LIPUTAN KHUSUS:
Menghitung Kerugian dari Kasus Korupsi Sawit Surya Darmadi
Penulis : Kennial Laia
Para ahli menyebut, jumlah kerugian yang timbul dari kasus korupsi yang diduga dilakukan Surya Darmadi bisa lebih tinggi dari angka saat ini.
Sawit
Jumat, 27 Januari 2023
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Hingga saat ini sidang kasus korupsi dan pencucian uang dalam kegiatan usaha perkebunan sawit yang melibatkan PT Duta Palma Group masih berlangsung. Pemilik perusahaan, Surya Darmadi, merupakan tersangka utama. Surya juga pendiri dan pemilik dari PT Darmex Group.
Kasus ini mencuat ke publik pada 1 Agustus 2022 kala Kejaksaan Agung menetapkan Surya Darmadi sebagai tersangka. Pengusaha tersebut sempat menjadi buron, sebelum menyerahkan diri pada 15 Agustus 2022.
Surya Darmadi didakwa dengan pasal korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Nilai kerugiannya fantastis, sebesar Rp 78 triliun. Saksi ahli yang dihadirkan kemudian menyebut kerugian negara, baik kerugian keuangan negara maupun kerugian perekonomian negara, atas kasus ini mencapai Rp 104 triliun.
Rimawan Pradiptyo, saksi ahli yang menghitung kerugian perekonomian negara dalam sidang kasus tersebut, mengatakan pihaknya menggunakan pendekatan minimum irreducible minimum approach dalam menghitung kerugian perekonomian negara akibat dugaan kasus korupsi PT Duta Palma Group.
Menurutnya, pendekatan tersebut menilai kerugian minimum yang ditanggung negara sebesar Rp 78 triliun. “Tidak mungkin lebih rendah, tapi pasti lebih tinggi,” kata dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gajah Mada tersebut, dalam diskusi media bertajuk "Menyoal Kerugian Negara dan Perekonomian Negara dari Aktivitas Perkebunan Sawit Ilegal dalam Kawasan Hutan", pekan lalu.
Rimawan mengatakan, dalam kasus tersebut, bukan hanya kerugian keuangan negara yang dihitung, tetapi juga kerugian perekonomian. Hal ini meliputi pemulihan atas kerusakan kualitas lingkungan yang terjadi akibat kegiatan ilegal di dalam kawasan hutan yang diduga dilakukan Surya Darmadi dan perusahaannya sejak 2004
“Apa yang kami lakukan adalah bukan bagaimana agar negara untung, tetapi bagaimana mengembalikan damage yang terjadi dan meminimalisir kejahatan yang sama dengan merampas semua keuntungan ilegal yang (Surya Darmadi) dapatkan,” jelas Rimawan.
“Keuntungan ilegal harus dihitung karena kalau dibiarkan atau tidak dirampas, ini akan menjadi hal yang berbahaya bagi prospek penanggulangan korupsi yang akan datang,” tegasnya.
Prof Bambang Hero Saharjo, ilmuwan spesialis forensik kebakaran hutan di Institut Pertanian Bogor (IPB) sekaligus Guru besar dalam bidang Perlindungan Hutan IPB, juga menjadi saksi ahli yang dihadirkan dalam sidang kasus korupsi tersebut. Selain angka kerugian Rp 78 triliun, pihaknya juga menghitung nilai tandan buah segar (TBS) yang dihasilkan lima perusahaan di bawah PT Duta Palma Group semenjak menyerobot lahan negara.
“Berdasarkan itulah muncul angka Rp 104 triliun dari lima perusahaan ini,” kata Prof Bambang Hero saat dihubungi Betahita, Selasa, 24 Januari 2023.
Nilai Rp 104 triliun yang merupakan kerugian negara itu merupakan gabungan antara nilai dari kerugian keuangan negara dan nilai dari kerugian perekonomian negara, jelas Prof Bambang Hero.
PT Duta Palma Group diduga membuka lahan secara ilegal sejak 2004. Perusahaan tersebut merambah hutan milik negara seluas 37.095 hektare di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Di lahan ini, lima perusahaan milik Surya Darmadi diduga beroperasi selama periode 2003-2022 secara ilegal. Saat menetapkan Surya Darmadi sebagai tersangka pada 1 Agustus 2021, kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 78 triliun.
