LIPUTAN KHUSUS:
Walhi Duga Ada Kriminalisasi Di Kasus Tambang Pasir Besi Seluma
Penulis : Aryo Bhawono
Pemanggilan Direktur Walhi Bengkulu seharusnya tidak dilakukan karena kasus dugaan tindak pidana pertambangan oleh PT FBA tengah berproses di Polda Bengkulu.
Hukum
Selasa, 01 Februari 2022
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menduga pemanggilan pemeriksaan Direktur Eksekutif Walhi Bengkulu, Abdullah Ibrahim Ritonga, atas aksi penolakan tambang pasir besi di Pasar Seluma adalah upaya kriminalisasi. Ia dijerat dengan pasal 162 UU No. 3 Tahun 2020 Tentang Minerba.
Pengkampanye Hutan dan Kebun Eksekutif Nasional Walhi, Uli Arta Siagian, menyebutkan pemeriksaan terhadap Baim, nama sapaan Abdullah Ibrahim Ritonga, dilakukan di tengah laporan Walhi atas dugaan penambangan ilegal yang dilakukan PT Faminglevto Bakti Abadi (FBA).
“Kami melihat ini adalah upaya kriminalisasi aktivis penolak tambang pasir besi, dengan memakai Pasal 162 UU Minerba. Seharusnya kepolisian lebih mengutamakan penyelidikan terhadap perusahaan berdasarkan laporan WALHI Bengkulu,” ucap dia di Jakarta pada Senin (31/1/2022).
Pada 8 Desember lalu Walhi Bengkulu melaporkan melaporkan perusahaan ke Polda Bengkulu terkait dugaan aktivitas pertambangan pasir besi ilegal oleh PT FBA di Desa Pasar Seluma, Kecamatan Seluma Selatan, Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu. Polda Bengkulu pun telah memeriksa pihak perusahaan PT FBA dan Kepala Desa Pasar Seluma, Hertoni.
Kabar yang diterima Walhi, penyelidik akan memeriksa Inspektorat Tambang ESDM, Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bengkulu.
Saat proses hukum ini berjalan, Polres Seluma melakukan penyelidikan dugaan tindakan penghalang-halangan aktivitas pertambangan. Penyelidikan ini dilakukan setelah ibu-ibu di Pasar Seluma melakukan aksi penolakan tambang dengan mendirikan tenda pada 23 Desember hingga dibubarkan polisi pada 27 Desember 2021.
Uli berasumsi penyelidikan polisi dilakukan setelah ada laporan dari pihak perusahaan. Atas laporan tersebut, Polres Seluma menerbitkan surat panggilan pada 26 Januari lalu untuk pengumpulan bahan dan keterangan kepada Direktur WALHI Bengkulu, Baim.
Namun seharusnya laporan itu tidak ditindaklanjuti oleh polisi karena kasus di Polda Bengkulu masih berproses.
“Pastikan dulu apakah perusahaan ini benar-benar sudah legal, atau memang ilegal. Ini malah menindaklanjuti laporan pihak lain terkait penghalang-halangan,” ucap Uli.
Kapolres Seluma, AKBP. Darmawan Dwi Haryanto, membantah pemanggilan tersebut merupakan kriminalisasi. Ia menyebutkan polisi telah menyita sejumlah peralatan berupa tenda dalam aksi penolakan tambang. Walhi kemudian bersurat ke Polres Seluma dan menyebutkan bahwa peralatan itu milik mereka.
“Kami akan meminta keterangan mereka, itu saja,” ucap dia.
Soal pengenaan pasal 162 UU Minerba, kata dia, akan dipertimbangkan setelah penggalian keterangan.
Darmawan sendiri mengaku tak tahu menahu soal dugaan tambang ilegal yang dilaporkan Walhi ke Polda Bengkulu. “Saya tidak tahu soal itu. Yang diadukan lokasinya dimana?” ucap dia.
Namun surat pemanggilan yang diterima Baim dari Polres Seluma menyebutkan bahwa pemeriksaan terhadap dirinya dilakukan atas dugaan tindak pidana merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan pasir besi milik PT FBA.
Sedangkan dokumen pemanggilan kepada Kades Pasar Seluma, Hertoni, oleh Polda Bengkulu pada Kamis 20 Januari 2022 dilakukan atas dugaan tindak pidana pertambangan yang dilakukan PT FBA.
Dihubungi melalui telepon Hertoni sendiri mengkonfirmasi pemeriksaan tersebut terkait dugaan aktivitas tindak pidana pertambangan.
Kabid Humas Polda Bengkulu, Kombes Sudarno, sendiri hanya menjawab bahwa kasus tambang pasir besi Seluma tengah ditangani oleh Polres Seluma. Ia tidak menjawab ketika ditanya mengenai kelanjutan laporan Walhi Bengkulu.
Direktur Penegakan Hukum Auriga Nusantara, Roni Saputra, beranggapan pemanggilan terhadap Baim seharusnya tidak dilakukan oleh Polres Seluma karena kasus dugaan tindak pidana pertambangan oleh PT FBA tengah berproses di Polda Bengkulu. Paling tidak polisi harus memastikan bahwa perusahaan itu telah memiliki izin dan menyelesaikan hak atas tanah dengan pemegang hak.
“Kedua, yang dilakukan oleh Walhi adalah penyelamatan lingkungan. Orang yang menyelamatkan lingkungan hidup tidak bisa dipidanakan, sesuai dengan UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH),” ucap dia.
Selain itu UU Perlindungan Saksi dan Korban menyebutkan pelapor sekaligus saksi atas dugaan pelanggaran hukum dengan subjek hukum yang sama.