LIPUTAN KHUSUS:

Separuh Tambang Emas Ilegal di Aceh di Kawasan Ekosistem Leuser


Penulis : Gilang Helindro

Pertambangan emas tanpa izin (PETI) di Aceh mencapai luas total 3.500,55 hektare. Sekitar 2.318,36 hektare dalam wilayah Kawasan Ekosistem Leuser (KEL).

Tambang

Selasa, 12 September 2023

Editor :

BETAHITA.ID - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh melaporkan  pertambangan emas tanpa izin (PETI) di Aceh mencapai 3.500,55 hektare. Sekitar 2.318,36 hektare di antaranya berada dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL). 

"Sebanyak 66,23 persen luas PETI hasil digitasi masuk dalam KEL yang tersebar di tiga kabupaten, Aceh Barat, Nagan Raya, dan Aceh Selatan," ujar Kadiv Advokasi dan Kampanye Walhi, Afifuddin Acal. “90 persen PETI ini berada di daerah aliran sungai (DAS),” katanya saat dihubungi Senin, 11 September 2023.

Menurut data Walhi Aceh, luas PETI hasil digitasi hingga Agustus 2023 lebih banyak 49,13 persen dibandingkan data milik ESDM Aceh. Data ESDM Aceh 1.719,65 hektare, sedangkan data Walhi Aceh 3.500,55 hektar. Selisih 1,780.90 hektare,” kata Afifiddin.

Mengutip paparan Affifudin, Kepala ESDM Aceh, Ir Mahdinur, mengungkapkan sejak 2012 PETI di aliran sungai dilakukan dengan menggunakan alat berat. PETI lainnya dilakukan pada endapan primer dengan membuka lubang-lubang tikus. Pengolahanannya dengan menggunakan merkuri (logam berat) yang berbahaya. 

Sekitar 606,85 hektare pertambangan tanpa izin berada di Kecamatan Pante Ceuereme, Aceh Barat. Foto: googleearth/Walhi Aceh

Mahdinur menyebutkan, untuk menertibkan PETI, saat ini ESDM Aceh telah membuat seruan bersama dengan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah Aceh, melakukan koordinasi dengan aparat penegak hukum dalam penertiban PETI, dan menyusun pergub tentang penyiapan dan penetapan WIUP (Wilayah Izin Udaha Pertambangan) serta WPR (Wilayah Pertambangan Rakyat). Kata Mahdinur, penertiban PETI di Aceh memiliki sejumlah kendala. Pertama, lokasi PETI sulit dijangkau, apalagi dalam kawasan hutan. Kedua, terbatasnya dana dan sumber daya manusia dalam penertiban PETI. Ketiga, rendahnya pendidikan pekerja di PETI dan minimnya lapangan pekerjaan. 

Dia menambahkan, PETI mengakibatkan berbagai kerugian. Di antaranya, kerusakan lingkungan, kecelakaan kerja yang mengakibatkan korban jiwa, dan tidak adanya kontribusi terhadap pendapatan daerah dan negara. Menyoal perusahaan tambang yang ikut menambang emas padahal izinnya penambangan yang lain, ia mengingatkan agar perusahaan tidak melakukan aktivitas atau kegiatan yang menyalahi izin usaha pertambangan (IUP) yang dimiliki dalam wilayahnya. "Perusahaan tidak boleh melakukan penambangan emas kalau izinnya itu untuk kegiatan penambangan biji besi," katanya.

Menanggapi maraknya PETI di Aceh, Walhi Aceh mendesak pemerintah dan pihak terkait untuk mencari solusi. Misalnya, kata Afif, dengan skema Wilayah Pertambangan Rakyat. Skema WPR ini, kata dia, akan memaksa PETI beroperasi sesuai dengan prosedur, sehingga tidak berdampak buruk terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar.  

Jika kegiatan masih berupa pertambangan tanpa izin, kata dia, aktivitasnya tidak bisa terkontrol. Terutama penggunaan bahan kimia saat mengolah emas. “Namun kalaupun dikelola dengan skema WPR, harus dipastikan penerima manfaatnya. Seperti masyarakat setempat,” katanya.  

Walhi juga meminta Dinas ESDM mengupdate data. Pasalnya ESDM Aceh hanya mencatat pertambangan tanpa izin di Aceh seluas  1.700an hektare. Data tersebut jauh berbeda dengan dimiliki Walhi, yakni sekitar 42,31 persen lebih luas. Padahal, data Walhi juga akan terus diupdate. Jadi "dapat bertambah pada bulan selanjutnya,” ujarnya.