LIPUTAN KHUSUS:

Dominasi Korporasi pada Industri dan Lahan Sawit di Indonesia


Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Kuasa korporasi di sektor perkebunan sawit tak hanya dilihat dari seberapa besar luas lahan yang dikuasai, tapi juga terlihat dari dominasinya dalam industri sawit

Sawit

Selasa, 01 November 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Monokultur sawit adalah salah satu komoditas yang perluasannya meningkat pesat di Indonesia, terutama sejak 2000. Bila pada 2000 luas tanaman sawit di Indonesia seluas 7,8 juta hektare, pada 2021 mencapai 16,5 juta hektare. Bisa dibayangkan, dalam waktu dua dekade luas tutupan sawit di Indonesia bertambah dua kali lipat, bahkan lebih.

Laporan berjudul "Indonesia Tanah Air Siapa - Kuasa Korporasi di Bumi Pertiwi" yang dipublikasikan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan Auriga Nusantara, mengungkap kuasa korporasi di sektor perkebunan sawit di Indonesia. Tak hanya berasal dari dalam negeri, korporasi negara luar juga punya kuasa yang besar.

Kuasa korporasi di sektor perkebunan sawit tak hanya dilihat dari seberapa besar luas lahan yang dikuasai, tapi juga terlihat dari dominasinya dalam industri sawit. Seperti diuraikan di atas, luas tutupan sawit di Indonesia mencapai 16 juta hektare lebih, dan penerima manfaat besar industrinya adalah para korporat sawit.

Platform Trase.Earth menunjukkan bagaimana dominasi korporasi pada industri sawit. Sekitar 16.822.834 hektare lahan sawit di Indonesia (data Januari 2020), yang terdiri dari 38.086 konsesi, dikuasai oleh 1.739 perusahaan yang bila dikelompokkan, terdiri dari 187 grup perusahaan.

Tampak dari ketinggian hamparan perkebunan sawit milik PT Tunas Sawaerma, Korindo Group di Papua./Foto: Mighty Earth

Itu di bagian hulunya. Di bagian hilir, setelah buah sawit dari 16,8 juta hektare lahan sawit itu diolah dapat menghasilkan 10,6 juta ton CPO dan 20,3 juta ton RPO siap ekspor. Di sini ada 325 eksportir yang bermain, dari 55 grup perusahaan.

Tak hanya di industrinya. Penguasaan lahan oleh korporasi di sektor perkebunan, terutama sawit, dapat diukur dari seberapa luas pelepasan kawasan hutan dan Hak Guna Usaha (HGU) yang diperoleh. Laporan ini secara khusus membahas dua hal tersebut.

Korporasi Penikmat Pelepasan Kawasan Hutan

Secara regulasi, memang dimungkinkan mengubah kawasan hutan menjadi peruntukan non-kehutanan, yang bila dikeluarkan dari kawasan hutan disebut sebagai pelepasan kawasan hutan. Hingga Juni 2022, pelepasan kawasan hutan mencapai 8.514.921 hektare, baik untuk perkebunan (sawit, kakao, karet, dan lain-lain), transmigrasi, perluasan kota, pembangunan bandara dan lain sebagainya.

Ditelisik lebih dalam, pembangunan kebun sawit merupakan porsi terbesar dalam pelepasan kawasan hutan selama ini. Tercatat seluas 6.019.018 hektare pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan, atau 71 persen dari seluruh pelepasan kawasan hutan yang pernah dilakukan Pemerintah Indonesia.

Perlu ditegaskan bahwa pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan sawit ini sepenuhnya untuk korporasi. Penegasan ini diperlukan karena hingga saat ini pemerintah, terutama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tampaknya alergi terhadap kebun sawit rakyat.

Terbukti dari tidak adanya satu meter persegi pun pelepasan kawasan hutan untuk sawit rakyat. Jangankan untuk pembangunan kebun sawit rakyat baru, bahkan terhadap tutupan sawit rakyat yang arealnya telah turun-temurun mereka kelola--namun secara sepihak dimasukkan sebagai kawasan hutan oleh pemerintah--belum ada yang dilepaskan hingga laporan ini dirilis.

Bila diperingkatkan, ada nama-nama grup perusahaan yang mendapat pelepasan kawasan hutan dengan porsi yang besar. Terbesar yakni PT Perkebunan Nusantara (PTPN) yang mendapat seluas 589.278 hektare. Disusul kemudian Sime Darby--perusahaan asal Negeri Jiran, Malysia--seluas 180.935 hektare, Royal Golden Eagle 166.706 hektare.

Korporasi Penikmat HGU Sawit

HGU adalah salah satu jenis alas hak yang diberikan pemerintah terhadap lahan di Indonesia. Khusus untuk kebun sawit, HGU merupakan bentuk terakhir mekanisme penguasaan lahan, karena sebelumnya terhadap lahan dan pemegang HGU tersebut harus mendapat, secara berurut, izin lokasi (IL) dan izin usaha perkebunan (IUP).

Bila areal pembangunan kebun sawit tersebut berada di dalam kawasan hutan pembangun tersebut wajib juga beroleh pelepasan kawasan hutan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Dalam konteks perkebunan sawit, sesiapa beroleh IUP adalah pekebun yang memiliki lahan di atas 25 hektare (karena untuk perkebunan di bawah luas itu mekanismenya bukan perizinan, tapi registrasi oleh pemerintah). Hingga saat ini, tidak ada individu pemilik IUP sawit di Indonesia. Artinya, para pemilik HGU sawit di Indonesia bisa dipastikan adalah korporasi.

Laporan ini menyebut, luas HGU sawit di Indonesia sekitar 7.486.570 hektare. Yang mana 1,9 juta hektare di antaranya dikuasai oleh 10 grup perusahaan besar. Terbesar dinikmati oleh PTPN dengan luas 404.920 hektare, Grup Sinarmas 307.176 hektare dan Grup Wilmar--juga dimiliki orang-orang Malaysia--seluas 200.868 hektare.