Mantan Bupati Indragiri Hulu, Raja Thamsir, juga diduga terlibat dalam kasus korupsi tersebut. Dalam dakwaannya, jaksa penuntut umum menyebut Surya Darmadi mengajukan izin pembukaan lahan sawit di wilayah tersebut kepada Raja Thamsir, meskipun lokasi tersebut berupa kawasan hutan. Kelima perusahaan itu mendapatkan izin lokasi, yakni PT Palma Sabtu, PT Banyu Bening Utama, PT Kencana Amal Tani, PT Panca Agro Lestari, dan PT Seberida Subur.
Sebelum kasus ini bergulir, Surya Darmadi telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi pada 2019. Surya Darmadi ditengarai menyuap Gubernur Riau, Annas Maamun, dalam kasus alih fungsi kawasan hutan mencapai 37.095 hektare di Riau melalui PT Duta Palma Group.
Menurut laporan Tempo, Kejaksaan Agung menggunakan laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam menghitung kerugian negara. Menurut badan audit tersebut, kerugian negara akibat kasus korupsi Surya Darmadi mencapai Rp 73,9 triliun. Sementara itu hasil penghitungan kerugian keuangan negara berjumlah Rp 4,7 triliun.
Kalkulasi kerugian tersebut meliputi dana reboisasi Rp 144,3 miliar, provisi sumber daya hutan Rp 11,8 miliar, denda Rp 177,4 miliar, kompensasi (sewa) penggunaan kawasan hutan Rp 511,7 miliar, dan biaya pemulihan atas kerusakan lingkungan Rp 4,09 triliun.
Metodologi penghitungan kerugian negara
Secara rinci, Prof Bambang Hero menjelaskan bahwa kerugian perekonomian negara dihitung berdasarkan kerusakan yang timbul akibat dari perusakan yang terjadi, yang timbul dari penghilangan paksa Kawasan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit sawit tanpa melalui proses alih fungsi dan regulasi lainnya.
“Sehingga meskipun sebagian perusahaan sudah ber-HGU tetapi statusnya tetap berada di dalam kawasan hutan,” kata Prof Bambang Hero saat dihubungi Betahita, Selasa, 24 Januari 2023.
Untuk menilai kerugian lingkungan, Prof Bambang Hero dan tim melakukan pengambilan sampel pada lima perusahaan yang beroperasi di lahan secara ilegal. Sampel ini meliputi permukaan tanah, bagian bawah permukaan tanah, tumbuhan bawah yang di permukaan tanah, pelepah sawit, buah sawit, dan juga dilakukan pada kawasan yang belum terganggu atau telah dibuka untuk digunakan sebagai pembanding.
Menurut Prof Bambang Hero, timnya juga mengukur tinggi kedalaman air di dalam kanal, lebar kanal, dan mengecek kondisi kanal. Ini karena terdapat dua perusahaan yang beroperasi secara ilegal di lahan gambut.
Selain itu, dilakukan pengukuran jumlah pokok sawit per hektare, diameter sawit, dan tinggi pokok sawit, serta tunggul bekas kayu hutan alam yang tersisa.
Sistem pengendalian kebakaran di lima perusahaan di bawah PT Duta Palma Group juga diperiksa. Data yang sudah di-sampling tersebut kemudian dibuat Berita Acara Pengambilan sampel. Kemudian penyidik membawa sampel tersebut ke Laboratorium yang telah terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) di Bogor.
“Berdasarkan hasil analisa laboratorium yang kami peroleh dari penyidik Kejaksaan Agung, maka diketahui bahwa kawasan hutan yang telah dibuka tanpa alih fungsi tersebut rusak,” jelas Prof Bambang Hero.
Berdasarkan fakta tersebut, para ahli menghitung kerugian lingkungan menggunakan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2014 yang meliputi kerugian ekologis, kerugian ekonomis dan pemulihan. Prof Bambang Hero dan tim juga kami menghitung nilai Tandan Buah Segar (TBS) yang dihasilkan dari kegiatan penanaman pada lima perusahaan tersebut.
Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa nilai kerugian lingkungan untuk ke-5 perusahaan tersebut yang meliputi kerugian lingkungan, kerugian ekonomis dan biaya pemulihan adalah Rp 73,9 triliun.
Nilai biaya pemulihan kemudian dimasukkan ke dalam nilai kerugian negara bersama komponen nilai lainnya yang masuk ke dalam komponen kerugian keuangan negara. Sehingga nilai kerugian perekonomian negara tidak hanya nilai dari kerugian lingkungan dan kerugian ekonomis, tetapi juga nilai dari komponen lainnya berdasarkan perhitungan ahli ekonomi.
“Nilai Rp 104 triliun yang merupakan kerugian negara itu merupakan gabungan antara nilai dari kerugian keuangan negara dan nilai dari kerugian perekonomian negara,” tegas Prof Bambang Hero.