LIPUTAN KHUSUS:

88 Spesies Baru Ditemukan di Indonesia


Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Penemuan fauna mendominasi, dengan jumlah 75 spesies, sisanya flora sebanyak 13 spesies.

Biodiversitas

Selasa, 08 Maret 2022

Editor :

BETAHITA.ID - Pada akhir 2021 lalu, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berhasil mencatat 88 penemuan spesies baru yang telah dideskripsikan. Hampir 80 persen spesies baru tersebut ditemukan di Sulawesi. Penemuan jenis baru ini memiliki arti penting bagi studi taksonomi dan sistematika. Lebih jauh, penemuan ini menjadi awal dari penelitian biodiversitas selanjutnya, seperti konservasi hingga bioprospeksi

Dari keseluruhan penemuan tersebut, hampir sebagian besar spesies baru yang ditemukan merupakan endemik flora dan fauna dari lokasi penemuannya. Hanya lima spesies berasal dari spesimen yang sampelnya diambil dari luar pulau Indonesia, yaitu Papua Nugini, sisanya mayoritas dari Pulau Sulawesi. Selanjutnya spesimen lain berasal dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali dan beberapa pulau Indonesia lainnya.

Dari 75 spesies fauna baru yang berhasil diidentifikasikan, 68 persen fauna endemik dari Sulawesi. Kelompok fauna ini yaitu jenis baru kumbang, celurut, ular, cacing, udang dan ikan. Sedangkan 32 persen sisanya berasal dari kelompok coleoptera, cicak, kadal, katak, kecoa, burung, ikan, isopoda, dan krustasea yang ditemukan di beberapa tempat di Indonesia dan Papua Nugini.

Sementara itu dari 13 spesies flora yang ditemukan 54 persen dari Sulawesi. Jenis flora yang ditemukan antara lain begonia, jahe-jahean, anggrek, cyrtandra, bulbophyllum, dan artocarpus. Sedangkan sisanya ditemukan di Pulau Sumatera, Jawa Barat dan Filipina.

Ragam spesies baru Nusantara yang diidentifikasi oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional./Foto: BRIN

Kepala Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Hayati (OR-IPH) BRIN, Iman Hidayat mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara dengan kekayaan biodiversitas terbesar di dunia yang meliputi kekayaan hayati darat dan laut. Namun, jumlah yang berhasil diungkap dan terekam saat ini masih minim.

“Beberapa peneliti memperkirakan jumlah keanekaragaman hayati yang sudah ditemukan saat ini baru sekitar 10 persen dari total potensi keanekaragaman hayati yang ada,” ujar Iman dalam siaran persnya yang dipublikasikan 28 Januari 2022 lalu.

Upaya Pengungkapan dan Pemanfaatan Biodiversitas

Sejak BRIN terbentuk, salah satu program prioritas BRIN adalah upaya pengungkapan dan pemanfaatan biodiversitas.

“OR-IPH BRIN sebagai koordinator program riset nasional saat ini memiliki dua kegiatan penting yaitu rumah program terkait pengungkapan dan pemanfaatan biodiversitas nusantara serta konservasi tumbuhan terancam punah,” imbuh Iman.

Iman menjelaskan beberapa upaya konservasi keanekaragaman hayati BRIN yang dilakukan meliputi penyimpanan data whole genome sequence dan partial DNA/protein sequence Kehati; pengungkapan ancaman dan dampak perubahan global terhadap status ekosistem dan biodiversitas nusantara; rehabilitasi dan peningkatan populasi spesies terancam punah; eksplorasi dan konservasi secara ex situ serta ekologi dan restorasi spesies.

Kepala Pusat Riset Biologi, Anang S. Achmadi menerangkan, keberhasilan peneliti BRIN dalam mengungkap spesies baru Indonesia ibarat menemukan harta karun di bumi pertiwi.

“Proses penelitian itu panjang, dimulai dari eksplorasi, studi koleksi museum hingga penggunaan teknologi untuk proses identifikasi. Perjalanan penelitian tidak serta merta berhenti setelah menemukan spesies baru, akan muncul banyak penelitian lanjutan yang dapat dilakukan terhadap penemuan spesies baru tersebut. Seperti kandungan zat aktif apa yang terdapat pada spesies ini, atau menjadi indikator lingkungan perubahan lingkungan,” ungkap Anang.

