LIPUTAN KHUSUS:

Walhi : Dana Nusantara dan Harapan Petani Muda dalam Solusi Iklim


Penulis : Gilang Helindro

“Harapan Kita Wilayah Kelola Rakyat sebagai solusi Iklim itu bisa benar kita wujudkan dimasa depan sehingga masyarakat bisa berkontribusi banyak dalam hal pemulihan lingkungan baik secara lokal maupun Global,” katanya.

Iklim

Jumat, 31 Maret 2023

Editor : Raden Ariyo Wicaksono

BETAHITA.ID - Langit kawasan Kamojang, Ibun, Kabupaten Bandung, mulai disellimuti kabut. Tampak dari kejauhan, seorang perempuan bersiap menanam bibit kopi, kemudian, satu persatu pohon kopi yang ditanam di kawasan tersebut.

Sembari menyusur bibit kopi yang telah ditanami, Asep bercerita, pandemi Covid-19 berdampak pada semua sektor dunia usaha. Di Jawa Barat, tak sedikit usaha yang merugi hingga harus menghadapi situasi perekonomian, mulai dari mengurangan produksi hingga mengurangan karyawan.

Kendati demikian, masih ada bidang usaha yang mampu bertahan di tengah gelombang pandemi. Salah satunya bidang pertanian, seperti yang ditekuni sejumlah pemuda di wilayah Desa Ibun, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung.

Pagi itu, 15 Maret 2023, perlahan sosok petani muda melanjutkan menanam dan mengeluarkan bibit kopi arabika dari Polybag, plastik hitam dengan lubang-lubang kecil untuk pembibitan. Bibit tersebut dimasukan dalam lubang untuk penanaman telah disiapkan dengan jarak 2 meter per lubang. 

Petani muda sedang membersihkan kebun kopi - KUPS Bukit Rakutak Sauyuanan

Asep memilih menjadi petani muda, besama 25 petani muda lainnya yang tergabung dalam Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Sauyunan, Bukit Rakutak, Desa Ibun Kecamantan Ibun, Kabupaten Bandung mengikuti kegiatan reforestasi di Kelompok Tani Hutan Mulyatani, dihadiri lebih dari lima puluh orang anggota kelompok dengan menanam di lahan seluas 1 hektare dengan 400 batang bibit pohon, yang terdiri dari pohon kayu jenis eucalyptus, kopi, jeruk siam dan alpukat.

Hampir setiap hari Asep datang ke lokasi pertanian, mulai dari menanam, membersihkan lahan yang akan ditanam dan menyemai bibit, baik itu sayuran maupun bibit pohon kayu lainnya. Menurut Asep, lahan yang dikelola sekarang bisa memberi peruhanan di desa, membantu perekonomian dan memberi kemajuan untuk masa depan. 

Menurut Asep, sejak bergabung KUPS Bukit Rakutak Sauyunan, ia berharap dengan adanya skema Dana Nusantara ini bisa mendorong semangat pemuda dalam bertani, tidak hanya membantu dalam bercocok tanam juga memberikan ilmu baru dalam usaha dan bertani, tidak hanya menghasilkan buah kopi tapi juga mengolah hasil panen lebih berharga lagi. 

"Berharap program ini bisa memberi ilmu baru dalam bertani dan usaha kami para petani muda kedepan," katanya.

Upaya masyarakat bersama lembaga pendamping untuk pengakuan dan perlindungan wilayah kelola rakyat baik pada sisi tata kuasa, tata kelola, tata produksi, dan tata konsumsinya tersebut salah satunya melalui Perhutanan Sosial dan Dana Nusantara. Konsorsium yang mengelola Dana Nusantara adalah Walhi, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN)) dan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA).

Pasca terbitnya Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS) oleh KLHK kepada KTH Mulya Tani, 4 September 2017 nomor SK.4616/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/9/2017 j.o SK.3868/Menlhk-PSKL/PKPS/PSL.0/7/2017 dengan luas 1.144 hektare yang melingkupi Desa Ibun dan Desa Neglasari Kecamatan Ibun dan Desa Nagrak, Desa Dukuh, Desa Cikawao, Desa Sukarame, dan Desa Mandalahaji Kecamatan Pacet Kabupaten Bandung.

Pemanfaatan terhadap areal IPHPS terus dilakukan masyarakat, salah satunya dengan membangun kerjasama Kelompok Usaha Perhutanan Sosial Bukit Rakutak Sauyunan, AP2SI, dan WALHI untuk pengelolaan komoditas kopi melalui pembangunan rumah produksi kopi yang dimulai sejak bulan Desember 2022–Januari 2023.

Amir, ketua KUPS Bukit Rakutak Sauyunan mengatakan tanaman kopi merupakan komoditas yang telah lama dibudidayakan dan dikelola masyarakat di bentangan lahan Rakutak Kamojang Kabupaten Bandung dan telah kopi terbukti dapat menjadi salah satu pendukung ekonomi, sosial, dan lingkungan bagi masyarakat di kawasan ini.

“Sehingga dengan telah diresmikannya rumah produksi kopi yang ada ini diharapkan juga dapat membantu masyarakat khususnya anggota kelompok perhutanan sosial KTH Mulyatani untuk mendapatkan nilai dan manfaat lebih serta dapat meningkatkan kesejahteraan,” katanya.

