LIPUTAN KHUSUS:

Petani Merica Geruduk kamp PT Vale di Blok Tanamalia


Penulis : Aryo Bhawono

Mereka menuntut PT Vale menghentikan operasi dan keluar dari blok Tanamalia.

Tambang

Selasa, 25 Juli 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Ribuan petani merica berdemonstrasi di kamp PT Vale blok Tanamalia, Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Mereka menuntut perusahaan itu menghentikan operasi dan keluar dari blok Tanamalia.

Para petani merupakan masyarakat Loeha Raya, Kecamatan Towuti, Luwu Timur. Salah satu petani merica, Ali Kamri, mengatakan ribuan petani se Loeha Raya menyampaikan aspirasi bahwa kehidupan mereka sudah sejahtera dari hasil kebun merica, bukan tambang.

"Sampai hari ini PT. Vale tidak pernah mensejahterakan masyarakat Loeha Raya, masyarakat Loeha Raya sudah sejahtera dari hasil perkebunan merica," kata Ali Kamri dalam orasinya, pada Senin (24/7/2023). 

Baharuddin, yang memimpin demonstrasi, mengatakan tujuan kehadiran para petani untuk mempertahankan hak masyarakat Loeha Raya dan menolak tambang nikel di Blok Tanamalia. PT Vale Indonesia harus meninggalkan Tanamalia dalam waktu 7 x 24 jam. Jika tidak, maka masyarakat akan melakukan aksi yang lebih besar dari hari ini.

Petani merica di empat desa di Loeha Raya berdemonstrasi menolak tambang di Kamp PT Vale Blok Tanamalia, Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Sumber foto: Walhi Sulsel

Para petani meminta presiden mengusut tuntas dan memperhatikan tuntutan membebaskan Tanamalia dari tambang Pt Vale. Mereka beranggapan konsesi PT Vale bertentangan dengan UU No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan dampak sosial ekonomi yang akan terjadi di masyarakat.

Mereka pun mendesak kepada Dirjen Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencabut IUP PT Vale Indonesia yang berada di Tanamalia. 

“Pemerintah Daerah dalam hal ini Bupati Luwu Timur seharusnya segera hadir di tengah-tengah masyarakat Loeha Raya,” ucap Baharuddin.

Seorang buruh tani perempuan bernama Ecce meminta semua perempuan turut mendukung tuntutan petani ini. Menurutnya bekerja sebagai buruh petik merica di Tanamalia mencukupi kebutuhan hidup.

“Saya bekerja tanpa memerlukan ijazah dan wawancara. Saya hidup dengan memanfaatkan tanah, air, dan udara secara gratis. 

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulsel, Muhammad Al Amin, menyebutkan aksi ini digelar setelah para petani melakukan konsolidasi di empat desa. Mereka merasa terancam karena aktivitas tambang akan merusak pertanian mereka.

“Pemerintah seharusnya jangan hanya berpikir soal investasi saja. Tambang ini tak memuat keadilan bagi petani yang berpuluh tahun hidup di Tanamalia,” ungkapnya. 

Ia menyebutkan paling tidak ada tiga aspek yang terancam dari operasi tambang ini, yakni kelestarian pegunungan Tanamalia sebagai bentang alam hutan hujan, ekosistem danau Towuti, dan kehidupan petani merica yang menggantung hidup dari pegunungan.