LIPUTAN KHUSUS:

Pemerintah Optimalkan Potensi Karbon Biru Tuk Kurangi Emisi


Penulis : Kennial Laia

Karbon biru dinilai dapat berkontribusi secara signifikan dalam mitigasi perubahan iklim di Indonesia.

Perubahan Iklim

Selasa, 19 April 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Pemerintah Indonesia menyatakan terus memperkuat upaya penurunan emisi karbon. Salah satunya melalui identifikasi potensi karbon biru dari ekosistem pesisir.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar mengatakan, wilayah pesisir dapat berkontribusi dalam menyerap emisi karbon dari aktivitas manusia. Ekosistem ini termasuk mangrove, padang lamun, dan rawa payau. Ketiganya penting diidentifikasi dalam mitigasi krisis iklim.

"Jadi kita melihat ada potensi pesisir yang sangat besar yang bisa kita orientasikan sebagai blue economy dan blue carbon," kata Siti pada lokakarya “Blue Carbon dan Pencapaian Target NDC” di Gedung Manggala, Jakarta, Senin (18/4).

Siti mengatakan, saat ini pihaknya telah menyiapkan beberapa langkah terkait hutan dan daratan melalui Forest and Land Use (FoLU) Net Sink 2030. Skema ini merupakan skenario penurunan 60% emisi gas rumah kaca nasional di sektor hutan dan penggunaan lahan.

Ekosistem hutan bakau. Foto: KKP.

Namun menurut Siti, karbon biru dari sektor pesisir dan ekosistem kelautan juga potensial dan krusial dalam menurunkan jumlah emisi Indonesia.

Pengembangan karbon biru sangat penting dan potensial di Indonesia, khususnya ekosistem mangrove. Menjaga dan memperbaiki ekosistem mangrove merupakan suatu cara ampuh untuk menjaga ekosistem kelautan Indonesia sekaligus membuat penangkap karbon yang baik.

Menurut Siti, sejauh ini pemerintah telah menanam mangrove lebih dari 45.000 hektare selama periode 2010-2019. Pada 2020, luas ini bertambah seluas 39.970 hektare.

“Jadi kita sudah menanam lebih dari 80.000 hektare. Seperti arahan Bapak Presiden, akan dilakukan penanaman sampai 600 ribu hektare lebih,” terang Siti. 

Saat ini lahan mangrove mencapai 3,31 juta hektare di Indonesia. Menurut Siti, stok karbon yang tersimpan adalah 3,14 metrik ton. Manfaat dari karbon biru ini termasuk mencegah erosi, melindungi rumah warga dari badai, menangkap polutan, dan habitat spesies.

"Kita juga sudah punya mangrove map merupakan salah satu terbesar di dunia dengan proyeksi sampai tiga miliar ton lebih. Kita juga mengidentifikasi mangrove, tetapi saya masih melihat banyak yang harus dieksplorasi untuk karbon dari sumber daya pesisir," terang Siti.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan pihaknya bekerja sama dengan KLHK menjaga ekosistem laut.

“Kami bersama-sama Kementerian LHK, melalui workshop ini salah satunya, membuat terobosan-terobosan untuk menjaga lingkungan laut yang diyakini lebih besar dalam penyerapan emisi karbon,” ujarnya.

Menurut Sakti, strategi yang dilakukan berupa penguatan ekosistem karbon biru dengan memperluas dan menjaga secara ketat kawasan konservasi mangrove, padang lamun, dan terumbu karang. Selanjutnya, perlu adanya penerapan kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota, pengembangan perikanan budidaya berkelanjutan, serta penataan pemanfaatan ruang laut dan pulau-pulau kecil yang mengutamakan perlindungan ekosistem.