LIPUTAN KHUSUS:
Pejabat Kemendag dan 3 Grup Sawit Jadi Tersangka Kasus Ekspor CPO
Penulis : Kennial Laia
Kejaksaan Agung menetapkan pejabat Eselon 1 Kementerian Perdagangan dan tiga pegawai raksasa sawit tersangka dalam kasus mafia minyak goreng.
Sawit
Rabu, 20 April 2022
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Kejaksaan Agung menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunannya. Tindakan itu disebut menjadi faktor kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng di Indonesia selama beberapa bulan terakhir.
Salah satu tersangka merupakan pejabat Eselon 1 Kementerian Perdagangan (Kemendag). Yaitu Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Indrasari Wisnu Wardhana (IWW). Sedangkan pihak swasta yang disebut terlibat merupakan perusahaan konglomerasi yang mendominasi industri sawit di Indonesia, seperti Wilmar dan Musim Mas.
"Pertama, pejabat Eselon I Kementerian Perdagangan bernama IWW, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan,” kata Jaksa Agung Burhanuddin dalam konferensi pers melalui kanal Youtube Kejaksaan RI, Selasa, 19 April 2022.
Menurut Burhanuddin, Indrasari diduga telah melawan hukum dengan menerbitkan persetujuan ekspor CPO dan produk turunannya kepada perusahaan sawit. Perbuatan tersebut berimbas pada naiknya harga minyak goreng di Indonesia.
Tiga tersangka lain adalah Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group berinisial SMA; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia MPT; dan General Manager PT Musim Mas PT.
"Ketiga tersangka telah intens berkomunikasi dengan tersangka IWW. Sehingga Permata Hijau Group, Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati Asahan, dan PT Musim Mas mendapatkan persetujuan ekspor,” terang Burhanudiin.
“Padahal perusahaan tersebut bukanlah perusahaan yang berhak mendapatkan persetujuan ekspor," jelasnya.
Menurut Burhanuddin, penyidik dari Kejaksaan Agung telah menemukan bukti cukup dalam menetapkan tersangka. Di antaranya adalah pemeriksaan 19 saksi, 596 dokumen dan surat terkait, serta keterangan ahli.
Empat tersangka diduga melakukan perbuatan hukum dengan mengadakan permufakatan antara pemohon dan pemberi izin dalam penerbitan izin ekspor CPO dan produk turunannya.
Selain itu, penerbitan izin ekspor untuk eksportir tersebut telah melanggar prosedur. Izin harusnya ditolak karena tidak memenuhi syarat, yakni mendefinisikan harga yang tidak sesuai dengan harga penjualan dalam negeri. Kemudian tidak mendistribusikan minyak goreng ke dalam negeri seperti diatur dalam kewajiban domestic market obligation (DMO) sebesar 20% dari total ekspor.
Keempat tersangka melanggar pasal 54 ayat 1 dan ayat 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, Kepmendag Nomor 129/2022 jo Nomor 170/2022 tentang Penetapan Jumlah untuk Distribusi Kebutuhan Dalam Negeri dan Harga Penjualan di Dalam Negeri.
Aturan yang turut dilanggar adalah Ketentuan Bab 2 huruf a angka 1, huruf b jo bab 2 huruf c Perdirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag No 02/daglu/per/1/2022 tentang Juknis Kebijakan EKspor CPO dan RBP Palm oil.
“Kelangkaan ini ironis sekali karena Indonesia adalah produsen CPO terbesar di dunia,” kata Jaksa Agung.
Menurut Burhanudiin, pihaknya memulai penyidikan pada 4 April 2022. Kejaksaan Agung juga terus mengembangkan penyidikan termasuk melakukan pendalaman dan meminta keterangan pejabat yang lebih tinggi. Dalam hal ini Menteri Perdagangan.
“Kami akan dalami. Kalau cukup bukti, siapapun pelakunya kami akan lakukan,” kata Burhanudiin.
Kejaksaan Agung mengaku masih memperkirakan potensi kerugian negara dari kasus gratifikasi tersebut. “Untuk perhitungan kerugian negara sedang dilaksanakan, kalau ada gratifikasi akan didalami,” pungkasnya.
Kelangkaan minyak goreng di Indonesia terjadi sejak akhir 2021. November 2021, harga kemasan bermerek meroket hingga Rp 24.000 per liter. Kebijakan satu harga pemerintah juga tidak menyelesaikan harga. Sehingga per Maret 2022, harga minyak dibanderol mencapai Rp 40.000 per liter di beberapa wilayah.