LIPUTAN KHUSUS:
Studi: Eropa Mendominasi 50% Perdagangan Sirip Hiu di Asia
Penulis : Kennial Laia
Studi mengungkap bahwa negara-negara Eropa menguasai hampir 50% dari perdagangan sirip hiu di Asia. Diperlukan aturan dan praktik berkelanjutan agar tidak punah.
Konservasi
Kamis, 10 Maret 2022
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Negara-negara Eropa disebut menjual sirip ikan hiu dalam jumlah besar ke Asia. Laporan terbaru, yang diterbitkan oleh International Fund for Animal Welfare (IFAW) menyatakan bahwa mereka mendominasi hampir 50% perdagangan.
Saat ini, populasi hiu terus menurun, yang disebabkan oleh perdagangan sirip hiu global. Tahun lalu, ilmuwan menemukan sepertiga dari spesies hiu dan pari dieksploitasi secara berlebihan hingga hampir punah. Hal ini membahayakan kesehatan seluruh ekosistem laut dan ketahanan pangan bagi banyak negara.
Analisis melihat data bea cukai selama hampir dua dekade di tiga puast perdagangan utama Asia dari tahun 2003 hingga 2020. Ditemukan bahwa meskipun pasar utama untuk produk terkait sirip berada di Asia, negara Eropa – dipimpin oleh Spanyol, Portugal, Belanda, Prancis, dan Italia – merupakan pemain penting dalam memasok pasar legal ini. Untuk diketahui, Cina termasuk pemasok besar sirip hiu namun tidak tercakup dalam penelitian tersebut.
Menurut laporan tersebut, lebih dari 50% perdagangan sirip hiu global berlokasi di Hong Kong, Singapura, dan Taiwan.
Sejauh ini Spanyol merupakan sumber utama impor sirip hiu ke Hong Kong, Singapura, dan Taiwan, sebanyak 51.785 ton selama periode 2003-2020, dengan rata-rata tahunan 2.877 ton. Sementara itu Singapura menjadi penerima terbesar kedua dari Spanyol, dengan jumlah 17.006 ton.
Barbara Slee, penulis laporan IFAW, mengatakan bahwa “kecil atau beasr, pesisir atau laut lepas, spesies hiu menghilang, dengan upaya pengelolaan sedikit demi sedikit hingga saat ini gagal menghentikan penurunan populasi mereka,” dalam keterangan di situs resmi, akhir Februari lalu.
Slee menyerukan agar Uni Eropa (UE) mengambil peran dalam membatasi perdagangan hiu di wilayahnya untuk mencegah kepunahan spesies tersebut. Dalam laporannya, IFAW juga mendesak agar hiu didaftarkan dalam Konvensi tentang Perdagangan Internasional Spesies Tumbuhan dan Satwa Liar Terancam Punah (Cites) appendix II, yang akan memberikan perlindungan dan pemantauan yang lebih besar.
“Pengelolaan perikanan yang efektif seringkali tidak dilakukan sampai populasinya sangat rendah atau terancam. Namun ketika diterapkan, populasi hiu terbukti pulih,” kata Slee.
“Seperti yang ditunjukkan dalam laporan kami, UE adalah pemain kunci di pasar hiu global dan memiliki tanggung jawab penting untuk memberlakukan persyaratan berkelanjutan.”
Menurut Slee, saat ini hanya seperempat dari produk hiu yang tunduk pada kontrol impor dan ekspor yang membuktikan bahwa sumbernya legal dan berkelanjutan. Dengan kata lain terdapat 75% yang tidak memperhatikan atau memastikan bahwa rantai pasoknya legal dan diperdagangkan dalam jumlah yang lestari.
Menurut IFAW, saat ini lebih dari 100 juta hiu dibunuh di seluruh dunia setiap tahun dalam perikanan komersil.
Dalam laporan yang berjudul Supply and Demand: The EU’s role in the global shark trade, IFAW mengungkap sebanyak 188.368 ton produk sirip hiu diimpor ke Hong Kong, Singapura, dan Taiwan antara tahun 2003 dan 2020. Dari total jumlah ini, negara UE bertanggung jawab atas 28% atau 53.407 ton.
Sementara itu, ketika perdagangan produk sirip hiu menurun sejak 2017, proporsi ekspor Uni Eropa ke tiga negara tersebut meningkat sebesar 45% pada 2020.
Stan Shea, dari kelompok konservasi laut BLOOM Association Hong Kong, dan rekan penulis laporan, mengatakan bahwa meskipun banyak yang menempatkan beban perubahan pada negara yang mengonsumsi, terutama di Asia, tanggung jawab penurunan populasi spesies hiu ada di semua pihak.
“Yang sama-sama bertanggung jawab atas penurunan populasi hiu adalah semua negara dengan armada penangkapan ikan yang beroperasi secara internasional dan perdagangan produk hiu,” katanya.
Laporan dari IFAW juga menemukan perbedaan data dalam angka impor dan ekspor, yang menunjukkan potensi kesalahan pelaporan dalam perdagangan sirip hiu.