LIPUTAN KHUSUS:

Plastik Menjadi Biang Kanker hingga Cacat Lahir


Penulis : Aryo Bhawono

Sebuah analisis menyebutkan, plastik menjadi biang atas berbagai penyakit seperti kanker, penyakit paru-paru, dan cacat lahir.

Sampah

Minggu, 02 April 2023

Editor : Raden Ariyo Wicaksono

BETAHITA.ID -  Dampak buruk kesehatan karena plastik telah dianalisa, mulai dari ekstraksi untuk produksi, hingga pembuangan dan lautan. Analisis itu menyebutkan, plastik menjadi biang atas berbagai penyakit seperti kanker, penyakit paru-paru, dan cacat lahir. 

Boston College Global Observatory on Planetary Health bermitra Minderoo Foundation Australia dan Centre Scientifique de Monaco melakukan tinjauan analisis ini. Mereka menemukan bahwa pola produksi, penggunaan, dan pembuangan plastik saat ini tidak berkelanjutan dan bertanggung jawab atas bahaya yang signifikan terhadap kesehatan manusia. Selain itu plastik juga menyebabkan ketidakadilan sosial. 

"Pendorong utama dari kerusakan yang semakin parah ini adalah peningkatan produksi plastik global yang hampir eksponensial dan masih terus meningkat. Bahaya plastik semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat pemulihan dan daur ulang dan oleh lamanya sampah plastik bertahan di lingkungan," tulis analisis yang diterbitkan dalam jurnal medis Annals of Global Health

Dikutip dari Guardian, plastik memberikan dampak buruk kepada penambang batu bara, pekerja minyak, dan pekerja ladang gas yang mengekstraksi bahan baku karbon fosil untuk produksi plastik. Pekerja produksi plastik juga memiliki risiko bahaya yang tinggi.

Banyak sampah plastik sekali pakai berakhir di lingkungan, seperti sungai dan lautan, yang kemudian mengancam ekosistem. Dok Phys.org

Para pekerja ini mengalami peningkatan angka kematian akibat cedera traumatis,silikosis, penyakit kardiovaskular, penyakit paru obstruktif kronik, dan kanker paru-paru. Pekerja produksi plastik memiliki risiko lebih tinggi terkena leukemia, limfoma, kanker otak, kanker payudara, mesothelioma dan penurunan kesuburan. Sedangkan pekerja daur ulang plastik mengalami risiko peningkatan tingkat penyakit kardiovaskular, keracunan logam beracun, neuropati, dan kanker paru-paru."

Sementara itu, penduduk yang tinggal di sekitar lokasi produksi dan pembuangan limbah plastik mengalami peningkatan risiko kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, asma, leukemia pada masa kanak-kanak, penyakit kardiovaskular, penyakit paru obstruktif kronik, dan kanker paru-paru. Laporan tersebut merujuk pada bukti bahwa bayi dalam kandungan dan anak kecil memiliki risiko yang sangat tinggi.

Artikel tersebut merekomendasikan perjanjian plastik global untuk mengendalikan pembuatan dan penggunaan plastik. Perjanjian ini juga diharapkan mengurangi dampak kesehatan dan lingkungan yang tidak proporsional terhadap masyarakat yang bergantung pada pesisir dan lautan serta mereka yang bekerja di industri berisiko tinggi. 

Frank Seebacher, seorang profesor biologi di sekolah ilmu hayati dan lingkungan Universitas Sydney, setuju bahwa perjanjian ini sepanjang dapat.

"Plastik setara dengan perubahan iklim dalam hal dampak buruknya secara global, dan mendorong perubahan iklim dengan kebutuhannya akan bahan bakar fosil," katanya.

Ketua kelompok biologi peradangan di QIMR Berghofer di Brisbane, Prof Andreas Suhrbier, mengatakan bahwa hampir semua manusia sekarang mengonsumsi cukup banyak plastik. Menurutnya penting untuk mengalokasikan lebih banyak dana penelitian untuk meneliti dampaknya.

"Jumlah ini diperkirakan setara dengan jumlah plastik yang dibuang per minggu, biasanya dalam bentuk mikroplastik," kata Suhrbier.

Sayangnya, jumlah penelitian medis yang baik di bidang ini sangat terbatas. Berbagai pertanyaan mengenai dampak kesehatan dari konsumsi mikroplastik sulit dijawab tanpa adanya dana penelitian khusus untuk menjelaskan hubungan sebab akibat antara konsumsi mikroplastik dan penyakit.