LIPUTAN KHUSUS:

PT Aloer Timur Harus Tanggung Jawab dalam Kasus 3 Harimau Mati


Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Walhi Aceh minta agar PT Aloer Timur turut bertanggung jawab atas kasus kematian 3 individu harimau sumatera yang terjadi di areal HGU perkebunan perusahaannya.

Biodiversitas

Jumat, 29 April 2022

Editor :

BETAHITA.ID - Tiga individu harimau sumatera (Panthera trigris sumatrae) ditemukan mati di areal Hak Guna Usaha (HGU) PT Aloer Timur, di Desa Sri Mulya, Kecamatan Peunaron, Kabupaten Aceh Timur, pada Minggu (24/4/2022). Ketiganya ditemukan telah membangkai dalam kondisi terjerat. Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh minta agar pihak perusahaan turut dimintai pertanggungjawaban.

Direktur Eksekutif Daerah Walhi Aceh, Ahmad Shalihin mengatakan, pihak manajemen PT Aloer Timur mestinya juga turut diperiksa, sebab tiga individu harimau itu mati di dalam areal HGU perusahaan.

"Ini perusahaan juga harus bertanggung jawab. Karena kejadian ini kan berada di area kerja mereka," kata Shalihin, dikutip dari Bisnis, Rabu (27/4/2022).

Walhi Aceh mencatat, ada delapan kasus kematian harimau akibat jerat dan perdagangan di Aceh dalam kurun waktu 2020 hingga 2021. Selain harimau, gajah juga menjadi salah satu satwa paling terancam jerat. Sejak 2017 hingga 2021, sudah terdapat 48 individu gajah yang mati di Aceh. Bukan hanya karena jerat, gajah-gajah itu mati akibar tersengat pagar listrik dan racun.

Dua individu harimau sumatera ditemukan tewas bersamaan di satu titik lokasi di areal HGU PT Aloer Timur, Aceh Timur./Foto: Dok. Polres Aceh Timur

Ada beberapa faktor yang menyebabkan konflik satwa dan manusia di Aceh terus berulang. Walaupun diakuinya, persoalan konflik satwa dan manusia di Aceh sangatlah kompleks. Kini, komposisi tata ruang di Aceh sudah tidak ideal. Telah banyak kawasan yang merupakan habitat satwa beralih fungsi menjadi lahan perkebunan dan kegiatan berbasis lahan lainnya.

Kemudian pemahaman warga lokal terhadap keselamatan satwa dilindungi juga terbilang masih rendah. Sementara, jumlah sumber daya pendukung untuk melakukan pengawasan sangat terbatas. Di sisi lain, penegakan hukum terhadap pelaku pemasang jerat cenderung tidak tuntas. Hal inilah yang kemudian menjadi penyebab peristiwa konflik berujung tewasnya satwa dilindungi di Aceh terus terulang.

"Mau tak mau semua yang terjadi di dalamnya harus dimintai pertanggungjawaban ke perusahaan," kata Shalihin.

Sebelumnya, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Agus Arianto mengatakan, berdasarkan hasil olah tempat kejadian perkara (TKP) diketahui bahwa ketiga individu harimau sumatera dalam kondisi mati terjerat tersebut ditemukan di wilayah high conservation value (HCV) HGU perkebunan PT Aloer Timur. Jenis jerat yang mengenai harimau berupa jerat aring yang terbuat dari lilitan kawat yang ditambat pada bagian bawah pohon.

Posisi ketiga bangkai individu harimau itu ditemukan di dua lokasi yang terpisah. Yang mana di lokasi pertama terdapat 2 individu harimau dalam kondisi mati terkena jerat, keduanya berjenis kelamin jantan. Sedangkan di lokasi kedua yang berjarak kurang lebih 500 meter dari lokasi pertama terdapat 1 individu harimau sumatera dalam kondisi mati, juga karena terjerat, dengan jenis kelamin betina.

Hasil nekropsi atau bedah bangkai yang dilakukan menghasilkan kesimpulan, ketiga harimau itu usianya berbeda-beda. Dua harimau jantan yang ditemukan ditempat pertama berusia 2-2,5 tahun. Sedangkan harimau betina berusia kurang lebih 5,5-6 tahun.

Kemudian diperkirakan, 2 individu harimau jantan yang ditemukan di lokasi pertama, telah mati sekitar 4 hari sebelum jasadnya ditemukan. Sementara untuk harimau betina, yang ditemukan terpisah, diperkirakan telah mati 6 hari sebelum ditemukan. Dua individu harimau sumatera jantan diperkirakan berasal dari induk yang sama.

"Yang jelas berdasarkan tim medis, 2 individu harimau sumatera yang ditemukan pada lokasi pertama, kemungkinan besar dari induk yang sama," kata Agus Arianto, Rabu (27/4/2022) kemarin.

Kesimpulan sementara dari hasil nekropsi, yang dilakukan oleh tim medis secara makroskopis, kematian ketiga harimau sumatera itu diakibatkan oleh lilitan kawat jerat yang menekan atau mencekik, sehingga terhambatnya sistem pernafasan dan peredaran darah yang berujung pada kematian satwa.

Tim medis juga mengambil sampel isi saluran cerna untuk dilakukan uji laboratorium untuk melihat ada tidaknya unsur-unsur lain yang menyebabkan kematian pada ketiga individu harimau sumatera tersebut.

Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) merupakan salah satu jenis satwa yang dilindungi di Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar yang Dilindungi.

Berdasarkan The IUCN Red List of Threatened Species, satwa yang hanya ditemukan di Pulau Sumatera ini berstatus Critically Endangered atau spesies yang terancam kritis, beresiko tinggi untuk punah di alam liar.

BKSDA Aceh mengimbau kepada seluruh lapisan masyarakat untuk bersama-sama menjaga kelestarian khususnya harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) dengan cara tidak merusak hutan yang merupakan habitat hidup berbagai jenis satwa liar serta tidak menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup ataupun mati serta tidak memasang jerat kawat/ jerat listrik tegangan tinggi, racun yang dapat menyebabkan kematian satwa liar dilindungi yang dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

"Saat ini penanganannya sedang berproses. Di pihak kepolisian Aceh Timur," tutup Agus Arianto.