LIPUTAN KHUSUS:
Bantahan Menteri LHK Tak Cukup Lindungi Hutan Kaltim
Penulis : Aryo Bhawono
Menteri Siti Nurbaya membantah ada pemutihan di RTRWP Kaltim, sayang tak dibarengi oleh sikap. Hutan Kaltim masih terancam.
Hutan
Jumat, 01 September 2023
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, membantah ada pemutihan di RTRW Provinsi Kalimantan Timur. Namun bantahan ini dirasa normatif dan tak cukup untuk melindungi hutan dan keanekaragaman hayati di Kaltim.
Bantahan ini disampaikan dalam Rapat Kerja Komisi IV DPR dengan Menteri Lingkungan LHK di Gedung DPR, Senayan, Jakarta pada Kamis (31/8/2023).
“Pemutihan RTRW Kaltim, kami laporkan bahwa itu tidak benar,” ucapnya dalam rapat bersama DPR yang ditayangkan melalui youtube.
Paling tidak di Kementerian LHK, kata dia, itu belum terjadi. KLHK sedang melakukan penelitian untuk memenuhi prosedur perubahan tata ruang itu ada prosedurnya.
Juru Kampanye Auriga Nusantara, Hilman Afif, mengungkap bantahan Menteri Siti tak cukup dan sekedar normatif. Seharusnya selaku Menteri LHK ia memiliki kepentingan untuk melestarikan hutan dan menjaga biodiversitas.
“Selaku Menteri LHK, seharusnya dia tegas menolak, jangan bermain kata saja. Jika hutan ini dilepaskan melalui RTRW maka ke depan tidak akan pernah ada kabar baik untuk hutan,” ucap dia.
Auriga Nusantara sendiri tergabung dalam Koalisi Indonesia Memantau yang melaporkan ada usulan pelepasan dan penurunan status kawasan hutan seluas 612.355 hektar dalam revisi RTRWP Kaltim.
Koalisi ini juga tergabung Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Forest Watch Indonesia (FWI), dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kaltim.
Terdapat 156 izin konsesi perusahaan di atas kawasan hutan yang akan dilepaskan tersebut. Perusahaan-perusahaan itu terdiri dari sektor pertambangan, kelapa sawit skala besar, dan perkebunan kayu. Sebesar 56 persen kawasan hutan yang akan dilepaskan itu masih berupa hutan alam dan menjadi habitat bagi orangutan serta badak sumatera.
Total terdapat 736.055 hektare (ha) hutan yang bakal diubah fungsi dan peruntukannya. Seluas 612.366 ha berupa pelepasan kawasan hutan dan 101.316 ha penurunan kawasan hutan. Hanya seluas 19.858 ha mendapat peningkatan status kawasan hutan, dan sisanya, seluas 2.054 ha atau 2,7 persen tidak berubah statusnya.
Selain itu, peliputan kolaborasi Betahita dan Koran Tempo mengungkap penurunan status HL KH Sungai Ratah-Sungai Nyuatan-Sungai Lawa mencapai 100.316 ha di Kaltim. Usulan ini tertera dalam ‘Buku Lokasi Usulan Perubahan Peruntukan dan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Dalam Rangka RTRWP’ Kaltim milik Tim Terpadu bentukan KLHK.
Dua lokasi penurunan status kawasan hutan lindung menjadi HPT dengan kode MU.15 seluas 80.774,33 ha dan MU.16 seluas 19.542,07 ha. Keduanya berada di HL KH Sungai Ratah-Sungai Nyuatan-Sungai Lawa.
Padahal wilayah tersebut dikenal sebagai kantong 1 habitat badak sumatera sub spesies kalimantan (Dicerorhinus sumatrensis harrissoni). Hingga saat ini teridentifikasi satu badak bernama Pari di habitat tersebut.
Hasil analisis pemetaan menunjukkan terdapat lima izin usaha pertambangan seluas 56.396 ha terdapat di atas hutan lindung yang diturunkan statusnya tersebut.
Perusahaan itu diantaranya adalah PT Pari Coal yang mengantongi izin seluas 23.287 ha, PT Ratah Coal seluas 21.465 ha, PT Maruwai Coal seluas 10.223 ha, PT Lahai Coal seluas 1.354 ha, dan Energy Persada Khatulistiwa seluas 65,7 ha.
Empat perusahaan diantaranya yang disebutkan tadi merupakan Grup Adaro: PT Pari Coal, PT Ratah Coal, PT Maruwai Coal, dan PT Lahai Coal.