LIPUTAN KHUSUS:

Konsumsi Batu Bara Dunia akan Pecah Rekor di 2022


Penulis : Aryo Bhawono

Peningkatan konsumsi batu bara ini akan menjauhkan dunia dari target net zero emission (NZE).

Energi

Minggu, 19 Desember 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Konsumsi batu bara dunia akan mencapai rekor tertinggi baru tahun depan seiring dengan bangkitnya pemulihan ekonomi di tengah pandemi Covid-19. International Energy Agency (IEA) mencatat penggunaan batu bara untuk energi listrik mengalami peningkatan di beberapa negara. 

IEA mencatat jumlah listrik yang dihasilkan dari pembangkit listrik tenaga batu bara telah melonjak sebesar 9 persen pada tahun ini. Lonjakan ini terjadi setelah beberapa negara mendorong pemulihan ekonomi pasca pembatasan kegiatan atau lockdown karena Covid-19. 

Pada tahun 2020 lalu penggunaan batu bara ini menurun 4 persen saat pandemi menyebabkan perlambatan ekonomi global. Namun IEA menemukan data permintaan listrik tahun ini telah melampaui pertumbuhan sumber energi karbon rendah. Banyak negara kaya lebih bergantung pada pembangkit listrik berbahan bakar fosil. 

Krisis pasokan gas global juga memicu kembali tingginya permintaan batu bara.

Mesin dan truk beroperasi di tambang batu bara Cerrejon di Barrancas, La Guajira, Kolombia. Pembela lingkungan yang menolak tambang menjadi korban pembunuhan di Kolombia, yang pada 2020 menjadi negara dengan pembunuhan terbanyak terhadap pembela HAM dan lingkungan. Foto: Nicolo Filippo Rosso/Bloomberg via Getty Images

Badan tersebut menemukan bahwa permintaan global untuk batu bara, termasuk pembuatan semen dan baja naik 6% pada tahun ini. Meskipun jumlah tersebut jauh dari rekor tingkat permintaan bahan bakar pada tahun 2013 dan 2014, IEA mengingatkan, tanpa intervensi kebijakan maka konsumsi tahun depan akan terus meningkat. 

Direktur Eksekutif IEA, Fatih Birol, mengatakan batubara adalah satu-satunya sumber emisi karbon global terbesar. Catatan historis mengenai tingginya kinerja pembangkit listrik tenaga batu bara pada tahun ini adalah tanda mengkhawatirkan. 

“Tanpa tindakan tegas dan cepat oleh pemerintah untuk mengatasi emisi batu bara kita akan memiliki sedikit peluang, jika ada, untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celcius,” ucap dia seperti dikutip dari Guardian.

Laporan IEA itu muncul beberapa minggu setelah kesimpulan dari pembicaraan iklim Cop26, yang berakhir dengan perselisihan sengit atas janji untuk meninggalkan batu bara. Laporan IEA menyebutkan India tengah menumbuhkan pembangkit listrik tenaga batu bara sebesar 12 persn tahun ini. Sementara penggunaan pembangkit listrik tenaga batu bara Cina diperkirakan meningkat hingga 9 persen  meskipun terjadi penurunan tajam dalam beberapa bulan terakhir. 

Di AS dan Uni Eropa, pembangkit listrik tenaga batu bara diperkirakan akan meningkat sebesar 20 persen dari tingkat yang rendah pada tahun 2020. Penggunaan pembangkit listrik tenaga batu bara diperkirakan akan kembali ke menurun tahun depan karena permintaan listrik melambat dan perluasan energi alternatif terbarukan terus berlanjut.

Di Inggris tenaga batu bara mengalami penurunan yang stabil dalam beberapa tahun terakhir. 

Sedangkan Indonesia sendiri, dikutip dari Liputan 6, kebutuhan batu bara mencapai 155 juta ton, 70 persennya atau 109 ton dialokasikan untuk sumber energi listrik. Sisanya, sebanyak 11 persen dialokasikan untuk pengolahan dan pemurnian (16,52 juta ton), 10 persen untuk semen (14,54 juta ton), masing-masing 4 persen untuk tekstil dan kertas (6,54 juta ton) dan 1 persen atau 1,73 juta ton untuk pupuk.