LIPUTAN KHUSUS:
Kawasan Industri Hijau di Kaltara Dilistriki PLTU Batu Bara
Penulis : Kennial Laia
Rencana pembangunan Kawasan Industri Hijau Indonesia (KIHI) di Kalimantan Utara dinilai kontradiktif, karena akan menggunakan listrik dari PLTU batu bara sebesar 1.425 hingga 1.900 megawatt.
Energi
Selasa, 19 September 2023
Editor :
BETAHITA.ID - Kawasan Industri Hijau Indonesia (KIHI) di Tanah Kuning, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, ditengarai akan menerima pasokan listrik yang signifikan dari pembangkit listrik bertenaga batu bara. Hal ini dinilai kontradiktif dan berpotensi mengancam komitmen iklim Indonesia dalam menghadapi perubahan iklim.
Analisis terbaru dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) mengungkap, rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara tersebut untuk memenuhi pasokan listrik industri sebesar 1.425 hingga 1.900 megawatt di KIHI. Jumlah listrik batu bara juga diduga lebih besar dari daya yang akan dihasilkan dari pembangkit energi terbarukan.
PLTU batu bara disebut sebagai energi kotor karena menghasilkan emisi, pemicu pemanasan global dan krisis iklim. Sekalipun menggunakan teknologi ultra supercritical (USC), polutan tetap ada. Di antaranya nitrogen dioksida (NOx), sulfur dioksida (SOx), partikulat meter PM2.5, dan merkuri yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Emisi PM2.5 dan merkuri berpotensi menyebabkan kematian dini dan penyakit.
Menurut Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira, terdapat inkonsistensi dalam branding kawasan industri hijau dan masih menggunakan PLTU batu bara yang tinggi karbon. “Kalau judulnya kawasan hijau dan ingin memproduksi barang untuk mereduksi emisi karbon, maka seluruh rantai pasoknya harus hijau atau rendah karbon. Ada inkonsistensi di sini,” kata Bhima kepada Betahita, Senin, 18 September 2023.
“Branding kawasan industri hijau namun masih menggunakan PLTU batu bara sebenarnya cukup membingungkan bagi konsumen produk akhir seperti mobil listrik hingga calon investor,” tambah Bhima.
KIHI ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional pada 2017, dengan rencana luas 30.000 hektare. Proyek ini digadang-gadang sebagai pusat sektor industri yang bermuara pada hilirisasi aneka barang tambang, termasuk pengolahan aluminium. Presiden Joko Widodo melakukan peletakan batu pertama (groundbreaking) pada 21 Desember 2021 di kawasan Tanah Kuning-Mangkupadi, Bulungan.
Menurut laporan tersebut, rencana pembangunan PLTU batu bara tersebut terlihat dalam analisis dampak lingkungan hidup atau ANDAL 2021 milik salah satu investor pengelola kawasan, PT Kawasan Industrial Park Indonesia (KIPI), anak perusahaan Adaro Energy Minerals milik Garibaldi Thohir. Garibaldi merupakan kakak kandung Menteri BUMN Erick Thohir.
CELIOS mencatat, ANDAL PT KIPI tahun 2021 dan adendumnya tahun 2022 mengindikasikan ketimpangan penerapan persentase pola zonasi industri KIHI lewat pembagian kawasan industri biru (blue zone) dan kawasan industri hijau (green zone).
Kawasan industri biru seluas 3.910 hektare mencakup berbagai industri dengan kebutuhan batu bara yang besar setiap tahunnya. Ini termasuk petrokimia yang membutuhkan 10,88 juta batu bara per tahun untuk kebutuhan listrik 4.740 GWh/tahun. Kemudian industri baja, yang membutuhkan 16,35 juta batu bara untuk cooking coal (metalurgi) dan 3,07 juta batu bara untuk coal injection, dengan kebutuhan listrik 3.980,64 GWh/tahun.
Sementara itu green zone mencakup industri aluminium dan industri lainnya dengan total luas 2.910,5 hektare. Aluminium memiliki kebutuhan listrik 3.456 GWh/tahun.
Peraturan Daerah terkait Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional (KIPI) Tanah Kuning-Mangkupadi (Perda KIPI) yang terbit pada 2023 juga memastikan keberadaan pembangkit batu bara dalam KIHI. Terdapat tiga klaster di dalam aturan ini, di mana klaster nomor dua termasuk industri produk batu bara, minyak bumi, dan bahan galian bukan logam, serta pembangunan PLTU seluas 2.981,37 hektare.
Plang pengumuman pembangunan kawasan industri oleh PT Kalimantan Industrial Park Indonesia di KIHI, Kalimantan Utara. Dok CELIOS
Bhima mengatakan bahwa di dalam ANDAL PT KIPI tercantum pembangkit listrik tenaga air (PLTA) sebagai pembangkit listrik utama, namun tidak ditegaskan apakah keberadaan PLTU batu bara hanya bersifat transisi, atau jangka panjang.
