LIPUTAN KHUSUS:

KPK Endus Ekspor Bijih Nikel Ilegal ke Cina


Penulis : Aryo Bhawono

Kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 575 miliar dari perhitungan nilai ekspor Januari 2020 sampai dengan Juni 2022.

Tambang

Senin, 26 Juni 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  KPK temukan 5,3 ekspor ilegal bijih nikel (nickel ore) ilegal ke Cina sepanjang Januari hingga Juni 2022. Kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 575 miliar dari perhitungan nilai ekspor Januari 2020 sampai dengan Juni 2022.

Koordinator Supervisi (Korsup) Wilayah V KPK, Dian Patria, mengatakan dugaan ekspor ilegal itu diketahui dari situs web Bea Cukai Cina. Ekspor ini tergolong ilegal karena ekspor bijih nikel dilarang sejak Januari 2020. Pelarangan ini merupakan langkah hilirisasi sektor pertambangan oleh pemerintah.

Ia memaparkan, terdapat selisih data ekspor nikel dari Badan Pusat Statistik (BPS) dengan data Bea Cukai Cina mengenai impor bijih nikel dari Indonesia. 

Pada 2022, Cina mengimpor 1.085.675.336 kilogram nickel ore dari Indonesia. Pada 2021, negara itu mengimpor 839.161.249 kilogram bijih nikel dari Indonesia. Nilainya mencapai 48.147.631 dolar AS. 

Ilustrasi bijih nikel.

Kemudian, pada 2020, tercatat impor 3.393.251.356 kilogram biji nikel dari Indonesia dengan nilai 193.390.186 dolar AS.

KPK menemukan selisih nilai ekspor sebesar Rp 8,6 triliun pada 2020. Pada 2021 ditemukan selisih nilai ekspor sebesar Rp 2,7 triliun, dan Rp 3,1 triliun sepanjang Januari hingga Juni 2022. Dengan demikian, total selisih nilai ekspor sebesar Rp 14.513.538.686.979,60.

Selain itu, KPK menemukan selisih biaya royalti dan bea keluar, yakni Rp 327,8 miliar pada 2020; Rp 106 miliar pada 2021; dan Rp 141,1 miliar pada Januari hingga Juni 2022. Dugaan sementara, total selisih ini, Rp 575 miliar, menjadi dugaan kerugian negara sementara. 

“Ya (dugaan kerugian negara sementara Rp 575 miliar) dari Januari 2020 sampai dengan Juni 2022,” tutur dia, seperti dikutip dari Kompas.com.

Adapun sumber bijih nikel yang diduga diekspor secara ilegal itu diduga berasal dari Sulawesi dan Maluku Utara (Malut). 

Terpisah, dokumen kajian Direktorat Monitoring KPK pada Desember 2021 berjudul ‘Analisis Kerentanan Korupsi: Kebijakan Peningkatan Nilai Tambah Komoditas Nikel’ telah menyebutkan potensi kerugian keuangan negara akibat kehilangan royalti dan bea keluar dari ekspor ilegal bijih nikel menyusul kebijakan hilirisasi nikel. 

Perbandingan data HS Code 2604, antara impor yang dirilis oleh Tiongkok dan data ekspor Indonesia menunjukkan adanya nikel dalam bentuk ore yang diterima oleh Tiongkok pada periode 1 Januari 2020 hingga Desember 2021. Ekspor ilegal bijih nikel masih terjadi meskipun larangan mutlak ekspor biji nikel telah ditetapkan. 

Pada Januari 2020, sejumlah kurang lebih 4jt WMT nikel dengan HS Code 2604 dilaporkan diterima oleh Bea Cukai Tiongkok dari Indonesia, dengan nilai USD 229,8jt ~ Rp 3,2 T. Kehilangan potensi penerimaan negara dari sisi royalti, bea keluar, dan penerimaan negara lain akibat nikel yang seharusnya dapat dilakukan proses pemurnian namun diekspor secara ilegal.