LIPUTAN KHUSUS:

Walhi: Solusi Pemanasan Global adalah Kurangi Emisi Karbon


Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Krisis iklim berupa pemanasan global yang sedang terjadi dapat dimitigasi dengan mengurangi emisi karbon.

Iklim

Senin, 07 Agustus 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Suhu panas yang melanda sejumlah kota besar dan mulai tenggelamnya beberapa daerah pesisir dianggap sebagai manifestasi krisis iklim yang sedang terjadi. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) berpendapat, krisis iklim ini dapat dimitigasi dengan mengurangi pelepasan atau emisi karbon.

"Penyebab utama bumi semakin panas adalah pelepasan karbon yang berlebihan, sehingga tidak mampu menyerapnya. Maka solusinya mengurangi pelepasan karbon," ujar Muhammad Islah, Deputi Internal Walhi, dalam diskusi perdagangan karbon di Jakarta, Jumat (4/8/2023) pekan lalu, dikutip dari Antara.

Islah mengatakan, selama tiga abad terakhir umat manusia telah melepaskan karbon dalam jumlah yang sangat besar, bahkan melebihi kemampuan bumi untuk menyerapnya. Dijelaskannya, bila karbon yang dilepas terlalu besar dan bumi tak mampu menyerapnya, maka jumlah karbon yang besar itu akan menyelubungi bumi, menyebabkan panas matahari terhalang. Fenomena itu biasa disebut rumah kaca.

"Proses pelepasan karbon yang sangat besar terjadi dalam 300 tahun terakhir dan para ahli menyebutnya pasca-revolusi industri, yaitu proses semakin cepat dan kerusakan juga semakin cepat kira rasakan," terang Islah.

Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) bertenaga batu bara melepaskan emisi karbon dioksida, yang menjadi salah satu faktor terbesar pemanasan global saat ini. Foto: loe.org

Islah menyebut, bila negara-negara industri enggan menurunkan produksi, maka emisi karbon tidak akan berkurang, karena karbon terus dihasilkan oleh mesin-mesin industri. Sementara, negara-negara dunia ketiga diminta untuk tidak melakukan ekstraksi terhadap alam dengan tidak melakukan penebangan hutan, tidak melakukan penambangan dan berbagai larangan lainnya.

Menurut Islah, perbedaan tersebut lantas melahirkan proses tukar guling antara negara-negara maju dengan negara-negara dunia ketiga. Proses tukar guling ini biasa disebut sebagai mekanisme offset. Bagi Walhi, proses offset dalam perdagangan karbon menjadi salah satu hal yang sangat menyesatkan, karena offset tidak menghambat pemanasan global.

"Kenapa demikian? Karena emisi yang dikeluarkan oleh industri tidak berkurang. Proses penciptaan barang-barang tidak berkurang, terus-menerus terjadi, dan terus-menerus semakin masif, maka konsumen juga akan terus-menerus mengkonsumsi lebih besar daripada yang dia butuhkan," terang Islah.

Mekanisme pasar karbon, lanjut Islah, telah menempatkan karbon sebagai komoditas dagang. Para pemilik modal yang memiliki sumber daya besar dapat menguasai hutan-hutan dalam jangka panjang hanya demi mesin-mesin industri mereka tetap beroperasi dan berproduksi.

Masih kata Islah, mekanisme offset pasar karbon, menurutnya berpotensi menghancurkan wilayah yang menjalankan berbagai kegiatan industri, lalu membayar uang kepada para penjaga hutan sebagai alat penebus dosa. Sementara itu, hak-hak masyarakat yang berada di wilayah industri tersebut dalam posisi yang sangat mengerikan, dan menderita, sebab alam yang rusak akibat aktivitas industri.

"Kita membayar untuk bernafas dan menurut saya ini paling mengerikan," ucap Islah.