LIPUTAN KHUSUS:
Laporan IQAir: Indonesia Peringkat ke-17 Negara Paling Berpolusi
Penulis : Kennial Laia
Indonesia menempati peringkat ke-17 negara paling berpolusi di dunia. Tertinggi di Asia Tenggara.
Lingkungan
Kamis, 24 Maret 2022
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Indonesia kembali menjadi salah satu negara paling berpolusi di dunia. Menurut Laporan Kualitas Udara Dunia IQAir 2021 yang rilis Selasa, 22 Maret 2022, Indonesia menempati peringkat ke-17 dengan konsentrasi PM2,5 tertinggi yakni 34,3 μg/m3. Posisi ini sekaligus menjadikan Indonesia sebagai negara nomor satu yang paling berpolusi di kawasan Asia Tenggara.
Particulate matter atau PM 2.5 adalah salah satu polutan di udara. Ukurannya lebih kecil dari 2.5 mikrometer, sekitar 3% dari helai rambut manusia. Semakin tinggi nilainya, semakin berbahaya bagi kesehatan manusia. Polutan ini berasal dari emisi pembakaran kendaraan bermotor, pembangkit listrik, atau industri.
Sementara itu, pada tingkatan ibukota, Jakarta berada di peringkat ke-12 dengan rata-rata konsentrasi PM2,5 tertinggi yakni 39,2 μg/m3. Angka ini turun tipis dari rata-rata tahun sebelumnya, 39,6 μg/m3.
Berdasarkan laporan IQAir, perusahaan teknologi kualitas udara berbasis di Swiss, kadar konsentrasi PM2.5 tertinggi terjadi pada Juni dan Juli. Masing-masing sebanyak 54,5 μg/m3 dan 57,2 μg/m3. Sementara itu konsentrasi terendah tercatat pada Februari (24,3 μg/m3) dan November (23,8 μg/m3).
Selain itu, Surabaya dan Bandung menempati urutan ke -11 dan ke-13 kota paling berpolusi di Asia Tenggara. Adapun Samarinda, Kayu Agung, Banda Aceh, dan Palangkaraya masuk ke dalam daftar area dengan polusi paling rendah di kawasan tersebut.
Laporan ini menganalisis pengukuran polusi udara PM2,5 dari stasiun pemantauan udara di 6.475 kota di 117 negara, kawasan, dan wilayah. Hasilnya, hanya 3% atau 222 kota dari jumlah tersebut yang memenuhi Pedoman Kualitas Udara PM2,5 tahunan terbaru Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Di antaranya Kaledonia Baru, Kepulauan Virgin di Amerika Serikat, dan Puerto Riko.
Namun tidak ada satu negara pun masuk ke dalam kategori yang sama. CEO IQAir Frank Hammes mengaku terkejut dengan temuan tersebut. Sebab ini berarti tidak kota atau negara besar yang menyediakan udara yang aman dan sehat bagi warganya menurut pedoman kualitas udara WHO.
“Laporan ini menggarisbawahi betapa banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa setiap orang aman dan menghirup udara bersih dan sehat. Sekarang saatnya beraksi,” kata Hammes dalam keterangan tertulis, Selasa, 22 Maret 2022.
Lima negara paling tercemar pada 2021 adalah Bangladesh, Chad di Afrika Tengah, Pakistan, Tajikistan, dan India.
Laporan tersebut mencakup 2.408 kota di Amerika Serikat dan menemukan bahwa rata-rata PM2,5 konsentrasi meningkat dari 9,6 μg/m3 menjadi 10,3 μg/m3 pada tahun 2021 dibandingkan dengan 2020. Sementara itu di Amerika Latin dan Karibia, hanya 12 dari 174 kota yang memenuhi pedoman WHO terbaru.
Di Afrika, hanya satu dari 65 kota yang tidak melewati batas aman PM2.5. Persentase kecil juga dialami Asia. Dari 1.887 kota, hanya empat atau 0,2% yang memenuhi pedoman WHO. Di Eropa, hanya 55 atau 3% dari total 1.588 kota yang diteliti yang memiliki udara sehat dan aman bagi warganya.
Asia Tengah dan Asia Selatan memiliki beberapa kualitas udara terburuk di dunia pada tahun 2021 dan merupakan rumah bagi 4.650 kota paling tercemar di dunia. Hanya dua kota yang memenuhi Pedoman Kualitas Udara PM2,5 WHO terbaru yakni Zhezqazghan dan Chu (Kazakhstan).
Kualitas udara di China terus meningkat pada tahun 2021. Dalam laporan tersebut, lebih dari separuh kota di China, tingkat polusi udaranya jadi lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Tingkat polusi di Beijing mengalami penurunan dan melanjutkan tren lima tahun peningkatan kualitas udara. Hal ini didorong oleh pengendalian emisi serta pengurangan kegiatan pembangkit listrik tenaga batu bara dan industri emisi tinggi lainnya.
Manajer Kampanye Greenpeace India Avinash Chanchal menyebut temuan laporan sebagai krisis polusi udara. Menurutnya, PM2.5 dihasilkan melalui pembakaran bahan bakar termasuk batu bara, minyak dan gas fosil, pembangunan yang tidak berkelanjutan, serta kegiatan pertanian. Faktor-faktor tersebut juga penyebab memburuknya krisis iklim.
“Mengatasi krisis polusi udara membutuhkan pengembangan energi terbarukan, sumber daya, serta transportasi umum yang bersih dan mudah diakses. Selain itu, solusi untuk polusi udara juga solusi krisis iklim. Menghirup udara bersih harus menjadi hak asasi manusia, bukan hak istimewa,” kata Avinash.
Laporan Kualitas Udara Dunia 2021 IQAir adalah laporan kualitas udara global utama pertama yang berbasis dari Pedoman Kualitas Udara WHO untuk PM2,5 tahunan yang diperbarui. Pedoman baru dari WHO dirilis pada September 2021 dan memotong nilai pedoman PM2,5 tahunan yang ada, dari 10 μg/m3 ke 5 μg/m3.
PM2.5 umumnya dianggap sebagai paling berbahaya. Asma, kanker, penyakit jantung dan paru-paru adalah beberapa masalah kesehatan yang disebabkan dan diperburuk oleh paparannya. Polutan ini juga menyebabkan jutaan kematian dini setiap tahun di seluruh dunia.