LIPUTAN KHUSUS:

Terkunci Minyak Sawit oleh Pemain Kunci


Penulis : Ramada Febrian - Plt. Direktur Perkebunan Yayasan Auriga Nusantara

Trase memperlihatkan, jauh lebih banyak perusahaan sawit yang beroperasi pada tahap perkebunan dan pabrik pengolahan, dibandingkan tahap kilang dan ekspor.

Kolom

Rabu, 23 Maret 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Di dalam tulisan saya sebelumnya yang dimuat oleh Betahita.id. Saya jelaskan bahwa Refined Palm Oil (RPO) adalah bahan baku produk-produk turunan minyak sawit, seperti minyak goreng, margarin, dan mentega.

Setelah melalui proses fraksinasi, 80 persen dari RPO akan menjadi palm olein dan 20 persen lainnya akan jadi palm stearin. Palm olein inilah yang kemudian digunakan sebagai minyak goreng. Sementara palm stearin, digunakan sebagai margarin dan mentega. Proses pemurnian dan fraksinasi minyak sawit (Crude Palm Oil/CPO) tersebut dilakukan di fasilitas kilang minyak sawit.

Kilang Minyak Sawit PT Wilmar Nabati Indonesia di Gresik, Jawa Timur. Sumber: Google Earth 7.3.4.8248, (2021) PT Wilmar Nabati Indonesia 7°10'48.88"S, 112°40'14.64"E, elevation 13M. Places, Roads, 3D Buildings, and Terrain data layer, diolah.

Tandan buah segar (TBS) sawit di salah satu perusahaan perkebunan sawit swasta di Kabupaten Muko-Muko, Bengkulu./Foto: Betahita.id

Hasil penelitian Trase, Auriga, dan peneliti dari Universitas California, Santa Barbara pada 2020 menunjukkan, jauh lebih banyak perusahaan yang beroperasi pada tahap perkebunan dan Pabrik Kelapa Sawit (PKS), dibandingkan tahap kilang dan ekspor. Alhasil, pangsa kepemilikan grup-grup besar pada perusahaan pun kecil di tingkat perkebunan sawit dan PKS, tetapi besar pada tingkat pengilangan dan perdagangan ekspor.

Pangsa kepemilikan kebun sawit dan PKS grup-grup besar yang kecil dibuktikan dengan jumlah kepemilikan kebun sawit dari 10 grup dengan kebun sawit terluas di Indonesia yang sebesar 15,63 persen dari total perkebunan sawit yang ada di Indonesia. Sementara pada tingkat pengolahan TBS atau PKS, jumlah 10 grup dengan kapasitas pengolahan TBS terbesar di Indonesia memiliki pangsa sebesar 29,77 persen dari total PKS terpasang di Indonesia.

Sebaliknya, dominasi grup besar terjadi pada tingkat pengilangan minyak sawit, tingkat dimana minyak sawit diolah menjadi produk turunan lain seperti minyak goreng, margarin, mentega, dan produk oleokimia lainnya dilakukan. Jumlah kapasitas terpasang pengilangan dari 10 grup pada tingkat pengilangan ini mencapai 82,37 persen dari total kapasitas pengilangan yang ada. Artinya, hanya 10 grup saja yang menguasai hampir seluruh pengilangan minyak sawit yang ada di Indonesia.

Dominasi serupa juga terjadi pada tingkat perdagangan ekspor minyak sawit dan RPO. Pangsa ekspor minyak sawit dan RPO oleh 10 grup eksportir terbesar (by volume) pada periode 2013 hingga 2018 mencapai 80,94 persen dari total volume ekspor minyak sawit dan RPO Indonesia pada periode tersebut. Menurut penelitian yang sama, dominasi sejumlah kecil grup pada tingkat perdagangan ekspor juga kemungkinan terjadi karena konsekuensi langsung dari terbatasnya grup yang mengontrol pengilangan dan tangki timbun.

Kepemilikan (Konsentrasi Horizontal) di Rantai Tingkat Perkebunan, Pengolahan, Pengilangan, dan Ekspor (CPO + RPO). Sumber: Infobrief 9 Trase: Kepemilikan dan Dominasi Korporasi Pada Rantai Pasok Minyak Kelapa Sawit di Indonesia

Dominasi sedikit grup pada tingkat pengilangan dan ekspor menjadi berkah sekaligus masalah. Dalam penelitian yang sama dijelaskan, bahwa hanya sedikit grup yang menguasai pengilangan maupun perdagangan ekspor dapat menjadi peluang untuk meningkatkan komitmen keberlanjutan para pelaku usaha yang bermain pada tingkat hulu, seperti kebun sawit dan PKS. Dengan komitmen yang telah dimiliki oleh sedikit grup yang menguasai pengilangan dan ekspor, maka pemasok sumber bahan baku yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan pengilangan dan ekspor tersebut perlu juga menerapkan komitmen keberlanjutan grup-grup tersebut. Tapi sayangnya, penguasaan sedikit grup pada aset di tingkat pengilangan dan ekspor juga dapat menjadi indikasi adanya oligarki pada pengilangan dan ekspor minyak sawit di Indonesia.

Dampak dari penguasaan segelintir grup pada tingkat pengilangan dan ekspor minyak sawit tersebut dapat menjadi ancaman pada kebijakan-kebijakan minyak sawit yang berorientasi pada kepentingan publik. Mengutip artikel yang ditulis oleh Winters dan Page dalam Oligarchy in the United States?, oligarki dapat didefinisikan dengan berfokus pada sumber daya di tingkat individu, terutama sumber daya material yang diwujudkan dalam bentuk kekayaan. Ada tiga aspek materi kekayaan yang dapat berujung pada sumber kekuatan politik.

Pertama, kekayaan yang pada umumnya sangat terkonsentrasi di antara segelintir warga negara. Kedua, kekayaan materi dalam bentuk apa pun (uang di bank, kepemilikan ekuitas pada korporasi, dan kepemilikan tanah perkebunan) telah--di hampir semua waktu dan tempat--dengan mudah diterjemahkan ke dalam pengaruh politik yang substansial. Ketiga, kepemilikan materi kekayaan membawa serta seperangkat kepentingan politik: kepentingan dalam melestarikan dan melindungi kekayaan itu, kepentingan dalam memastikan penggunaannya secara bebas untuk berbagai tujuan, dan kepentingan untuk memperoleh lebih banyak kekayaan.