LIPUTAN KHUSUS:
Aliansi Sulawesi: Ilusi Klaim Keberhasilan Hilirisasi Jokowi
Penulis : aryo Bhawono
Hilirisasi nikel di tiga provinsi Pulau Sulawesi itu justru menghancurkan biodiversitas hingga menghilangkan nafkah nelayan serta petani.
Tambang
Rabu, 23 Agustus 2023
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Aliansi Sulawesi menganggap klaim Presiden Jokowi tentang keuntungan hilirisasi nikel sebagai ilusi. Industri nikel di pulau itu justru menghancurkan biodiversitas hingga menghilangkan nafkah nelayan serta petani.
Presiden Joko Widodo mengungkap keuntungan hilirisasi nikel memberikan keuntungan besar. Sebanyak 43 smelter nikel yang telah dibangun di Indonesia akan menghasilkan peluang kerja yang sangat besar bagi masyarakat Indonesia.
"Sebagai gambaran, setelah kita stop ekspor nikel ore di 2020. Investasi hilirisasi nikel tumbuh pesat kini telah ada 43 pabrik pengolahan nikel yang akan membuka peluang kerja yang sangat besar," ujar presiden pada Pidato Kenegaraan hari ini, Rabu lalu (16/8/2023).
Aliansi Sulawesi menganggap pernyataan Jokowi tak didasari fakta, data dan tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Bahkan kami pernyataan itu keliru dan terkesan membolak balikkan fakta terkait daya rusak hilirisasi atau smelter baik dari segi lingkungan maupun perekonomian masyarakat.
Data yang dimiliki aliansi menunjukan angka kemiskinan di Pulau Sulawesi masih tinggi bahkan meski ada hilirisasi nikel. Tingkat kemiskinan Sulawesi Tengah mencapai 12,33 persen dari populasi, atau termasuk 10 provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Indonesia. Kondisi juga tercermin dari rasio gini dan pendapatan daerah yang rendah bila dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia.
Sedangkan di Sulawesi Selatan, data penduduk miskin mencapai 8,70 persen. Kemudian di Sulawesi Tenggara, pertumbuhan angka kemiskinan mencapai 10,11 persen Angka ini bahkan merupakan rekor pertumbuhan warga miskin tertinggi dalam delapan tahun terakhir.
Padahal tiga provinsi tersebut merupakan penghasil nikel terbesar. Artinya narasi hilirisasi dapat membuka ribuan lapangan kerja masih sekedar omong kosong sebab tidak menjawab hilangnya lapangan pekerjaan bagi petani, nelayan dan perempuan. Malah faktanya, keberadaan industri nikel malah menambah kerusakan ekosistem hutan hujan, sungai, danau, hingga pesisir dan laut yang selama ini menjadi sumber penghasilan masyarakat lokal yang berprofesi sebagai petani dan nelayan.
“Kami perlu menjelaskan ke publik fakta yang sesungguhnya, agar publik tidak menelan mentah-mentah pidato Presiden Joko Widodo sebagai sebuah kebenaran. Kami perlu menjelaskan bahwa akibat proyek hilirisasi nikel ada banyak dampak yang ditimbulkan, baik kepada lingkungan hidup utamanya kepada masyarakat,” ucap Direktur Eksekutif Daerah Walhi Sulawesi Selatan, Muhammad Al Amin, yang tergabung dalam koalisi ini melalui rilis pers.
Direktur Eksekutif Daerah Walhi Sulawesi Tengah, Sunardi, mengungkapkan proyek hilirisasi mineral atau pembangunan smelter nikel di Indonesia serta tambang nikel di pulau ini semakin meningkat dan tak terkendali. Akibatnya, hutan dirusak, sungai-sungai dicemari logam berat, dan pesisir serta laut dicemari lumpur.
Selama ini ekosistem hutan hujan di Pulau Sulawesi tidak hanya menjadi sumber ekonomi dan penyangga bagi kehidupan masyarakat melainkan sebagai habitat yang sangat esensial bagi flora dan fauna endemik. Pertambangan nikel yang semakin meningkat mengakibatkan kehancuran habitat flora dan fauna Pulau Sulawesi dihancurkan.
“Tak ada perlindungan keanekaragaman hayati di sini, bahkan atas nama hilirisasi pemerintah malah menerbitkan izin-izin usaha pertambangan di dalam kawasan hutan,” ungkap Sunardi.
Catatan dan kajian Aliansi Sulawesi menyebutkan pemerintah telah menerbitkan 188 IUP di dalam kawasan hutan di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Kabupaten Konawe dan Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, dan Kabupaten Morowali dan Morowali Utara, Sulawesi Tengah. Luas kawasan hutan yang dikorbankan pemerintah untuk menyuplai ore nikel ke smelter-smelter nikel di Sulawesi seluas 372.428 hektar.
Direktur Eksekutif Daerah Walhi Sulawesi Tenggara, Andi Rahman, mengungkapkan polusi udara dan air akibat aktivitas melter memenuhi udara berbagai kawasan. Debu dan asap yang dihasilkan smelter dari proses peleburan bijih nikel dan PLTU Captive sebagai pendukung daya listrik smelter memberikan beban ganda terhadap lingkungan hidup, udara yang bersih dan sehat.
Selain itu rata-rata perusahaan smelter di Sulawesi tidak memiliki standar dan sistem pengelolaan limbah yang baik. Sungai, danau, dan laut di Sulawesi tercemar limbah. Bahkan ada beberapa sungai dan danau di Sulawesi tercemar logam berat jenis Kromium Heksavalen yang melebihi ambang batas baku mutu.
“Ini sangat berbahaya dan tidak pantas dilebih-lebihkan oleh Joko Widodo sebagai suatu keberhasilan,” tandasnya.
Ia menekankan, aktivitas smelter yang rat-rata dilakukan oleh perusahaan asal Cina seharusnya dievaluasi. Perusahaan China setidaknya menguasai 80 persen smelter nikel di Indonesia. Di Sulawesi Selatan ada Huadi Group. Di Sulawesi Tengah dan Tenggara dikuasai oleh Tsingsang dan Delong Group. Artinya, yang mendapatkan keuntungan paling besar dari hilirisasi nikel di Indonesia adalah group perusahaan China, perusahaan Brazil dan Jepang.