LIPUTAN KHUSUS:
Batas Pemanasan 2C Hindarkan 80% Kematian akibat Panas di MENA
Penulis : Kennial Laia
MENA adalah negara-negara di Timur Tengah dan Afrika Utara. Wilayah ini diprediksi salah satu wilayah paling rentan terhadap perubahan iklim, dengan suhu maksimum diperkirakan naik hingga hampir 50C.
Perubahan Iklim
Rabu, 05 April 2023
Editor : Raden Ariyo Wicaksono
BETAHITA.ID - Lebih dari 80% prediksi kematian terkait panas di Timur Tengah dan Afrika Utara (MENA) pada akhir abad ini dapat dicegah jika pemanasan global dibatasi hingga 2°C. Hal itu terungkap dalam studi pemodelan yang diterbitkan dalam The Lancet Planetary Health.
Di bawah skenario emisi tinggi, sekitar 123 orang per 100.000 di MENA diperkirakan meninggal setiap tahun karena penyebab terkait panas pada akhir abad ini. Angka itu sekitar 60 kali lipat lebih besar dari angka saat ini dan jauh lebih tinggi dari prediksi di bawah skenario serupa di seluruh dunia.
Namun, jika pemanasan global dibatasi hingga 2°C, lebih dari 80% kematian ini dapat dihindari. Temuan itu kemudian menyoroti kebutuhan mendesak akan kebijakan adaptasi yang lebih baik dan beralih ke teknologi terbarukan.
Temuan ini muncul saat dunia bersiap untuk COP28 di Dubai pada bulan November.
MENA adalah salah satu wilayah yang paling rentan terhadap perubahan iklim di dunia, dengan suhu maksimum diperkirakan akan naik hingga hampir 50°C pada akhir abad ini. Ini berpotensi membuat beberapa wilayah tidak dapat ditinggali. Terlepas dari kerentanan ini, dampak tekanan panas di wilayah ini, yang memburuk akibat perubahan iklim, masih belum dieksplorasi.
Dalam studi saat ini, tim peneliti internasional, termasuk dari London School of Hygiene & Tropical Medicine (LSHTM), memodelkan tren saat ini (2001 hingga 2020) dan masa depan (2021 hingga 2100) dalam kematian terkait panas di 19 negara di wilayah MENA. Dalam analisis tersebut, tim ilmuwan mempertimbangkan variasi tingkat potensi emisi gas rumah kaca dari waktu ke waktu dan berbagai skenario sosial ekonomi.
Berdasarkan asesmen Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim, sebagian besar wilayah MENA akan mengalami tingkat pemanasan yang substansial pada tahun 2060-an.
Kematian terkait panas tahunan akan meningkat dari sekitar dua per 100.000 saat ini menjadi 123 per 100.000 pada periode antara 2081 dan 2100. Meskipun saat ini kematian terkait panas di MENA relatif rendah dibandingkan wilayah lain (dua per 100.000 dibandingkan dengan 17 per 100.000 di Eropa Barat atau 10 per 100.000 di Australasia, misalnya), kenaikan ini diperkirakan jauh lebih tinggi daripada wilayah lain di dunia dalam skenario perubahan iklim yang serupa. Inggris, misalnya, diperkirakan akan mengalami peningkatan dari angka saat ini tiga per 100.000 menjadi sembilan per 100.000 pada tahun 2080-an.
Iran diperkirakan memiliki tingkat kematian tahunan tertinggi di MENA yakni 423 per 100.000 orang. Palestina, Irak, dan Israel juga diprediksi memiliki tingkat kematian yang tinggi (masing-masing 186, 169 dan 163 per 100.000). Negara-negara Teluk yang lebih kecil, seperti Qatar dan Uni Emirat Arab, akan mengalami peningkatan relatif terbesar dalam kematian terkait panas.
Namun, untuk wilayah MENA secara keseluruhan, jika pemanasan global dapat dibatasi hingga 2°C, tim memperkirakan bahwa lebih dari 80% dari total 123 perkiraan tahunan kematian terkait panas per 100.000 orang dapat dihindari.
Para penulis menyimpulkan bahwa ada urgensi yang lebih besar untuk kebijakan mitigasi dan adaptasi yang lebih kuat untuk disepakati, baik di konferensi dan seterusnya, jika MENA ingin menghindari kemungkinan dampak terburuk dari pemanasan di masa depan.
Para ilmuwan memperingatkan bahwa ketergantungan pada solusi adaptasi panas tradisional seperti AC tidak akan cukup. Pendingin udara, misalnya, digunakan secara relatif tinggi di negara-negara di mana tingkat kematian terkait panas lebih tinggi daripada rata-rata regional, seperti di Israel dan Siprus.
Pertumbuhan populasi di MENA akan menjadi pendorong substansial kematian terkait panas yang diprediksi. Karena itu kebijakan demografis dan penuaan yang sehat juga akan menjadi penting jika MENA berhasil beradaptasi dengan perubahan iklim.
Shakoor Hajat, penulis utama dan profesor kesehatan lingkungan global di LSHTM, mengatakan: "Pemanasan global perlu dibatasi hingga 2°C untuk menghindari dampak bencana kesehatan yang diperkirakan dalam penelitian kami. Bahkan dengan tindakan yang lebih kuat, negara-negara di kawasan ini perlu mengembangkan cara selain AC untuk melindungi warganya dari bahaya panas yang ekstrim.”
"Memperkuat sistem kesehatan dan koordinasi yang lebih baik antara negara-negara MENA akan menjadi kunci dalam mengatasi dampak kesehatan dari perubahan iklim di kawasan ini. Dengan COP28 yang akan datang, diperlukan diskusi untuk mempertimbangkan bagaimana negara-negara di kawasan ini dapat bekerja sama dengan lebih baik untuk meningkatkan ketahanan dalam menghadapi dari perubahan iklim."
Phys.org