LIPUTAN KHUSUS:
Ancam HAM Nelayan Kecil, PBHI - Ekomarin Intervensi PT GKP di MK
Penulis : Gilang Helindro
PBHI dan Ekomarin melihat kalau JR ini dibiarkan maka akan berdampak kepada pelanggaran HAM kepada nelayan kecil.
Hukum
Rabu, 20 September 2023
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Tim Advokasi Anti-Pertambangan di Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil Demi Kemanusiaan (Terpukau) menilai permohonan pengujian undang-undang (Judicial Review) yang diajukan PT GKP akan membuka eksploitasi pertambangan di pesisir dan pulau kecil. PT GKP dalam Perkara 35/PUU-XXI/2023 diketahui meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk membatalkan Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf k Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
“Padahal, ijin yang sama telah ditolak oleh Mahkamah Agung,” kata Annisa Azzahra dari PBHI, Selasa 19 September 2023.
Karena itu, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) dan Ekomarin melakukan intervensi dengan mengajukan Permohonan Pihak Terkait Tidak Langsung, dengan pertimbangan bahwa pertambangan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil berpotensi melanggar hak asasi manusia. Pengalaman PBHI dan Ekomarin membuktikan bahwa nelayan tradisional kehilangan hak atas ruang hidup yang layak, hak atas rasa aman, hak akses terhadap pangan, serta hak atas pekerjaan.
Menurut Annisa, aktivitas pertambangan yang dilakukan di wilayah pesisir dan pulau kecil membuat nelayan tradisional kehilangan ruang hidup dan hak asasinya yang telah diatur secara konstitusional melalui Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. “Nelayan kehilangan hak atas hidup yang layak, hak atas rasa aman, hak tas pangan, serta hak atas pekerjaan,” katanya.
Marthin Hadiwinata, Koordinator Nasional Ekomarin menyebut, Ekomarin melihat upaya JR ini akan berdampak kepada seluruh pulau kecil yang ada di Indonesia. "Karena mayoritas pulau di Indonesia berskala kecil di bawah 2.000 km2," ujarnya.
Marthin menjelaskan, menurut data di Perserikatan Bangsa-Bangsa yang disampaikan dalam pertemuan United Nation Group of Expert on Geographical Names (UNGEGN) tahun 2022, jumlah keseluruhan pulau di Indonesia hingga 2021 mencapai 17.504 pulau, dengan 13.466 di antaranya dikategorikan sebagai pulau kecil berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Di sana disebutkan bahwa “Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2 (dua ribu kilometer persegi) beserta kesatuan Ekosistemnya,” katanya.
Menurutnya, nelayan tradisional di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang dihadapkan pada eksploitasi berbasis pertambangan ditemukan memghadapi berbagai bentuk bukti pelanggaran hak asasi. Misalnya, kerusakan pulau menjadi tidak layak huni lagi, debu batu bara menimbulkan gangguan pernafasan, sungai dan wilayah pesisir pantai tercemar limbah pertambangan, hingga tidak lagi memiliki akses terhadap air bersih. “Bahkan, sumber makanan sehari-hari yang biasanya didapatkan ketika melaut seperti udang atau ikan sungai ikut hilang,” katanya.
Selain itu, menurut Marthin, nelayan tradisional dengan kapal kecilnya pun harus melaut lebih jauh dan lebih lama karena perairan di sekitar pulau sudah rusak dan terjadi kerusakan habitat, sehingga tidak ada lagi ikan atau hewan laut yang bisa dimanfaatkan sebagai lauk atau dijual untuk penghidupan mereka. Belum lagi penambangan di sana selalu berujung dengan bencana ekologis seperti banjir lumpur yang merendam rumah warga dan daerah sekitar pulau.
Ekomarin dan PBHI memiliki pendekatan hak asasi manusia kepada nelayan dan komunitas. "Kita melihat kalau JR ini dibiarkan maka akan berdampak kepada pelanggaran HAM kepada nelayan kecil dan tradisional yang telah memanfaatkan pulau kecil dan perairan di sekitarnya," ujarnya.
Marthin menegaskan, MK harus betul-betul mendudukkan perspektifnya dalam memeriksa Nomor 35/PUU-XXI/2023 bahwa pertimbangan hak asasi nelayan tradisional sebagai hak konstitusional di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil harus jadi basis, bukan kepentingan investasi dan bisnis. “Jangan sampai, ketika hak asasi dihadapkan pada kepentingan bisnis maka hak asasi yang digadaikan,” katanya.