LIPUTAN KHUSUS:

Suhu Panas Tahun Ini Diprediksi Pecahkan Rekor


Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Para pakar iklim menyebut Dunia dapat memecahkan rekor suhu rata-rata baru pada 2023 atau 2024.

Iklim

Jumat, 28 April 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Para pakar iklim menyebut Dunia dapat memecahkan rekor suhu rata-rata baru pada 2023 atau 2024. Pemicunya adalah perubahan iklim dan antisipasi kembalinya fenomena cuaca El Nino.

Dilansir dari Reuters, model iklim menunjukkan setelah tiga tahun pola cuaca La Nina di Samudra Pasifik, yang umumnya sedikit menurunkan suhu global, dunia akan mengalami kembali El Nino, pasangan yang lebih hangat, akhir tahun ini. Selama El Nino, angin bertiup ke barat di sepanjang ekuator melambat, dan air hangat didorong ke timur, menciptakan suhu permukaan laut yang lebih hangat.

"El Nino biasanya dikaitkan dengan suhu yang memecahkan rekor di tingkat global. Apakah ini akan terjadi pada tahun 2023 atau 2024 belum diketahui, tetapi, saya pikir, lebih mungkin terjadi daripada tidak," kata Carlo Buontempo, Direktur EU's Copernicus Climate Change Service.

Menurut Buontempo, model iklim menunjukkan kembalinya kondisi El Nino di akhir musim panas boreal, dan kemungkinan El Nino yang kuat berkembang menjelang akhir tahun.

Ilustrasi gelombang panas ekstrem. Foto: iStock

Tahun terpanas di dunia yang tercatat sejauh ini adalah 2016, bertepatan dengan El Nino yang kuat--meskipun perubahan iklim telah memicu suhu ekstrem bahkan di tahun-tahun tanpa fenomena tersebut. Delapan tahun terakhir adalah delapan rekor terpanas di dunia--mencerminkan tren pemanasan jangka panjang yang didorong oleh emisi gas rumah kaca.

Friederike Otto, dosen senior di Institut Grantham Imperial College London, mengatakan, suhu yang dipicu El Nino dapat memperburuk dampak perubahan iklim yang sudah dialami negara--termasuk gelombang panas yang parah, kekeringan, dan kebakaran hutan.

“Jika El Nino benar-benar berkembang, ada kemungkinan besar tahun 2023 akan lebih panas dari tahun 2016--mengingat dunia terus menghangat karena manusia terus membakar bahan bakar fosil,” kata Otto.

Ilmuwan Copernicus Uni Eropa menerbitkan sebuah laporan pada Kamis (20/4/2023) yang menilai iklim ekstrem yang dialami dunia tahun lalu, tahun terpanas kelima dalam catatan. Eropa mengalami rekor musim panas terpanas pada 2022, sementara hujan ekstrem yang dipicu oleh perubahan iklim menyebabkan banjir besar di Pakistan, dan pada Februari, permukaan es laut Antartika mencapai rekor terendah.

Suhu global rata-rata dunia sekarang 1,2°C lebih tinggi daripada masa pra-industri, kata Copernicus. Meskipun sebagian besar penghasil emisi utama dunia berjanji untuk pada akhirnya memangkas emisi bersih mereka menjadi nol, emisi CO2 global tahun lalu terus meningkat.

Sebelumnya, dalam keterangan persnya, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Dwikorita Karnawati, menyebut suhu panas yang sedang terjadi di Indonesia beberapa waktu belakangan bukanlah Gelombang Panas.

"Fenomena udara panas yang terjadi di Indonesia belakangan, jika ditinjau secara lebih mendalam dengan dua penjelasan di atas secara karakteristik fenomena maupun secara indikator statistik pengamatan suhu, tidak termasuk ke dalam kategori Gelombang Panas, karena tidak memenuhi kondisi-kondisi tersebut," terang Dwikorita.

Secara karakteristik fenomena, suhu panas yang terjadi di wilayah Indonesia merupakan fenomena akibat dari adanya gerak semu matahari yang merupakan suatu siklus yang biasa dan terjadi setiap tahun, sehingga potensi suhu udara panas seperti ini juga dapat berulang pada periode yang sama setiap tahunnya.

Sedangkan secara indikator statistik suhu kejadian, lonjakan suhu maksimum yang mencapai 37,2°C melalui pengamatan stasiun BMKG di Ciputat pada pekan lalu hanya terjadi satu hari tepatnya pada 17 April 2023. Suhu tinggi tersebut sudah turun dan kini suhu maksimum teramati berada dalam kisaran 34°C - 36°C di beberapa lokasi.

"Variasi suhu maksimum 34°C - 36°C untuk wilayah Indonesia masih dalam kisaran normal klimatologi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Secara klimatologis, dalam hal ini untuk Jakarta, April-Mei-Juni adalah bulan-bulan saat suhu maksimum mencapai puncaknya, selain Oktober-November," kata Dwikorita.