LIPUTAN KHUSUS:

Papua Barat: Warga Konda Satukan Suara Tolak Perusahaan Sawit


Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Masyarakat adat di Distrik Konda, Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat menyatakan penolakan perkebunan sawit di wilayah adatnya.

Masyarakat Adat

Rabu, 07 Desember 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Akhir pekan kemarin (3/12/2022), puluhan masyarakat adat dari Suku Tehit Nagna dan Afsia serta Suku Yaben yang tinggal di Kampung Konda dan Kampung Wamargege, Distrik Konda, Kabupaten Sorong Selatan (Sorsel), Papua Barat, berkumpul di depan Kantor Kampung Konda. Secara bergantian, masing-masing perwakilan suku melantangkan pernyataan sikap yang tertera dalam Surat Terbuka Masyarakat Adat Sorsel.

Surat terbuka itu mereka buat, salah satunya, sebagai dukungan kepada Bupati Sorsel yang tengah bertarung melawan dua perusahaan perkebunan sawit, yakni PT Anugerah Sakti Internusa (ASI) dan PT Persada Utama Agromulia (PUA), dalam proses hukum dalam perkara perdata.

Yang mana sebelumnya dua perusahaan tersebut tidak terima izin usahanya--PT ASI luas konsesi 37 ribu hektare dan PT PUA 22 ribu hektare--dicabut oleh Bupati Sorsel dan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura. Gugatan dua perusahaan itu ditolak oleh Majelis Hakim PTUN Jayapura.

Namun PT ASI dan PT PUA mengajukan Banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Makassar. Di Makassar, upaya Banding itu diterima. Tidak mau kalah, kini Bupati Sorsel tengah mengajukan upaya hukum Kasasi ke Mahkamah Agung, atas Putusan PTTUN Makassar itu.

Masyarakat adat di Distrik Konda, Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat melakukan aksi tolak sawit, Sabtu (3/12/2022) kemarin./Foto: Istimewa

"Kami masyarakat adat yang berdiam di wilayah pemerintahan Kabupaten Sorong Selatan, yang terdampak aktivitas usaha perkebunan kelapa sawit menyatakan mendukung Bupati Kabupaten Sorong Selatan dalam melakukan upaya hukum atas gugatan perusahaan kelapa sawit PT Anugerah Sakti Internusa dan PT Persada Utama Agromulia, demi keadilan, perlindungan hak-hak masyarakat adat dan keberlanjutan lingkungan," kata tokoh masyarakat adat membacakan sikap masyarakat adat di Sorsel, Sabtu (3/12/2022) kemarin.

Pembacaan surat terbuka ini dibacakan oleh perwakilan suku masing-masing, Suku Tehit dibacakan oleh Otto Kofarit dan Suku Yaben dibacakan oleh Rita Mabruaru.

Masih dalam pernyataan sikapnya, masyarakat adat Sorsel ini meminta Majelis Hakim Mahkamah Agung untuk membuat putusan yang adil dan mempertimbangkan fakta lapangan terkait hak dan keberadaan kehidupan masyarakat adat, dan keberlanjutan lingkungan.

Mereka juga menyebut mendukung segala upaya masyarakat adat membela dan mempertahankan hak atas tanah dan hutan adat yang tersisa, demi hidup generasi saat ini dan generas penerus masa mendatang.

Masyarakat adat Sorsel itu juga menyatakan menolak berbagai rencana dan usaha perusahaan kelapa sawit dan usaha perusahaan apapun yang mengatasnamanakan pembangunan untuk merampas dan mengusahakan tanah dan hutan adat, yang mengancam keberlanjutan lingkungan hidup.

"Tanah Kami Hidup Kami. Hutan Adat, Tidak Dijual. Hutan Adat untuk Hidup Kami. Lawan Perampasan Tanah,” sorak masyarakat adat.

Mewakili tokoh masyarakat, Kepala Kampung Konda, Andrian Mabruaru mengucapkan terima kasih kepada warga Suku Tehit dan Suku Yaben di dua Kampung Konda dan Wamargege karena bersedia untuk terlibat dalam aksi tolak kelapa sawit itu.

"Kami di dua kampung meminta agar kelapa sawit jangan masuk di sini. Mengingat kita pu tanah ini sempit kita pu babi, tikus tanah, lau-lau, burung jangan sampai terbang habis dalam arti kami su tidak ada barang itu lagi," kata Andrian Mabruaru.

Andrian memohon kepada Presiden Joko Widodo dan kementerian terkait serta wakil-wakil rakyat di Senayan sampai tingkat Provinsi, membantu masyarakat adat yang ada di kampung-kampung ini. Andirian berharap melalui aksi ini untuk ke depan tidak ada lagi perusahaan perkebunan kelapa sawit yang datang mengganggu masyarakat adat di sana.

"Tidak ada lagi yang mengatasnamakan kami, kami juga rencana akan lakukan aksi lagi. Kami ingatkan perusahaan yang sengaja masuk berarti risiko tanggung sendiri. Itu peringatan kami sebagai pribumi dan Kepala Kampung Konda. Kami siap mati untuk jaga kami pu tanah sendiri," tegas Andrian.