Terkait upaya konservasi biodiversitas Indonesia, Anang mengatakan, BRIN sangat berperan aktif. Sekretariat Kewenangan Ilmiah Keanekaragaman Hayati (SKIKH)-BRIN memiliki peran sebagai otoritas ilmiah (scientific authority) di Indonesia. SKIKH berpartisipasi aktif sebagai delegasi Indonesia dalam Convention on Biological Diversity (CBD), Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) dan lain sebagainya.

Selain itu, upaya konservasi lain BRIN yang telah dilakukan sejak puluhan atau ratusan tahunselama ini juga diwujudkan dalam bentuk depositori dan repositori ilmiah yang tersimpan dalam Museum Zoologicum Bogoriense, Herbarium Bogoriense, dan Indonesian Culture Collection.

75 Spesies Fauna Baru

  • Kumbang-Coleoptera

Penemuan spesies fauna kembali mendominasi di tahun ini. Jenis kumbang paling banyak ditemukan, terutama di Sulawesi. Pramesa Narakusumo, Peneliti Pusat Riset Biologi (PRB) menjelaskan, terdapat 28 kumbang moncong (Insecta: Coleoptera: Curculionidae) berasal dari genus trigonopterus. Khusus untuk kumbang moncong yang tidak dapat terbang dan tinggal di lokasi-lokasi terisolir di hutan pegunungan, diyakini telah berevolusi secara cepat selama jutaan tahun, sehingga tingkat endemisitas dan biodiversitasnya sangat tinggi.

Sih Kahono, Peneliti PRB juga menemukan lima spesies coleoptera, yaitu tiga dari genus merklomaia, dan masing masing satu dari genus barongus, enaceratos, dan margites. Untuk Enacerators inexpectus dan Barongus sugiartoi ditemukan di Kalimantan Selatan. Sedangkan dari genus merklomaia yaitu Merklomaia viridipennis ditemukan di Sulawesi Utara, Merklomaia palopoensis dari Sulawesi Selatan dan Merklomaia ottoi dari Sumatera bagian utara.

Penemuan spesies baru untuk kelompok genus margites yaitu Margites uenoi, juga ditemukan Sih Kahono di Kalimantan Timur. Coleoptera jenis ini memiliki tubuh kecil dibanding ukuran kumbang pada genus yang sama. Secara fisik spesies ini bewarna hitam, coklat kehitaman di antena dan kaki, coklat di perut, serta tubuh diselimuti rambut kuning keputihan.

  • Mamalia-Celurut

Sementara itu, untuk 14 celurut jenis baru yang termasuk genus crocidura, juga diyakini fauna endemik Sulawesi. Anang S. Achmadi, Peneliti sekaligu Plt. Kepala Pusat Riset Biologi bersama dengan Jake Esselstyn, ahli mamalia dari Lousiana State University (LSU), Amerika Serikat dan Kevin C. Rowe, ahli mamalia dari Museum Victoria Australia menyatakan jika penemuan ini menjadi penemuan terbesar dari kelompok mamalia yang terpublikasikan sejak tahun 1931.

Sejauh ini terdapat 461 spesies celurut yang telah teridentifikasi. Fauna ini memiliki distribusi yang sangat luas dan mendunia. Hewan pemakan serangga ini adalah kerabat dekat dari landak dan moles daripada jenis mamalia lainnya.

  • Reptil-Cecak

Beberapa reptil jenis baru juga dtemukan Awal Riyanto, Peneliti Zoologi dari Pusat Penelitian Biologi yaitu cecak jenis baru yang diberi nama Cyrtodactylus hamidy (Cecak Jarilengkung) dari Kalimantan dan ular jenis baru dengan nama Oligodon tolaki dari Sulawesi dan kadal bernama ilmiah Gonocephalus megalepis dari Sumatera

  • Amphibi

Tahun ini beberapa katak jenis baru juga ditemukan. Di antaranya dari genus megophrys, chirixalus, dan occidozyga.

