LIPUTAN KHUSUS:
Ratapan Warga Dairi di PTUN Jakarta
Penulis : Aryo Bhawono
Mereka mendesak PTUN Jakarta mencabut persetujuan lingkungan untuk aktivitas tambang seng dan timah hitam milik PT Dairi Prima Mineral (DPM).
Tambang
Jumat, 23 Juni 2023
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Puluhan warga Dairi, Sumatera Utara melakukan aksi Mangandung di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Mereka mendesak PTUN Jakarta mencabut persetujuan lingkungan untuk aktivitas tambang seng dan timah hitam milik PT Dairi Prima Mineral (DPM) yang saat ini menjadi objek sengketa gugatan warga Dairi dengan tergugat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Mangandung adalah ritual meratap dengan menangis, sebuah tradisi lisan masyarakat Batak Toba yang biasa digelar dalam upacara perkabungan. Warga Dairi ingin menyampaikan pertanian yang subur di Dairi kini terancam karena kehadiran PT DPM yang difasilitasi oleh pemerintah.
Aksi yang dilakukan warga Dairi pada hari ini bertepatan dengan agenda sidang Pembuktian ahli dari penggugat (warga Dairi) dan saksi dari tergugat (KLHK).
Sebelumnya, 11 orang warga Kecamatan Silima Pungga-pungga, Kabupaten Dairi, menggugat Kepmen LHK No. SK: 854/MENLHK/SETJEN/PLA.4/8/2022 tentang Persetujuan Lingkungan untuk aktivitas tambang PT DPM. Gugatan ini didaftarkan ke PTUN Jakarta pada 14 Februari 2023 dan teregister dengan nomor perkara 59/G/LH/2023/PTUN.JKT.
Gugatan warga bukan tanpa sebab. Sejak PT DPM menggelar sosialisasi dan eksplorasi pada 2008, warga menolak keras kehadiran perusahaan itu. Mereka khawatir ancaman bencana jika perusahaan tersebut beroperasi. Pasalnya, Kabupaten Dairi berada di zona merah yang berstatus Rawan Bencana.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Dairi juga pernah menyatakan, Kabupaten Dairi telah berstatus ‘swalayan bencana’ sebab daerah itu pernah mengalami segala jenis bencana.
Namun pada 11 Agustus 2022, KLHK menerbitkan Persetujuan Lingkungan untuk aktivitas tambang PT DPM. Padahal dalam audiensi yang dilakukan warga Dairi di KLHK pada 24 Agustus 2022, yakni 13 hari setelah SK Persetujuan Lingkungan tersebut diterbitkan, pihak KLHK mengatakan bahwa mereka masih belum memberikan persetujuan lingkungan untuk PT DPM.
"Nah, yang paling fatal di 24 Agustus 2022 warga ke KLHK dan disambut oleh humas dari KLHK, beserta Dirjen Gakkum dan Dirjen PDLUK. Di situ kami merasa ditipu", ungkap Dormaida Sihotang, salah satu warga Dairi yang melakukan aksi Mangandung.
Warga sudah berulang kali menyurati Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan KLHK untuk tidak mengijinkan tambang beroperasi di kampung mereka.
“Bahkan kami juga berulang kali ke Jakarta untuk melakukan audiensi. Karena pertanian yang sudah kami kerjakan selama turun temurun dan akan terus diwariskan dari generasi ke generasi, telah cukup menghidupi dan menyejahterakan kami,” pungkasnya.
Muh. Jamil, salah satu kuasa hukum warga dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mengungkapkan persetujuan lingkungan PT. DPM yang diterbitkan oleh Menteri LHK wajib dibatalkan. Sebab tambang bawah tanah seluas 24.000 hektar serta bendungan limbah raksasanya adalah upaya sistematis mengundang bencana industri untuk membumi hanguskan orang Dairi-Aceh Singkil serta seluruh kehidupan pada wilayah tersebut.
Pada 9 Juni 2023 lalu, koalisi masyarakat sipil yang bersolidaritas pada perjuangan warga Dairi ini mengirimkan surat desakan ke Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung untuk memantau proses persidangan yang sedang berjalan ini. Mengingat yang sedang digugat oleh warga Dairi adalah lembaga negara dan korporasi besar. Sehingga harus dipastikan independensi majelis hakim agar tidak diintervensi oelh KLHK dan PT DPM.