LIPUTAN KHUSUS:

Rapat YLBHI Dibubarkan Paksa di Bali


Penulis : Aryo Bhawono

Pembubaran paksa dan intimidasi mewarnai acara G20 setelah pesepada Greenpeace Indonesia mengalami intimidasi dan pelarangan memasuki Bali.

HAM

Senin, 14 November 2022

Editor : Raden Ariyo Wicaksono

BETAHITA.ID -  Rapat internal dan gathering pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan 18 Kantor LBH di Sanur, Bali, dibubarkan paksa oleh aparat kepolisian pada Sabtu lalu (12/11/2022). Pembubaran paksa dan intimidasi mewarnai acara G20 setelah pesepada Greenpeace Indonesia mengalami intimidasi dan pelarangan memasuki Bali. 

Pembubaran paksa ini bermula sekitar pukul 12.30 WITA, lima orang mengaku petugas desa/ pecalang masuk ke dalam vila tempat acara YLBHI di Sanur. Mereka mempertanyakan kegiatan dan jadwal kepulangan serta berulang kali menyampaikan mengenai pelarangan melakukan kegiatan apapun selama presidensi G20.

YLBHI juga diminta untuk membuat surat pernyataan dan penjelasan. Setelah itu, pecalang meninggalkan vila.

Selanjutnya, sekitar pukul 17.00 WITA, puluhan personel kepolisian tak berseragam dinas, kembali datang ke vila dan menuduh YLBHI melakukan siaran langsung.

Poster G20 di bilangan Senayan, Jakarta Pusat. Dok Kennial Laia/Betahita

"Mereka meminta kami untuk menghentikan pertemuan, membubarkan acara, meminta KTP dan hendak melakukan penggeledahan memeriksa seluruh handphone/laptop peserta dan lokasi acara," kata Ketua YLBHI M. Isnur, seperti dikutip dari CNN Indonesia.

Ia dan rekan-rekannya menolak permintaan tersebut karena karena melanggar hukum dan hak asasi manusia. Aparat berulang kali menyampaikan bahwa kegiatan YLBHI tidak mengantongi izin dari desa setempat dan sedang menerapkan pembatasan kegiatan di beberapa daerah.

Namun, kata Isnur, YLBHI sudah memeriksa bahwa kawasan vila yang digunakan YLBHI tidak masuk ke dalam lokasi pembatasan.

"Para staf YLBHI sempat ditahan untuk tidak boleh keluar vila," imbuhnya.

Setelah bernegosiasi, sekitar pukul 20.00 WITA, sebagian peserta diperbolehkan keluar. Sedangkan sebagian lainnya harus tinggal di vila.

"Selama di perjalanan, seluruh kendaraan para peserta dibuntuti beberapa orang yang tidak teridentifikasi. Sementara beberapa orang lainnya mengawasi vila sepanjang malam hingga pagi-siang hari," ucap Isnur.

YLBHI pun menduga kuat aparat keamanan menekan petugas-petugas desa untuk mendatangi dan melakukan tindakan-tindakan di atas.

Pada Minggu (13/11) pagi sekitar pukul 08.00 WITA, salah seorang peserta hendak keluar vila karena ada jadwal penerbangan. Namun dilarang oleh beberapa orang yang mengaku pecalang dengan alasan perintah petugas.

Peserta tersebut diminta menunggu hingga pukul 09.00 WITA, namun tetap tidak mendapat izin.

"Setelah menunggu beberapa lama, akhirnya sekitar pukul 11.12 WITA para peserta yang tinggal di vila tersebut bisa keluar dan berpindah tempat," kata Isnur.

YLBHI, terang Isnur, mengecam seluruh tindakan teror, intimidasi dan penahanan sewenang-wenang (merampas kemerdekaan sesuai Pasal 333 Ayat 1 KUHP) yang dilakukan oleh pihak kepolisian.

Menurut dia, seluruh tindakan tersebut justru kontraproduktif dengan pernyataan pemerintah yang menyatakan Bali dalam kondisi aman selama G20.

"Oleh karenanya, kami mendesak pemerintah khususnya kepolisian untuk mengusut seluruh kejahatan dan tindakan anti demokrasi yang terjadi dalam pembubaran rapat internal dan gathering YLBHI. Selain itu, kami juga mendesak agar seluruh pelaku, baik kepolisian maupun kelompok lainnya ditindak tegas," tegasnya.

Sejak 7 November 2022, pengurus YLBHI diundang dan ikut menghadiri forum-forum konferensi lainnya. Di antaranya Asia Democracy Assembly 2022 yang diselenggarakan oleh Asia Democracy Network (ADN) dan South East Asia Freedoom Of Religion and Belief (SEA FORB) Conference di Bali.

Sebelumnya, intimidasi juga dialami oleh pesepeda kampanye Greenpeace Indonesia: Chasing The Shadow di Probolinggo, ketika hendak memasuki Bali. Mereka diadang oleh ormas dan dipaksa meneken pernyataan. Ketika bergerak ke Malang, hal serupa kembali terjadi. 

Intimidasi ini membuat mereka urung melanjutkan perjalanan ke Bali. Namun intimidasi tak berhenti, mereka dibuntuti selama perjalanan pulang.