Amir Hamidiy menjelaskan chirixalus pantaiselatan berasal dari Hutan Dataran Rendah Jawa, dua Katak Tanduk (Megophrys) ditemukan di Sumatera Selatan (Megophrys selatanensis) dan Aceh (Megophrys acehensis) serta Occidozyga berbeza dari Borneo Malaysia

Menurut Amir Chirixalus termasuk kelompok katak rhacophorid kecil dengan panjang tubuh jantan=25,3–28,9 mm. Secara morfologi jenis ini paling mirip dengan Chirixalus nongkhorensis dari Chonburi, Thailand. Pola warna punggungnya serta secara genetik paling dekat dengan Chirixalus trilaksonoi yang juga berasal dari Jawa Barat.

Saat ini, status konservasi Chirixalus pantai selatan kemungkinan terancam kritis. Berdasarkan International Union for Conservation of Nature (IUCN) kriteria Daftar Merah Spesies Terancam tingkat kemunculannya <100 km2="" luas="" huniannya="" 10="" km2="" dan="" hanya="" ditemukan="" di="" satu="" lokasi="" yang="" kualitas="" habitatnya="" menurun="" p="">

Berbeda dengan chirixalus, Megophrys memiliki karakekter unik, dimana ujung moncong dan kelopak matanya termodifikasi menjadi tonjolan lancip (menyerupai tanduk). Berudu dari marga megophrys juga memiliki karakter unik dimana mulutnya termodifikasi menjadi bentuk corong yang melebar.

Saat ini, 13 spesies Megophrys diketahui terdapat di Asia Tenggara, antara lain Thailand, Semenanjung Malaysia, Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Filipina. Kalimantan memegang rekor tertinggi--karena enam spesies di antaranya ditemukan di pulau ini.

Tak hanya itu, katak dari genus Megophrys juga memiliki keragaman morfologi yang samar. Saat melakukan survei herpetofauna di seluruh jajaran Pegunungan Bukit Barisan Sumatera ditemukan populasi Megophrys Sumatera bagian selatan dengan kulit punggung halus yang secara morfologis mirip dengan M. montana dari Jawa dan populasi yang menyerupai kulit punggung M. parallela dari Sumatera bagian utara. Para peneliti menyelidiki status taksonomi dari dua populasi baru ini dan memperkirakan hubungan filogenetiknya.

  • Nematoda-Cacing

Untuk kategori nematoda, Peneliti Zoologi menemukan dua jenis baru yaitu Vegeloides morowaliensis dan Spinicauda ciremaiensis. Endang Purwaningsih, Peneliti Zoologi menjelaskan karakteristik fisik cacing parasit jantan Vegeloides morowaliensis yang ditemukan memiliki panjang 12,38mm.

Spesimen cacing yang ditemukan di Sulawesi dan Maluku ini memiliki anterior tip 6 bibir yang tebal, dua amfid dan empat buah papila kepala. Kapsula bukal kecil, esofagus berbentuk gada. Deirid membulat dengan seta yang tipis.

Gubernakulum dua buah, tidak sama bentuk, ukuran gubernakulum kiri 55 µm x 14 C; gubernakulum kanan berukuran 36 µm x 21 µm. Spikula pendek berbentuk pisang dengan panjang 254 (230 – 283) µm. Papila ekor 8 pasang. Ekor tumpul, ujung membulat dengan mucron yang sangat tipis di ujungnya, panjang 52 (45– 60) µm. Panjang cacing jantan 13,24 (10,35–16,67) mm. Ekor pendek, berujung tumpul dengan panjang 52 (42–60)µm. Telur bulat, berdinding tebal dengan ukuran 43 (38–45)µm x 32 (28–33)µm.

Sementara itu untuk jenis baru Spinicauda ciremaiensis dari Gunung Ciremai, Jawa Barat, Peneliti Zoologi Kartika Dewi menyebutkan cacing berukuran kecil tersebut memiliki kepala seperti terpisah dari badan. Spinicauda ciremaiensis merupakan satu-satunya jenis dari marga Spinicauda yang mempunyai aksesoris gubernakulum yang menebal.

Karakterisitik fisik jenis baru tersebut memiliki mulut dengan tiga buah bibir. Masing-masing tepi bibir mempunyai tiga bukit. Esofagus mempunyai bulbus esofagus. Panjang cacing jantan 3.84 (3.31–4.41) mm.

Terdapat organ penghisap pada sebelum kloaka dan terdpat 14 pasang papila pada bagian posterior jantan. Ekor melengkung ke arah ventral dengan panjang 195 (160–250) µm. Gubernaculum berbentuk kapal dengan panjang 126 (117–136) µm dan lebar 42 (40–44) µm, dan terdapat aksesoris gubernakulum dengan panjang 36 (34–38)µm, lebar 27 (26–28)µm. Spikula sama besar dan sama panjang dengan panjang 633 (580–670) µm.

