepala Desa Pasar Seluma, Herton mengatakan, penolakan warga Desa Pasar Seluma terhadap keberadaan tambang pasir besi PT Flaminglevto Bakti Abadi ini sudah berlangsung sejak 2010, sejak perusahaan itu masuk ke wilayah desanya. Hertoni bahkan sudah berkali-kali menyampaikan kepada media bahwa perusahaan itu ditolak masuk di wilayah desanya.
Pihaknya khawatir penambangan pasir besi yang dilakukan di pesisir Pantai Pasar Seluma itu akan mempercepat abrasi dan merusak kawasan pesisir sebagai penahan darataan dari terjangan gelombang Samudera Hindia.
"Masyarakat desa pada umumnya menolak keberadaan tambang pasir besi ini karena akan merusak ekosistem pesisir dan laut. Sedangkan masyarakat rata-rata merupakan nelayan yang mencari nafkah dari laut. Kami sudah laporkan ke Wakil Bupati bahwa kami menolak kehadiran tambang ini," kata Hertoni, Rabu (8/12/2021), dilansir dari Antaranews.
Menurut Toni, perusahaan tersebut tidak memenuhi syarat untuk melakukan penambangan. Hal itu sesuai dengan pengumuman Kementerian ESDM Nomor 1343.pm/04/DJB/2016 tentang Clean and Clear ke-19 dan Daftar IUP yang Dicabut Gubernur, Bupati atau Walikota. Pada surat pengumuman Kementerian ESDM tersebut nama PT Flaminglevto Bakti Abadi berada diurutan ke-279 dalam daftar izin usaha pertambangan yang dicabut oleh Gubernur/Bupati/Walikota.
Selain dikhawatirkan akan merusak ekosistem pesisir dan laut, Hertoni menyebutkan, pihaknya menolak keberadaan tambang tersebut juga karena pernah terjadi konflik di masyarakat pada saat hadirnya perusahaan tambang pasir besi di Desa Pasar Seluma beberapa tahun silam.
"Kami tidak menginginkan ada lagi masyarakat kami yang dipenjara karena konflik perusahaan tambang pasir besi," katanya.
Kepala Dinas Penanaman Modal Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Seluma, Mahwan Jayadi mengatakan bahwa, pihaknya belum menerima berkas dokumen izin perusahaan tambang pasir biji besi tersebut.
"Sampai saat ini kami belum menerima berkas dokumen izin perusahaan pasir besi itu. Kami belum tahu nama perusahaannya apa dan izinnya bagaimana. Kalau ada itu harus disampaikan ke kami," jelas Mahwan.
Disebutkannya bahwa, jika memang perusahaan tersebut telah melengkapi izin dari kementerian. Maka berkas tetap harus disampaikan ke dinas. Karena ada proses izin lanjutan di daerah berkaitan dengan izin lingkungan.
Menurut Mahwan, jika menggunakan perusahaan PT Faminglevto maka IUP perusahaan tersebut telah dicabut bersama izin 18 perusahaan lainnya.
Terpisah, Kuasa Hukum PT Flaminglevto Bakti Abadi, Husni Thamrin mengatakan, seluruh data perizinan perusahaannya masih ada dan tertera di dalam Minerba One Data Indonesia (MODI) yang perizinannya terbit pada 2010 dan akan berakhir hingga 2030 mendatang. Husni meragukan keabsahan pencabutan IUP oleh Kementerian ESDM pada 2016 lalu.
"Kita tidak pernah ada surat pencabutan, dan sekali lagi di MODI-nya masih berlaku hingga 2030 mendatang. Kalau ada pencabutan silakan sampaikan dan tidak bisa secara serta merta karena di situ ada hak perdata," kata Husni, Selasa (7/12/2021) dikutip dari Pensiljurnalis.
Husni memastikan, dengan masuknya alat berat dan sejumlah peralatan tambang milik perusahaan, pihaknya akan langsung beroperasi untuk melakukan eksploitasi pasir besi yang mencakup seluas 163,2 hektare.
Menurut publikasi yang disampaikan oleh sejumlah organisasi masyarakat sipil di Bengkulu, selain dinyatakan tidak memenuhi syarat dan Izin Usaha Pertambangannya telah dicabut oleh Kementerian ESDM pada 2016 lalu, konsesi PT Flaminglevto Bakti Abadi dinyatakan berada di Kawasan Cagar Alam berdasarkan Surat Edaran Dirjen Planologi Nomor: S.7006/VII/PKH/2014, diperkuat hasil monitoring dan evaluasi KPK tentang Penyelamatan Sumber Daya Alam Indonesia Sektor Kehutanan dan Perkebunan Tahun 2015.
Kegiatan penambangan pasir besi PT Flaminglevto Bakti Abadi di wilayah pesisir pantai akan berpotensi melakukan pelanggaran hukum karena terindikasi merusak ekologi dan merugikan masyarakat serta akan menumbulkan konflik antara masyarakat dengan perusahaan pertambangan.
Berdasarkan Pasal 35, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, setiap orang secara langsung dilarang atau tidak langsung dilarang melakukan penambangan mineral pada wilayah yang apabila secara teknis dan/atau ekologis dan/atau sosial dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya, serta melakukan pembangunan fisik yang menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya.
Lebih lanjut, kawasan pesisir Kabupaten Seluma merupakan kawasan rawan bencana. Yang mana potensi gempa di laut berasal dari Segmen Megathrust Mentawai-Pagai dengan kekuatan maksimum magnitudo 8,9 skala richter dan Megathrust Enggano dengan magnitudo 8,4 skala richter, yang akan memicu tsunami di kawasan Kabupaten Seluma.
Selanjutnya, menurut katalog desa/kelurahan rawan tsunami yang disusun BNPB tahun 2019, beberapa desa di Kabupaten Seluma masuk dalam kelas bahaya tinggi dan sedang, seperti Desa Pasar Seluma, Desa Pasar NGalam, Desa Penago Baru, Desa Rawa Indah, Desa Tedunan dan Desa Ketapang baru dengan kondisi rawan bencana tsunami.
Kawasan bencana yang merupakan kawasan lindung tersirat dalam draft RPJMD Kabupaten Seluma Tahun 2021-2026 tentang Penggunaan Lahan, yang mana kawasan lindung setempat antara lain sepadan pantai dan kawasan suaka alam seluas 962,42 hektare.
Kawasan suaka alam tersebut antara lain, Cagar Alam Pasar Ngalam yang ditetapkan melalui SK. Menhut No. 112/Menhut-II/2011 tertanggal 18 Maret 2011 dengan luas kawasan 256,92 hektare, Cagar Alam Pasar Seluma yang ditetapkan melalui SK. Menhut No/ 113/Menhut-II/2011 tertanggal 18 Maret 2011 dengan luas 159 hektare dan Cagar Alam Pasar Talo yang ditetapkan melalui SK. Menhut No. 114/Menhut-II/2011 tertangga 18 Maret 2011 dengan luas 487 hektare.
Pasal 19 ayat 1, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya menyebutkan, setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam.