LIPUTAN KHUSUS:

Studi: Mikroplastik Terhubung dengan Penyakit Radang Usus


Penulis : Tim Betahita

Studi terbaru mengungkap hubungan antara mikroplastik dengan penyakit radang usus yang diderita manusia.

Lingkungan

Senin, 27 Desember 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Sebuah studi terbaru mengungkap adanya kemungkinan hubungan antara mikroplastik dengan penyakit radang usus. Ini ditunjukkan dengan temuan bahwa orang dengan penyakit tersebut memiliki 50% lebih banyak mikroplastik di kotoran mereka.

Sebelumnya para ilmuwan telah menemukan bahwa mikroplastik dapat menyebabkan peradangan usus dan masalah usus lainnya pada hewan laboratorium. Namun penelitian terbaru ini merupakan yang pertama menyelidiki efek potensialnya pada manusia.

Para ilmuwan menemukan 42 potongan mikroplastik per gram dalam sampel kering dari orang dengan radang usus atau inflammatory bowel disease (IBD) dan 28 potongan pada orang sehat.

Konsentrasi mikroplastik juga lebih tinggi pada mereka dengan IBD yang lebih parah, menunjukkan hubungan antara keduanya. Namun, penelitian ini tidak membuktikan hubungan sebab akibat, dan para ilmuwan mengatakan penelitian lebih lanjut harus dilakukan. Misalnya, ada kemungkinan IBD menyebabkan orang menyimpan lebih banyak mikroplastik di usus mereka. 

Kera liar di Singapura bermain sampah plastik. (Facebook/Raffles' Banded Langurs)

Limbah mikroplastik mengotori setiap permukaan bumi hingga lautan. Manusia bahkan diketahui mengonsumsi partikel sampah ini melalui makanan dan air serta udara. Beberapa tahun terakhir, dampak negatif mikroplastik terhadap satwa semakin terlihat dan bahkan membunuh. Namun, belum diketahui seberapa jauh efeknya pada kesehatan manusia. Meskipun studi lain pada awal Desember menemukan bahwa mikroplastik dapat merusak sel manusia melalui percobaan laboratorium.

Studi yang diterbitkan di jurnal Environmental Science & Technology ini menganalisis sampel dari 50 orang seaht dan 52 orang dengan IBD namun dinyatakan sehat. Para peserta berasal dari seluruh Cina. Mereka diminta mengisi kuesioner termasuk informasi tentang kebiasaan makan dan minum mereka pada tahun sebelumnya.

Selain kaitan dengan IBD, para ilmuwan menemukan bahwa orang yang cenderung minum air kemasan atau makan di luar memiliki sekitar dua kali lipat konsentrasi mikroplastik dalam tinja mereka. Secara total, 15 jenis plastik yang berbeda ditemukan di antara mikroplastik. Yang paling umum adalah PET, digunakan pada botol air dan wadah makanan dan poliamida, yang juga ditemukan dalam kemasan makanan.

Tingkat mikroplastik dalam tinja serupa dengan beberapa penelitian sebelumnya, terlepas dari perbedaan metodologi. Satu studi menemukan bayi memiliki lebih banyak mikroplastik ketimbang orang dewasa di tinja mereka. Ini mungkin karena bayi mengunyah barang-barang plastik atau penggunaan botol susu yang diketahui melepaskan jutaan mikroplastik.

Faktor diet dan lingkungan dapat memicu atau memperburuk IBD, yang meliputi penyakit Crohn dan kolitis ulserativa. “Dalam beberapa tahun terakhir, prevalensi IBD meningkat tajam di negara berkembang di Asia,” kata peneliti dari Nanjing University di China. Diperkirakan akan ada 1,5 juta pasien IBD di China pada tahun 2025 yang akan menyebabkan beban penyakit yang serius. 

“Studi ini memberikan bukti bahwa kita memang menelan mikroplastik,” kata Evangelos Danopoulos di sekolah Kedokteran Hull York di Inggris, yang bukan bagian dari tim studi.

“Ini adalah studi penting, karena memperluas basis bukti untuk paparan manusia. Lebih banyak data tentang kemungkinan faktor pengganggu diperlukan untuk membangun hubungan sebab akibat dengan kondisi kesehatan manusia tertentu.”

 

THE GUARDIAN