LIPUTAN KHUSUS:

Tambang Ilegal Bikin Negara Rugi Triliunan Rupiah


Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Aktivitas pertambangan ilegal yang menjamur di berbagai daerah di Indonesia telah membuat negara merugi triliunan rupiah.

Tambang

Kamis, 08 Desember 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Aktivitas pertambangan ilegal yang menjamur di berbagai daerah di Indonesia telah membuat negara merugi triliunan rupiah. Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam (ESDM) menyebut, pertambangan ilegal tak hanya menyebabkan kerugian materiil, tapi juga kerugian lingkungan.

Direktur Jenderal (Dirjen) Mineral dan Batu Bara (Minerba), Ridwan Djamaluddin mengungkapkan, kerugian negara akibat aktivitas pertambangan ilegal setidaknya menyentuh angka Rp3,6 triliun.

Bila dirinci, pada 2020, kerugian akibat tambang emas ilegal mencapai Rp3,4 triliun. Sedangkan kerugian negara dari pertambangan timah ilegal, setidaknya mencapai USD15 juta atau bila dirupiahkan nilainya sekitar Rp234 miliar (dengan asumsi kurs Rp15.613 per USD).

"Kerugian yang bisa kita hitung rugi uangnya gitu di 2020, emas misalnya menurut perhitungan kami negara bisa rugi Rp3,4 triliun. Timah, negara bisa rugi USD15 juta," kata Ridwan, dikutip dari CNBC Indonesia (Selasa (6/12/2022).

Direktorat Jenderal Penegakan Hukum KLHK menutup lubang tambang emas ilegal di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone seluas 1,15 hektare, Selasa, 12 Oktober 2020. Foto: Istimewa

Pj. Guberbur Bangka Belitung ini menyebut, kerugian negara ini dihitung berdasarkan perhitungan selisih antara data jumlah ekspor melalui bea cukai dan data yang tercatat di Ditjen Minerba.

"Dari data estimasi berdasarkan data yang ada di Minerba, dibandingkan data ekspor yang keluar dari misal bea cukai, artinya selisih yang kita jual keluar itu tidak tercatat di kami."

Ridwan melanjutkan, tak hanya mengakibatkan kerugian materiil atau keuangan, pertambangan ilegal juga membuat negara rugi dari sisi lingkungan. Karena negara harus menanggung pemulihan lingkungan yang rusak karena tambang ilegal. Itu disebabkan karena tidak adanya perusahaan yang bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan yang terlanjur terjadi.

"Dari sisi kerusakan lingkungan jauh lebih besar. Karena setiap jengkal tanah yang ditambang itu, kalau dia ilegal kan harus negara yang memulihkan," terang Ridwan.

Ridwan bilang, sektor pertambangan memiliki risiko yang tinggi dan bila terjadi kecelakaan atau korban nyawa, maka hal tersebut adalah kerugian yang bahkan tidak dapat dirupiahkan. Terutama bila itu terjadi pada aktivitas pertambangan ilegal.

"Dan lebih sulit lagi kalau terjadi kecelakaan, itu yang paling kita jaga. Kegiatan tambang ini kan berisiko tinggi, ketika nanti satu nyawa hilang enggak bisa dirupiahkan."

Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengakui maraknya tambang ilegal ini sangat merugikan negara. Terlebih, jumlah tambang ilegal di negara ini mencapai ribuan. Tambang ilegal ini berarti aktivitas tambang tidak memiliki perizinan dari pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Selain merusak lingkungan, penambangan ilegal ini tentunya tidak berkontribusi pada penerimaan negara. Penerimaan negara dari pertambangan biasanya dari pajak maupun non pajak, seperti royalti, iuran tetap, sewa lahan, dan lainnya.

Adapun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari pertambangan mineral dan batu bara pada 2021, berdasarkan data Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian ESDM, tercatat mencapai Rp75,48 triliun.

"Makanya itu (tambang ilegal), negara hilang banyak," kata Arifin usai acara Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Investasi 2022 di Jakarta, Rabu (30/11/2022) lalu.

Arifin mengatakan, saat ini Kementerian ESDM tengah menindaklanjuti kasus penambangan ilegal yang digembar-gemborkan oleh Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka.

Arifin mengatakan, Kementerian ESDM akan mengirimkan inspektur tambang yang akan mengevaluasi perizinan penambangan ilegal tersebut.

"Nah inilah izin-izin itu dulu dari mana. Kita nanti mau kirim inspektur tambang ke lokasi dan juga kita akan mengevaluasi review, izin-izin itu dulu bagaimana," katanya.