Cacing betina berukuran 4.47 (3.55–5.10) mm. Panjang ekor 359 (280–420) long. Telur berbentu oval, berdinding tebal dengan ukuran 59.2 (56.8–60.3) µm x 39 (38.9–41.5) µm. Spinicauda ciremaiensis merupakan satu-satunya jenis dari marga Spinicauda yang mempunyai aksesoris gubernakulum yang menebal.

  • Krustacea

Menurut Conni Margaretha Sidabalok, penemuan isopoda yang diberi nama Dolichiscus selatan menjadi jenis keempat dari genus dolichiscus yang ditemukan di wilayah Indo-Pasifik. Spesies yang ditemukan di di Samudra Hinda sisi selatan Jawa dan di Selat Sunda pada kedalaman 312-1068m merupakan hewan endemik di lokasi tersebut.

Sementara itu penemuan lima (5) krustasea lainnya yang ditemukan oleh Daisy Wowor dari Danau Poso Sulawesi yaitu Caridina fusca, Caridina lilianae, Caridina marlinae, Caridina mayamareenae, Caridina poso merupakan udang endemik Sulawesi.

Caridina fusca memiliki rostrum (tanduk pada kepala) lurus atau agak melengkung, panjangnya sedang, terdapat 5-7 gigi di belakang mata dan 12-17 gigi tersebar sepanjang tepi atas tanduk, serta 7-9 gigi di sepanjang tepi bawah tanduk. Badannya berwarna merah tua atau kecoklatan dengan bintik-bintik kecil berwarna biru, dan biasanya terdapat 4 pita putih melintang yang jelas pada bagian segmen perut.

Sementara itu Caridina lilianae memiliki rostrum (tanduk pada kepala) panjang dan langsing, melengkung ke atas, terdapat 3-6 gigi di belakang mata dan 10-20 gigi tersebar hampir di sepanjang setengah belakang tepi atas tanduk, serta 6-18 gigi di sepanjang tepi bawah tanduk. Badannya berwarna merah cerah dengan bintik-bintik besar berwarna putih.

Udang jenis ketiga yaitu Caridina marlenae memiliki rostrum (tanduk pada kepala) panjang dan langsing, melengkung ke atas, terdapat 3-6 gigi di belakang mata dan 10-20 gigi tersebar hampir di sepanjang setengah belakang tepi atas tanduk, serta 6-18 gigi di sepanjang tepi bawah tanduk. Badannya berwarna merah cerah dengan bintik-bintik besar berwarna putih.

Berbeda dengan jenis lainnya, Caridina mayamareenae memiliki rostrum (tanduk pada kepala) sangat tinggi, tepi atas lurus atau sedikit cembung, bagian depan tepi bawah cembung. Ada 4-7 gigi di belakang mata dan 10-19 gigi di sepanjang tepi atas rostrum, dan 4-12 gigi tersebar di bagian depan tepi bawah rostrum. Badan betina berwarna agak putih dengan beberapa pita lebar dan bercak-bercak berwarna merah cerah, sedangkan jantan umumnya transparan dengan beberapa bercak berwarna putih.

Sedangkan Caridina poso memiliki rostrum (tanduk pada kepala) sangat panjang dan langsing, melengkung ke atas, terdapat 3-5 gigi di belakang mata dan 8-14 gigi tersebar hampir di sepanjang 0.2-0.5 belakang tepi atas tanduk, serta 19-37 gigi di sepanjang tepi bawah tanduk. Badan dan kaki berbelang kemerahan dengan bintik-bintik berwarna putih yang terjajar beberapa baris, pada ujung ekornya terdapat 1 bercak hitam dan putih yang besar, kumisnya berwarna merah tua, kaki berwarna putih dengan jari-jari berwarna merah.

Selain itu Mulyadi, Peneliti Zoologi juga menemukan spesies baru dari kelompok krustasea yaitu dari genus labidocera dan pontella. Di antaranya Labidocera baliensis dari Bali, Labidocera gagensis dari Pulau Gag Papua, Pontella nishidai dari Jawa Timur dan Pontella gilimanukensis dari Bali. Sementara itu di Selat Sunda, Dharma Arif Nugroho juga menemukan kepiting jenis baru yang diberi nama Oreotlos octavus-kepiting.

