LIPUTAN KHUSUS:

Sebanyak 45 Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Dicabut


Penulis : Aryo Bhawono

Pemerintah harus pastikan perusahaan tetap bertanggung jawab atas rehabilitasi terhadap lahan bekas izinnya.

Hutan

Senin, 24 Januari 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup telah mencabut 192 izin konsesi di kawasan hutan pada 5 Januari 2022 lalu melalui Keputusan Menteri LHK No. SK.01.MENKLHK/ STJEN/ KUM.1/ 1/ 2022. Sebanyak 45 izin konsesi di antaranya adalah Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).

Lampiran keputusan menteri itu menyebutkan luas seluruh konsesi mencapai 41.385 Ha.  Seluruh konsesi ini tersebar di lima provinsi, yakni Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Riau, Sulawesi Tenggara, dan Sumatera Selatan.

Status pencabutan terdapat tiga lampiran yakni, pencabutan sampai dengan Juni 2021 (Sebanyak 7 perusahaan dengan luas total 12.144 Ha), pencabutan sampai dengan Januari 2022 (Sebanyak 14 perusahaan dengan luas total 9.091 Ha), dan dalam tahap evaluasi (Sebanyak 24 perusahaan dengan luas total 20.149 Ha).

Pengkampanye Hutan dan Kebun Walhi, Uli Arta Siagian, menyebutkan pencabutan IPPKH ini baru satu tahap saja. Pemerintah harus menindaklanjuti dengan pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam dan HGU oleh Badan Pertanahan Nasional.

Bentang hutan di wilayah konsesi perusahaan di Kampung Zanegi, Kabupaten Merauke, Papua. Foto: Istimewa

Presiden Joko Widodo memang sudah menyebutkan terdapat 2.078 IUP pada Kamis 6 Januari 2022 lalu. Namun data perusahaan belum dikeluarkan oleh Kementerian ESDM sehingga belum dapat mengkonfirmasi kelanjutan pencabutan IPPKH.

“Pertama setelah pencabutan IPPKH itu harus dikonfirmasi apakah IUP dan HGU juga sudah dicabut. Presiden sudah menyebutkan dicabut tetapi data dari Kementerian ESDM dan BPN belum keluar,” ucap dia.

Ia menekankan seharusnya lahan yang izinnya dicabut tersebut dikembalikan fungsinya. Jika lahan tersebut adalah hutan alam maka harus direhabilitasi, semisal menjadi Kawasan tangkapan air. Makanya pemerintah perlu melihat kondisi lahan dan tidak melepaskan kewajiban perusahaan untuk merehabilitasi lahan.

“Ini yang penting, jadi jangan sampai pencabutan ini menjadi alasan perusahaan berkelit dari kewajibannya,” kata dia.

Jika perusahaan sektor kehutanan tersebut selama ini berkonflik dengan rakyat, maka negara harus memastikan pengakuan serta pengembalian wilayah kelola kepada rakyat.