LIPUTAN KHUSUS:

Angka Kecelakaan Tambang Tinggi, Walhi: Pengawasan Lemah


Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Sepanjang 2013 hingga 2021, tercatat sedikitnya 881 kejadian kecelakaan tambang di Indonesia

Tambang

Sabtu, 17 Desember 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Tambang batu bara milik PT Nusa Alam Lestari (NAL) di Sawahlunto, Sumatera Barat (Sumbar), meledak pada 9 Desember 2022 kemarin. Ada 14 korban dalam kecelakaan tambang itu, 10 di antaranya meninggal dunia. Angka kejadian kecelakaan tambang di Indonesia terhitung tinggi, diduga karena pengawasan dan evaluasi tambang yang lemah.

Peristiwa ledakan tambang PT NAL ini menambah panjang daftar kejadian kecelakaan tambang di Indonesia. Sepanjang 2013 hingga 2021, tercatat sedikitnya 881 kejadian kecelakaan tambang di Indonesia, itu menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), seperti tersaji dalam Minerba One Data Indonesia (MODI).

Dari angka 881 kejadian itu, 195 di antaranya menyebabkan korban jiwa. Masih berdasarkan data itu, kecelakaan tambang paling banyak terjadi pada 2019, yakni 159 kasus. Jumlahnya kemudian terus menurun menjadi 104 kasus pada 2021.

Manajer Kampanye Tambang dan Energi, Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Fanny Tri Jambore Christanto menilai, tingginya angka kecelakaan tambang ini menandakan adanya permasalahan pada pengawasan dan evaluasi perizinan perusahaan pertambangan. Kejadian ledakan pada tambang batu bara, seperti yang terjadi di Sawahlunto sebagai contoh, sudah terjadi berulang kali dan jumlah korban jiwanya sudah lebih dari 50 orang,

Tambang batu bara di Sawahlunto Sumatera Barat meledak tewaskan 10 orang./Foto: Antara Foto/Derky Azmadi

"Tapi operasi perusahaan yang menyebabkan insiden ledakan pertambangan ini masih terus dibiarkan berjalan. Apalagi kejadiannya berulang, pengawasan dan evaluasi seharusnya dilakukan untuk melihat apa yang tidak berjalan dalam keamanan dan keselamatan operasi pertambangan," kata Rere, panggilan akrab Jambore Christanto, Kamis (15/12/2022).

Rere melanjutkan, situasi ini diperburuk dengan regulasi Undang-Undang (UU) Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) yang sentralistik dipegang oleh pemerintah pusat. Sementara jangkauan pemerintah pusat tidak terlalu luas, pemerintah pusat tidak mungkin menjangkau seluruh wilayah dalam melakukan pengawasan di daerah. Dengan lain perkataan, tidak ada kelembagaan atau struktur pengawasan dan penegakan hukum yang jelas dari pemerintah pusat sampai daerah.

"Dan akibatnya, saling lempar tanggung jawab pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran dan insiden-insiden kecelakaan dalam pertambangan."

Dalam penerapan kaidah teknik pertambangan yang baik, lanjut Rere, pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau IUP Khusus wajib melaksanakan, salah satunya, ketentuan keselamatan pertambangan. Itu diamanatkan dalam Pasal 96 UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Minerba. Pasal 141 huruf f UU yang sama juga menekankan adanya pengawasan keselamatan pertambangan, atas kegiatan usaha pertambangan yang dilakukan oleh pemegang izin pertambangan.

Pasal 151 Ayat (1) UU Minerba menyebut menteri berhak memberikan sanksi administratif kepada pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atua IUP untuk penjualan atas pelanggaran, termasuk pelanggaran Pasal 96 UU Minerba. Sanksi administratif dimaksud dapat berupa peringatan tertulis, denda, penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan eksplorasi atau operasi produksi, hingga pencabutan izin.

"Jika perusahaan memang tidak menjalankan kaidah Pertambangan yang baik, yang salah satunya tentang keselamatan Pertambangan, apalagi jika kejadiannya terjadi berulang dan menyebabkan korban jiwa maka menteri harusnya mencabut izin usaha pertambangannya," terang Rere.

Dalam kasus kecelakaan tambang di Sawahlunto, Kementerian ESDM memutuskan untuk menghentikan sementara operasional tambang batu bara PT NAL.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Ridwan Djamaluddin mengatakan penghentian sementara operasi tambang PT NAL ini mengacu pada Surat Direktur Jenderal Mineral dan Batubara nomor 06.E/37.04/DJB/2019 tertanggal 15 Agustus 2019 perihal Surat Edaran Kewajiban Perusahaan terkait Tindak Lanjut Kecelakaan Tambang Berakibat Mati.

"Seluruh kegiatan operasional di site PT Nusa Alam Lestari sudah dihentikan sementara, sampai hasil investigasi kecelakaan tambang berakibat mati telah seluruhnya ditindaklanjuti, dan/atau kegiatan operasional dapat dilaksanakan dengan aman dan selamat," kata Ridwan dalam keterangan resmi, Sabtu (10/12/2022).