  • Ikan

Ikan jenis baru yang diberi nama Eleotris douniasi hanya ditemukan di Kalimantan. Menurut Hadi Dahruddin, ikan jenis baru ini hidup di hilir sungai, air berlumpur hingga jernih. Jenis ini dibedakan oleh baris neuromast bebas suborbital kedua, ketiga dan keempat di pipi memanjang secara ventral melewati baris horizontal; baris os terhubung dengan baris oi pada margin ventro-posterior operculum (pola ‘tertutup’), 19–20 sirip dada, 41–44 sisik pada lateral series dan 31–37 predorsal.

Sisik sikloid di atas kepala, tengkuk, pangkal sirip dada, daerah sebelum panggul dan perut. Sisik stenoid menutupi panggul. Sirip punggung VI-I,8; D1 terpisah dari dan lebih kecil dari D2; duri tidak memanjang. Sirip dubur I,9 dan berhadapan langsung dengan sirip punggung kedua. Sirip perut terpisah, I,5. Sirip dada 19–20. Sirip ekor runcing dengan 15 jari bercabang.

Untuk karakteristik warna hampir sama pada jantan dan betina. Seluruh tubuh hampir semua berwarna coklat tua. Selain itu, pipi dan operkulum agak coklat dengan titik kekuningan dari moncong ke operkulum, begitupun dengan bibir. Bagian lateral tubuh dengan beberapa sisik kekuningan. Daerah perut dan gular keabu-abuan dengan bintik-bintik gelap/pucat kecil yang tersebar.

Selain spesies baru di atas terdapat tiga spesies baru ikan lainnya yang berhasil diidentifikasikan yaitu Eleotris woworae, Eleotris sumatraensis dan Schismatogobius limmoni dari Sulawesi

Sementara itu, untuk kelompok serangga juga ditemukan kecoa jenis baru yaitu Nocticola baumi dari Papua Nugini dan burung jenis baru bernama ilmiah Melanocharis berrypecker juga dari Papua Nugini

13 Spesies Flora Baru

Tumbuhan berbunga (gesneriaceae) menjadi temuan terbanyak di bidang botani. Terdapat empat spesies cyrtandra baru yang ditemukan oleh A.Kartonegoro,seorang ahli Botani dari Pusat Riset Biologidi Sulawesi yaitu Cyrtandra balgooyi, Cyrtandra flavomaculata, Cyrtandra longistamina, dan Cyrtandra parvicalyx.

Untuk genus begonia ditemukan dua jenis baru yaitu Begonia robii dari Sumatera Barat dan Begonia willemii dari Sulawesi Tengah. Menurut Deden Girmansyah Peneliti Botani dari Pusat Riset Biologi kedua jenis baru tersebut merupakan jenis endemik Sumatera dan Sulawesi. Begonia willemii merupakan seksi dari petermannia. Untuk Begonia robii memiliki karakteristik batang yang menjalar, daun bercorak totol totol, dan memiliki bunga bewarna putih.

Sementara Wita Wardani, Peneliti Botani Pusat Riset Biologi beserta tim juga berhasil mengidentifikasikan tumbuhan pteridofita jenis baru yaitu Deparia stellata. Berdasarkan spesimen tipe yang dikoleksi oleh W.R. Barker dalam Ekspedisi Pegunungan Bintang tahun 1975. Ekspedisi tersebut merupakan perjalanan eksplorasi botani kolaboratif antara Rijksherbarium Belanda dengan herbarium nasional Papua Nugini.

Selain itu beberapa spesies lain juga ditemukan, di antaranya jahe-jahean (zingiberaceae) yaitu Etlingera comosa dan Zingiber ultralimitale subsp. Matarombeoense dari Sulawesi. Sedangkan dari jenis jamur ditemukan Marasmius jasingensis dari Jawa Barat.

Jenis lainnya yang ditemukan yaitu Bulbophyllum mamasaense dari Sulawesi, Artocarpus bergii dari Maluku dan Impatiens dairiensis Sumatera. Sedangkan dari luar Indonesia ditemukan jenis baru yaitu Freycinetia quezonensis dari Filipina.