LIPUTAN KHUSUS:
Provinsi Sultra Keluhkan DBH Tambang
Penulis : Aryo Bhawono
Pemerintah daerah justru hanya menanggung dampak pertambangan.
Tambang
Senin, 04 September 2023
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara keluhkan pertambangan tak sejahterakan masyarakat lokal. Pemerintah daerah justru hanya menanggung dampak pertambangan.
Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Bappeda Sultra, Johannes Robert Maturbongs, mengungkapkan sumber pendanaan pembangunan daerah Sultra dari Dana Alokasi Umum (DAU) saat ini tak mencukupi. Dari besaran DAU tahun 2023, hanya Rp 8 miliar yang bisa digunakan pemerintah daerah.
Sisa anggaran ini terbatas, pelaksanaan pembangunan yang menjadi prioritas pemerintah daerah pun tak bisa tidak bisa optimal.
“Kita butuh dana yang cukup untuk menuntaskan program di daerah termasuk menyinkronkan berbagai program pusat. Namun Pendapatan Asli Daerah (PAD) kita masih belum besar. Makanya, kami ingin seluruh instansi memikirkannya,” ujar Maturbongs saat Focus Discussion Group (FDG) di Plaza Inn Hotel Kendari, Selasa (29/8/2023), seperti dikutip dari Kendari Pos.
Secara kasat mata sumber pendanaan pembangunan yang berasal dari dana alokasi umum (DAU) terlihat besar. Namun sebenarnya, sangat kecil yang bisa dimanfaatkan daerah. Sebab sebagaian DAU yang ditransfer telah diporsikan pada pos-pos anggaran yang ditetapkan pemerintah pusat. Melalui kebijakan earmarking, program-program prioritas yang dijalankan semakin terpusat.
Menurutnya ada sumber lain yang bisa menjadi jalan keluar, salah satunya eksplorasi kekayaan tambang. Namun kontribusi DBH sektor tambang belum sebanding. Sebab daerah tak punya kewenangan, sebagian besar kebijakan di sektor pertambangan di tangan pemerintah pusat.
“Kita tak bisa berharap banyak dengan DBH. Akibatnya, kita hanya menyandang status daerah penghasil tambang. Namun realita di lapangan, apa yang dirasakan masyarakat masih jauh dari harapan. Yang dirasakan masyarakat justru efek negatif dari aktifitas tambang. Mulai dari bencana banjir hingga kerusakan lingkungan. Saya berharap hasil FGD ini bisa menghasilkan solusi,” ungkapnya.
Sekretaris Provinsi (Sekprov) Sultra,Asrun Lio, menyebutkan eksplorasi tambang di Sultra murni kebijakan pemerintah pusat. Kebijakan tersebut belum menguntungkan daerah, banyak hak-hak daerah yang belum terpenuhi sehingga tidak terkesan hanya memberikan efek buruknya saja.
Paling tidak, DBH yang ditransfer harus sebanding dengan hasil kekayaan alam Sultra yang disetor ke negara.
“Semoga setelah pertemuan ini ada solusi yang diperoleh. Saya kira perlu ada evaluasi kembali sumber -sumber pendapatan daerah yang bisa diperoleh termasuk dari tambang,” ujarnya.
Ia menyampaikan untuk bisa mengevaluasi program-program pembangunan untuk bisa sinkron dengan daerah. Diantaranya isu yang lagi santer seperti penanganan stunting dan upaya pengentasan kemiskinan.
Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Sultra, Syarwan menambahkan kondisi keuangan yang masih belum stabil. Atas dasar itulah, negara harus mengevaluasi setiap pengeluaran. Seperti dana alokasi ke daerah harus sesuai sasaran.
Soal pertambangan, Syarwan mengelak jika tidak menguntungkan daerah. Sebab ada porsi yang telah diberikan. Misalnya adanya dana desa (DD) yang nilainya triliunan. Selain itu, dana kesehatan, dana pendidikan termasuk anggaran untuk pendanaan stunting.
“Bila dikalkulasi anggarannya tidak sedikit. Itulah dari pajak dan pendapatan negara yang digunakan dalam pembangunan,” paparnya.
Terpisah, data BPS Sultra menyebutkan saat ini di provinsi tersebut terdapat 138 perusahaan tambang yang tersebar di berbagai kabupaten/ kota.