LIPUTAN KHUSUS:
Gunung Mas Jadi Kabupaten dengan Hutan Adat Terluas
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Penetapan 15 Hutan Adat tersebut menjadikan Gunung Mas menjadi kabupaten dengan Hutan Adat terluas se-Indonesia.
Masyarakat Adat
Senin, 14 Agustus 2023
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Sebanyak 15 Hutan Adat seluas kurang lebih 68.326 hektare di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah (Kalteng), ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Penetapan tersebut menjadikan Gunung Mas menjadi kabupaten dengan Hutan Adat terluas se-Indonesia.
Lima belas masyarakat hutan adat (MHA) yang ditetapkan Hutan Adatnya itu terdiri dari MHA Rungan, MHA Dayak Ngaju Lewu Tehang Manuhing Raya, MHA Dayak Ngaju Lewu Tumbang Bahanei, MHA Dayak Ngaju Lewu Tumbang Malahoi, MHA Dayak Ot Danum Himba Atang Ambun Liang Bungai, dan MHA Dayak Ot Danum Lowu Tumbang Hatung.
Kemudian, MHA Dayak Ngaju Lewu Tumbang Kuayan; MHA Dayak Ot Danum Lowu Tumbang Anoi, MHA Dayak Ot Danum Lowu Tumbang Mahuroi, MHA Dayak Ot Danum Lowu Lawang Kanji, MHA Dayak Ot Danum Lowu Karetau Sarian, MHA Dayak Ot Danum Lowu Karetou Rambangun, MHA Dayak Ot Danum Lowu Tumbang Maraya, MHA Dayak Ot Danum Lowu Tumbang Posu, dan MHA Dayak Ot Danum Lowu Tumbang Marikoi.
"Momentum penetapan 15 Hutan Adat di Gunung Mas ini merupakan salah satu capaian positif dalam rangka memperingati perayaan hari Masyarakat Adat Sedunia yang diperingati setiap tanggal 9 Agustus," ujar Wakil Menteri LHK Alue Dohong, saat penyerahan salinan SK Penetapan Status Hutan Adat di Kabupaten Gunung Mas kepada Bupati Gunung Mas didampingi Dirjen PSKL Bambang Supriyanto di Jakarta, Selasa (8/8/2023).
Alue Dohong mengatalam penetapan Hutan Adat ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta memberi manfaat yang nyata kepada masyarakat hari ini dan kelak kemudian hari. MHA dengan segala dinamikanya saat ini semakin mengemuka dalam tata kehidupan sosial, ekonomi Indonesia.
Dia bilang, kearifan lokal dan pengetahuan lokal yang selama ini dijaga, dihayati dan dilakukan oleh MHA merupakan penyeimbang dari globalisasi dan modernisasi yang terkadang tidak sesuai dengan kondisi geografis, budaya, maupun sosial dari suatu wilayah, termasuk masyarakat adat di wilayah Gunung Mas.
Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) Bambang Supriyanto, mengatakan, berbagai upaya percepatan dalam rangka pengakuan MHA dan Penetapan Status Hutan Adat terus dilakukan. Salah satunya melalui kerja bersama antara Tim Terpadu KLHK dengan kementerian dan lembaga terkait, pemerintah provinsi dan Pemerintah Kabupaten Gunung Mas, termasuk CSO atau pendamping, yang dimulai sejak 10 Februari 2023 sampai dengan 8 Agustus 2023.
Tim Terpadu dimaksud bekerja berdasarkan arahan Menteri LHK, Wakil Menteri LHK, dan supervisi dari Direktur Jenderal PSKL. Hasil kerja Tim Terpadu tersebut menjadi rekomendasi bagi Bupati Gunung Mas untuk menetapkan 15 SK Pengakuan dan Perlindungan MHA sebagai dasar Menteri LHK untuk menetapkan status Hutan Adat dengan luas keseluruhan kurang lebih 68.326 hektare.
Kepala Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), Kasmita Widodo, mengatakan, wilayah adat yang telah diregistrasi oleh BRWA sampai saat ini baru 1.336 wilayah, dengan luas mencapai sekitar 26,9 juta hektare. Peta wilayah adat itu tersebar di 32 provinsi dan 155 kabupaten/kota.
“Dari 1.336 total wilayah adat teregistrasi di BRWA, sebanyak 219 wilayah adat sudah ditetapkan pengakuannya oleh pemerintah daerah dengan luas mencapai 3,73 juta hektare atau sekitar 13,9%. Masih ada sekitar 23,17 juta hektare wilayah saat ini yang belum ada pengakuan oleh pemerintah daerah,” kata Kasmita Widodo, dalam konferensi pers yang digelar Rabu (9/8/2023).
Kasminta menyebut, dengan demikian total hutan adat yang sudah mendapat pengakuan sebanyak 123 Hutan Adat dengan luas mencapai 221.648 hektare.
Kepala Divisi Data dan Informasi BRWA, Ariya Dwi Cahya, dari analisis tutupan hutan di 1.336 wilayah adat, BRWA mengidentifikasi ada sekitar 12,9 hektare wilayah yang masih berupa hutan primer, dan 5,37 juta hektare hutan sekunder.
"Pada areal hutan sekunder sudah cukup banyak dikelola oleh badan usaha yang mendapat Perijinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) dari pemerintah," kata Arya.