Hal yang sama juga ditegaskan Roni Usman Usmana ketua umum AP2SI, peresmian rumah produksi kopi yang dilakukan langsung oleh masyarakat dan lembaga pendamping ini adalah sebuah kerja keras yang luar biasa dan patut disyukuri serta harapan untuk waktu kedepan melalui rumah produksi kopi ini semakin mensolidkan kerja untuk terwujudnya hutan lestari, rakyat sejahtera.

Chaus Uslaini, Kepala Divisi Wilayah Kelola Rakyat Eksekuf Nasional WALHI menyatakan bahwa hutan itu tidak hanya dikelola oleh perusahaan, tapi masyarakat yang tinggal di kawasan sekitar hutan, di dalam kawasan hutan dapat mengelola hutan kita dengan baik.

"Bisa menghasilkan ekonomi yang lebih baik dan bisa juga utuk memulihkan lingkungan kita, sumber air kita dengan menjaga hutan,” katanya.

Warga didampingi Walhi dalam proses ini dan masuk dalam skema Dana Nusantara. Masyarakat dampingan menyusun rencana pengembangan ekonomi mereka dan akses penerimaan dana langsung dari pusat ke komunitas.

“Jadi mereka mengajukan anggaran pengadaan, pelatihan, pembuatan standar operasional dan pengembangan sendiri. Walhi memfasilitasi atau asistensi. Mendampingi dan membantu sampai evaluasi,” katanya.

Dana Nusantara ini juga bisa digunakan untuk kegiatan peningkatan kapasitas untuk kegiatan pemetaan wilayah adat, ataupun juga untuk kegiatan kegiatan yang bertujuan mendapatkan pengakuan negara atas wilayah ini. mereka kelola secara baik dan berkelanjutan ditingkat tapak. 

Sebaran Uji Coba Dana Nusantara di 12 provinsi di wilayah dampingan yang ada di Jawa Barat, pembangunan proses rumah kopi. Jawa Tengah, Pengembangan Peternakan Kambing Kelompok Tani Muda Desa Wadas. Jawa Timur, Pengembangan Ekowisata Edukasi Agroforestry Alas.

Bengkulu, Pengembangan Ekosistem Ekonomi Nusantara. Jambi, pengembangan Rumah Perjuangan Rakyat dalam Mempertahankan Wilayah Kelola Rakyat di Desa Pemayungan. Sumatera Selatan, Pemetaan Partisipatif Desa Nusantara Model Sustainable Land Use Planing (SLUP).

Sumatera Barat, Membangun Kemandirian Ekonomi Komunitas Pembela HAM Melalui Pemanfaatan Lahan Perkarangan dengan Budidaya Lebah Madu Kelulut. NTT, Membangun Model Produksi Produk Turunan Kelapa. Bangka Belitung, Pengembangan Nanas Badau sebagai Tanaman Varietas Lokal dalam Rangka Mendorong Peningkatan Tata Kelola Lahan Pasca Konflik dengan Perkebunan Kelapa Sawit.

Maluku Utara, Pengembangan Ekonomi Nusantara Wilayah Kelola Rakyat untuk Komoditi Rempah. Kalimantan Selatan, Identifikasi Keberadaan Masyarakat Hukum Adat yang ada di Kabupaten Banjar. Papua, Pendampingan Perlindungan WKR pada Organisasi Perempuan Adat Papua (ORPA).

Harapan kita dari dana nusantara, bisa mendorong masyarakat untuk lebih pede lagi dalam mengelola kawasan mereka, baik dari penguatan kelembagaan, kapasitas mereka dalam budidaya dan pengelolaan atau pun juga upaya-upaya untuk mengembangkan ekonomi.

“Harapan Kita Wilayah Kelola Rakyat sebagai solusi iklim itu bisa benar kita wujudkan dimasa depan sehingga masyarakat bisa berkontribusi banyak dalam hal pemulihan lingkungan baik secara lokal maupun Global,” katanya.

Senada dengan Uslaini, Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Uli Arta Siagian mengatakan lahan yang dikelola oleh gabungan kelompok tani (Gapoktan) Mulya Tani ini adalah kawasan yang berada sebelumnya di kawasan milik Perhutani. Sejak awal Perhutani pemegang izin sampai sekarang cenderung di biarkan begitu saja oleh Perhutani, sehingga tahun demi tahun lahan ini sering terjadi kebakaran. 

Sejak 2017, Gapoktan Mulya Tani ini mendapatkan izin perhutanan sosial oleh KLHK mulai mengolah kawasan dengan tanaman sayur, kopi beberapa jenis pohon pohon hutan yang bernilai ekonomis yang sebelumnya mereka juga sudah cek apakah tanaman ini cocok atau tidak untuk kawasan ini.

Menurut Uli, ini membuktikan bahwa pernyataan atau anggapan banyak orang termasuk negara ketika rakyat itu mengurus hutan mereka tidak mampu, ini terpatahkan karena dengan bukti ini rakyat lebih mampu mengelola kawasan hutan.

“Mereka lebih mampu memulihkan kawasan hutan ketimbang korporasi berbasis izin besar, jadi kami dengan fakta ini menyerahkan bahwa sudah saatnya hutan itu untuk rakyat bukan untuk korporasi khususnya di Pulau Jawa hutan bukan untuk petani tapi berikan hutan untuk rakyat petani,” katanya.