LIPUTAN KHUSUS:
Warga Dairi: Persetujuan Lingkungan Tambang PT DPM Harus Ditarik
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Persetujuan Lingkungan yang diperoleh perusahaan tambang PT DPM harus dicabut, menyusul putusan PTUN Jakarta yang memenangkan gugatan warga Dairi.
Tambang
Senin, 31 Juli 2023
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Persetujuan Lingkungan Hidup yang diberikan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) kepada PT Dairi Prima Mineral (DPM) harus ditarik. Menyusul dikabulkannya gugatan warga Dairi terhadap Persetujuan Lingkungan PT DPM, oleh Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha (PTUN) Jakarta, 24 Juli 2023 kemarin.
“Saya dan masyarakat lain senang pengadilan di Jakarta setuju bahwa perusahaan tambang dan KLHK telah bertindak tidak adil kepada kami, juga kepada lingkungan. Jelas tambang akan mengakibatkan bencana. Namun begitu, kementerian tetap memberikan persetujuan. Jadi sekarang pengadilan harus memastikan pemerintah menarik persetujuan itu,” ucap Inang Rainin Purba, perwakilan masyarakat Dairi, dalam pernyataan tertulisnya, Kamis (27/7/2023).
Perhimpunan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (Bakumsu), yang menjadi kuasa hukum warga Dairi dalam gugatan ini, menyebut yang sudah ada pakar teknik dan lingkungan bertaraf dunia yang bersaksi sejak 2019 yang menyatakan tambang mineral yang diusulkan PT DPM itu akan membahayakan keselamatan dan juga lingkungan. Laporan pakar tersebut bahkan juga sudah diserahkan ke KLHK.
"Namun, kementerian menyetujui tambang. Masyarakat memprotes dan membuat petisi. Kementerian tetap menyetujui tambang. Sungguh tidak bisa dipercaya. Sekarang, lega rasanya PTUN bisa memperbaiki hal ini. Ini kemenangan besar bagi masyarakat,” terang Tongam Pangabean, Direktur Eksekutif Bakumsu.
Tongam menguraikan, dalam presentasi pada 2021 lalu, yang dibagikan kepada KLHK, pakar internasional bidang hidrologi tambang, Dr Steven Emerman menyimpulkan, dari sekian banyak proyek tambang yang pernah ia kaji, baru tambang PT DPM yang begitu abai terhadap kehidupan manusia.
Richard Meehan, lanjut Tongam, pakar internasional bidang konstruksi bendungan di area rentan gempa melaporkan pada 2020, 2021 dan 2022, seluruh bukit yang menjadi lokasi usulan pembangunan fasilitas penyimpanan tailing tambang PT DPM dipenuhi dengan abu vulkanik yang tidak stabil. Area ini juga merupakan salah satu zona berisiko gempa tertinggi di dunia, disertai dengan badai besar dan banjir yang tinggi.
Meehan memprediksi kemungkinan akan terjadinya kerusakan bendungan, yang mungkin merupakan kerusakan yang bisa membawa bencana dengan jutaan ton tailing yang beracun mengalir menuruni bukit menuju desa-desa.
Inang Sudur Sitorus, perwakilan warga Dairi lainnya mengaku tidak menginginkan ada aktivitas pertambangan di wilayah tempat tinggalnya. Sebab sejak puluhan tahun lamanya warga sudah melakukan pertanian produktif di wilayah itu.
“Kami menyumbang kepada perekonomian provinsi dan nasional. Kami ingin pemerintah mendukung kami, bukan memperbolehkan tanah dan sungai kami dirusak. Kami tidak mau ada penambangan di wilayah kami. Tidak sampai kapan pun. Kami ingin tetap bisa melanjutkan pertanian kami,” ujarnya.
Mangatur Lumbantoruan, warga Dairi lainnya, berpesan agar pihak KLHK maupun pihak perusahaan tidak mengajukan banding. Menurutnya, sudah tidak ada pertimbangan lain lagi apabila menyangkut penambangan di daerahnya.
Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Nasional, Melky Nahar memandang, ada persoalan perihal ketaatan terhadap hukum dan peraturan di Indonesia. KLHK, katanya, menyetujui usulan pembangunan bendungan tailing tambang PT DPM tanpa rekomendasi atau kajian dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Padahal kajian dari PUPR itu merupakan persyaratan yang diatur dalam Peraturan Menteri PUPR Nomor 27/PRT/M/2015.
“Ada persyaratan untuk mempertimbangkan dampak dari potensi rusaknya bendungan tailing. Berulang kali DPM tidak mempertimbangkan dampak ini dan tidak merancang bendungan mereka sesuai standar yang legal dan bisa diterima,” terang Melky.
Pakar teknis, lanjut Melky, sudah memberi pengertian kepada pengadilan bahwa seluruh wilayah tambang PT DPM tidak memiliki sifat geologis yang stabil, dengan tak satu pun lokasi yang cocok untuk membangun bendungan tailing. Sehingga menurutnya, KLHK sebaiknya tidak lagi mempertimbangkan proposal penambangan apa pun untuk wilayah tersebut.
"Terhadap putusan pengadilan saat ini hendaknya tidak dilakukan banding dan DPM sebaiknya tidak diizinkan untuk mulai beroperasi,” katanya.
Tongam yakin, kasus pertambangan PT DPM ini merupakan kasus penting bagi Indonesia. Sebab Negara yang memiliki Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan justru menyetujui tambang yang dapat membaca bencana yang tidak diinginkan warganya.
“Dengan pengadilan mengonfirmasikan bahwa proses yang semestinya tidak dijalankan, dan bahwa tambang DPM menunjukkan bahaya yang jelas, ia merupakan preseden yang harus diikuti di masa mendatang. Kementerian harus menerima dan tidak melakukan banding atas keputusan pengadilan ini,” hemat Tongam.
Tongam menambahkan, saat ini Dunia tengah beralih ke misi nol emisi karbon. Listrik dan baterai yang bisa diperbarukan akan menggantikan penggunaan minyak berbahan fosil. Dalam situasi ini, pemerintah Indonesia ingin negara ini menjadi pusat penambangan mineral penting dan memproduksi baterai yang bisa diisi ulang.
"Namun demikian, Indonesia hanya bisa menyatakan dirinya Negara penambang yang bertanggung jawab dengan jalan menyingkirkan proyek-proyek penambangan yang tidak bertanggung jawab,” imbuhnya.
Sebelumnya, pada 24 Juli 2023 kemarin, Majelis Hakim PTUN Jakarta mengabulkan gugatan warga Dairi untuk seluruhnya. Dalam perkara nomor 59/G/LH/2023/PTUN.JKT yang didaftarkan pada 14 Februari 2023 itu, 11 orang sebagai perwakilan warga Dairi menggugat penerbitan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) RI No: SK.854/MENLHK/SETJEN/PLA.4/8/2022 tentang Persetujuan Lingkungan Hidup Kegiatan Pertambangan Seng dan Timbal di Kecamatan Silima Pungga-Pungga, Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara yang diberikan kepada PT DPM.