LIPUTAN KHUSUS:

IPCC: Lima Cara Selamatkan Bumi dari Krisis Iklim Katastrofik


Penulis : Tim Betahita

Bumi masih bisa diselamatkan dari kerusakan parah akibat krisis iklim. Dalam laporannya, IPCC menulis beberapa cara untuk menyelamatkan planet kita.

Perubahan Iklim

Senin, 11 April 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Krisis iklim semakin mendesak untuk ditangani. Laporan terbaru dari Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) menyatakan bahwa saat ini masih ada waktu untuk menghindari kerusakan terburuk akibat kenaikan suhu bumi.

Para ilmuwan dalam IPCC menyerukan bahwa harus ada perubahan fundamental tentang bagaimana manusia memproduksi energi dan listrik di dunia. Untuk menghindari pemanasan yang berbahaya, emisi karbon harus mencapai puncaknya dalam tiga tahun mendatang. Angka itu kemudian harus turun setelah 2025. 

Dalam studinya, para peneliti juga merekomendasikan beberapa langkah untuk menjaga bumi agar tetap berada di ambang batas kenaikan suhu 1.5C.

1. Menyetop produksi dan penggunaan batu bara

Poster protes tentang krisis iklim. Foto: iglobal.org

Jika dunia masih ingin bumi layak huni, maka energi fosil harus ditinggalkan. Pemanasan yang berbahaya juga memerlukan kenaikan suhu di bawah 1.5C. Untuk itu, emisi harus mencapai puncaknya pada 2025. Lalu turun sebesar 43% pada akhir dekade ini.

Cara paling efektif untuk melakukan ini adalah menghasilkan energi dari sumber berkelanjutan seperti angin dan matahari. Penulis laporan IPCC menunjukkan biaya teknologi ini semakin murah, turun sekitar 85% sepanjang dekade dari 2010.

IPCC percaya bahwa pada akhirnya pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara pada akhirnya harus dipensiunkan selamanya. Menurut Prof Jan Christoph Minx, penulis utama koordinator IPCC, tidak boleh ada PLTU batu bara baru jika ingin mempertahankan kenaikan suhu di bawah 1.5C.  

"Saya pikir pesan besar yang datang dari sini adalah kita perlu mengakhiri zaman bahan bakar fosil. Dan kita tidak hanya perlu mengakhirinya, tetapi kita juga harus mengakhirinya dengan sangat cepat,” kata Minx.

2. Penggunaan teknologi

Seiring dengan memburuknya krisis iklim, para ilmuwan kembali memikirkan mengenai peran teknologi dalam membatasi dan mengurangi jumlah karbon dioksida di atmosfer.

Gagasan mengenai penghapusan karbon dioksida kini telah menjadi arus utama sepenuhnya di kalangan ilmuwan. Dalam laporan terbarunya, IPCC juga mendukung langkah ini.

Para ilmuwan telah  blak-blakan bahwa menjaga suhu tetap rendah tidak akan mungkin terjadi tanpa beberapa bentuk pemindahan. Misalnya melalui penanaman pohon atau mesin penyaringan udara.

Namun tidak sedikit yang menentang cara ini, terutama dari pegiat lingkungan. Mereka menuduh IPCC menyerah pada negara-negara penghasil bahan bakar fosil dan terlalu menekankan pada teknologi yang pada dasarnya masih belum terbukti keberhasilannya.

3. Mengekang permintaan masyarakat pada energi kotor  

Berbeda dengan sebelumnya, laporan IPCC kali ini turut membahas aspek sosial. Khususnya mengenai cara mengurangi permintaan energi masyarakat di area tempat tinggal, mobilitas, dan nutrisi.

Hal ini mencakup banyak bidang – termasuk diet rendah karbon, limbah makanan, bagaimana membangun kota, dan bagaimana mengalihkan orang ke pilihan transportasi yang lebih ramah karbon.

IPCC percaya bahwa perubahan di area ini dapat membatasi emisi dari sektor pengguna akhir sebesar 40%-70% pada 2050, sekaligus meningkatkan kesejahteraan. Namun langkah ini tentu saja membutuhkan insentif dan dorongan dari pemerintah.

4. Pembiayaan iklim  

Penanganan perubahan iklim seringkali tertunda karena biaya yang tinggi. Namun paradigma ini berubah dalam beberapa tahun terakhir karena kerugian finansial dari bencana iklim terus meningkat.

Saat ini IPCC sedang mempertimbangkan beberapa panduan baru tentang pembiayaan iklim. Menurut panel tersebut, ada terlalu banyak dana yang masih mengalir untuk bahan bakar fosil dan bukan untuk solusi iklim energi bersih.

Greenpeace mengatakan, jika subsidi bahan bakar fosil dari pemerintah dihapus, ini akan mengurangi emisi hingga 10% pada 2030.

Dalam jangka panjang, IPCC mengatakan bahwa model yang menggabungkan kerusakan ekonomi akibat perubahan iklim menunjukkan bahwa biaya global untuk membatasi pemanasan hingga 2C selama abad ini lebih rendah ketimbang manfaat ekonomi global dari pengurangan pemanasan.

Menjaga suhu di bawah 2C membutuhkan biaya yang tidak terlalu banyak, mengingat kerusakan yang dapat dihindari, dan berbagai manfaat tambahan seperti udara dan air yang lebih bersih. 

"Jika Anda mengambil skenario paling agresif di seluruh laporan, itu akan menelan biaya, paling banyak 0,1% dari tingkat pertumbuhan PDB tahunan yang diasumsikan," kata Prof Michael Grubb, dari University College London, koordinator penulis utama laporan tersebut.

5. Peran orang kaya 

Laporan IPCC terbaru turut menggarisbawahi dampak gaya hidup orang kaya terhadap bumi. Menurut para ilmuwan, 10% rumah tangga dengan emisi per kapita tertinggi menyumbang hingga 45% emisi gas rumah kaca rumah tangga berdasarkan konsumsi.

Intinya, laporan tersebut mengatakan bahwa orang-orang terkaya di dunia menghabiskan terlalu banyak uang mereka untuk mobilitas, termasuk untuk jet pribadi. 

Namun, penulis laporan IPCC meyakini bahwa orang kaya memiliki peran dalam membantu dunia menuju net zero.

“Orang-orang kaya berkontribusi secara tidak proporsional terhadap emisi yang lebih tinggi tetapi mereka memiliki potensi pengurangan emisi yang tinggi, sambil mempertahankan tingkat kesejahteraan yang tinggi dan standar hidup yang layak,” kata Prof Patrick Devine-Wright, penulis utama IPCC dari University of Exeter. 

"Saya pikir ada individu dengan status sosial ekonomi tinggi yang mampu mengurangi emisi mereka dengan menjadi panutan gaya hidup rendah karbon, dengan memilih untuk berinvestasi dalam bisnis dan peluang rendah karbon, dan dengan melobi kebijakan iklim yang ketat."

 

BBC