“Jika mengingat besaran kapasitas yang mencapai 1,1 Gw, tentu kehadiran PLTU tidak mungkin hanya berkisar 5-10 tahun, apalagi penegasan Joko Widodo sendiri yang menyatakan PLTA baru akan beroperasi pada 2030,” tulis laporan tersebut.
“Apakah investor ingin menutup PLTU batu bara ketika pembangkit energi terbarukan ini beroperasi? Jawabannya adalah sulit, karena biaya penutupannya mahal. Yang dikhawatirkan PLTU batu bara justru akan memainkan peran yang dominan dalam kawasan industri hijau,” terang Bhima.
CELIOS mencatat, saat ini KIHI memiliki luasan sekitar 16.400 hektare, dari total rencana 30.000 hektare, dan diproyeksikan akan memakan biaya kurang lebih sebesar Rp1.848 triliun. Sekitar 60.000 pekerja diproyeksikan terserap, baik dalam operasional kawasan dan fasilitas pendukung di dalamnya.
Kawasan ini nantinya akan diisi oleh beragam pabrik dari berbagai industri hilirisasi seperti smelter nikel dan aluminium, produksi baterai nikel, produksi panel surya, dan pengolahan petrokimia. Selain itu akan ada juga beberapa fasilitas penunjang seperti: bandara, pelabuhan, hotel, akomodasi karyawan dan beberapa pembangkit listrik, seperti PLTA, pembangkit listrik tenaga surya, dan PLTU batu bara.
Selain PT KIPI, dua investor pengelola lainnya adalah PT Kayan Patria Propertindo (KPP), perusahaan lokal terbesar di Kalimantan Utara milik Lauw konglomerat Juanda Lesmana. Rencananya PT KPP akan ditugaskan menyuplai listrik hijau ke industri yang berada di lahan kelolaannya di KIHI. Sumbernya dari PLTA Sungai Mentarang, yang berada di Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara.
Kemudian, PT Indonesia Strategis Industri (ISI) milik pengusaha Tjandra Limanjaya. Salah satu perusahaannya PT General Energy Bali (GEB), juga membangun PLTU Celukan Bawang, Bali. Sebagaimana PT KPP, PT ISI juga tertarik dalam mengisi pasokan listrik di KIHI, dengan PLTA yang mengambil daya dari Sungai Kayan.
Menurut catatan CELIOS, PT Adaro Energy merupakan salah satu penanam modal terbesar di KIHI, dengan total investasi US$ 1,5 triliun. Pada 21 Desember 2021, PT Adaro Energy Tbk. melalui PT Adaro Aluminium Indonesia menandatangani Letter of Intention to Invest sebesar US$728 juta untuk membangun smelter aluminium di KIHI, melalui anak perusahaannya PT Kalimantan Aluminium Industry (KAI).
Dengan nilai total investasi sebesar US$2 miliar atau sekitar Rp30,5 Triliun, smelter ini ditargetkan selesai pada akhir 2025. Proyeksinya dapat memproduksi 500.000 - 1.500.000 ton aluminium batangan per tahun.
Situasi pembangunan Kawasan Industri Hijau Indonesia (KIHI), Kalimantan Utara. Dok CELIOS
Selain itu anak perusahaannya yang lain, yaitu PT Kaltara Power Indonesia, siap membangun PLTU. Hal ini diungkapkan langsung oleh Adaro dalam pengumuman terkait besaran belanja modal tahun 2023.
“Dalam pernyataannya ke media, tahun 2022, Adaro mengumumkan akan mulai beralih ke sistem operasional yang lebih ramah lingkungan. Hal ini berbanding terbalik dengan jejak karbon melalui pembangunan PLTU yang giat mereka lakukan,” tulis laporan tersebut.
Sementara itu investasi asing yang tercatat per 2022 adalah PT Tshingshan dan PT Taikun dengan investasi sebesar US$ 57 miliar untuk pembangunan pabrik petrokimia; Tongkun Group dan Xinfengming Group dengan nilai investasi US$ 10 miliar untuk pembangunan pabrik petrokimia; kemudian PT CATL sebesar US$ 5,1 miliar untuk pembangunan pabrik baterai mobil listrik di Indonesia. Ketiganya dari Tiongkok.
Kemudian ada Hyundai Motor Company asal Korea Selatan, dengan nilai investasi yang tidak diketahui. Perusahaan ini nantinya akan membeli hasil produksi aluminium dari PT KAI.
Sementara itu pada Desember 2021 perusahaan asal Australia, Fortescue Futures Industries, diketahui meneken perjanjian kerja sama dengan Pemprov Kaltara untuk mengkaji kemungkinan membangun pabrik hidrogen dan amonia untuk pasar ekspor dan domestik.