LIPUTAN KHUSUS:
Hari Tani: YLBHI Desak Pemerintah Batalkan PSN
Penulis : Gilang Helindro
YLBHI dan LBH di seluruh Indonesia telah menangani 106 konflik agraria dan PSN, dengan luas wilayah yang konflik mencapai kurang lebih 800.000 hektare dan lebih dari satu juta rakyat menjadi korban.
Agraria
Senin, 25 September 2023
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mendesak pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan lembaga terkait untuk membatalkan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang terbukti rugikan rakyat hingga memicu praktik kekerasan dan pelanggaran HAM.
Muhammad Isnur, Ketua YLBHI menyebut dalam keterangan resminya, PSN dan pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) menimbulkan dampak ketidakadilan dan penindasan terhadap rakyat. Selain itu PSN juga telah memicu terjadinya kerusakan alam dan konflik-konflik. Dalam memenuhi ambisi proyek-proyek ini negara melakukan serangkaian tindakan represif dan penggunaan kekuatan yang berlebihan (excessive use of force) kepada warga yang mempertahankan tanah, air, dan ruang hidupnya melalui aparat negara yakni TNI dan Polri.
“YLBHI menemukan angka yang sangat tinggi di mana para petani, masyarakat adat, pembela hak asasi manusia, dan pejuang lingkungan mengalami kekerasan fisik, non-fisik, dan kriminalisasi," katanya Minggu, 24 September 2023.
Sejauh ini, kata Isnur, YLBHI dan LBH di seluruh Indonesia telah menangani 106 konflik agraria dan PSN. Adapun luas wilayah yang berkonflik mencapai kurang lebih 800.000 hektare dengan lebih dari satu juta rakyat menjadi korban.
YLBHI mengemukakan, sektor perkebunan mendominasi konflik, dengan 42 kasus, diikuti sektor pertambangan dengan 37 kasus dan konflik PSN 35 kasus. Tingginya konflik di sektor perkebunan disebabkan dua faktor, yakni warisan ketimpangan penguasaan lahan yang tidak pernah terselesaikan dan melibatkan dua aktor yang kuat; negara melalui perkebunan PTPN dan swasta yang memiliki Hak Guna Usaha (HGU) skala luas. "Sementara itu, sektor PSN yang baru muncul tujuh tahun terakhir menempati posisi ketiga karena negara beserta kekuatan represif tampil sebagai pemain utama dalam konflik," ungkanya.
YLBHI juga memetakan berbagai subjek pelaku dalam konflik-konflik tersebut. Setidaknya, perusahaan swasta terlibat dalam 100 konflik, pemerintah daerah terlibat dalam 74 konflik, dan Polri terlibat dalam 50 konflik.
"Dari segi perbuatan, tercatat sebanyak 134 tindak kekerasan dengan pola yang berbeda," bebernya.
Pola yang paling banyak terjadi yakni pola kekerasan baik dalam bentuk lisan seperti intimidasi dan kekerasan fisik berupa penganiayaan. Pola ini tercatat terjadi sebanyak 48 kasus; 40 intimidasi dan 8 kekerasan fisik. Selanjutnya pola pecah belah 43 kasus. Ketiga pola kriminalisasi 43 kasus.
"Dari 43 kasus kriminalisasi, terdapat 212 orang petani yang menjadi korban. Upaya kriminalisasi paling banyak menggunakan produk hukum Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan 29 kasus. Kemudian diikuti oleh UU Minerba dengan 7 kasus, UU 39 Tahun 2014 dengan 4 kasus. UU No 18 Tahun 2013 dengan 3 kasus. UU ITE 2 kasus dan UU Anti Marxisme-Leninisme dengan 1 kasus," katanya.
Kriminalisasi terbanyak dalam proyek PSN terjadi di Jawa Tengah (10 kasus) dan Padang (10 kasus). Di Jawa Tengah, 6 warga Dieng dikriminalisasi oleh PT Geo Dipa, sebuah perusahaan Geothermal yang sedang membangun proyek pembangkit listrik panas bumi di Dieng. Sedangkan 4 warga di Batang dikriminalisasi oleh PT BPI dalam penolakannya terhadap PLTU Pesisir Batang. Sedangkan di Padang, kriminalisasi dilakukan oleh PT Hitay Daya Energy dalam membungkam penolakan petani lereng Gunung Talang terhadap pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi. Ditambah dengan 6 orang petani Bidar Alam yang saat ini ditahan Polres Solok Selatan karena dituduh mencuri di tanah sendiri.
YLBHI menyebut, dilihat dari dasar hukum kriminalisasinya, hampir semuanya didasari oleh produk hukum KUHP. Pertama, pasal 362 yang memuat delik pidana “pencurian”. Kedua, Pasal 333 yang memuat delik pidana perampasan kemerdekaan orang lain. Ketiga, pasal 170 yang memuat delik pidana kekerasan terhadap orang atau barang. Keempat, pasal 154a yang memuat delik penodaan lambang negara. Kelima, pasal 406 yang mengatur delik pengrusakan properti orang lain. Dan terakhir, adalah pasal 27 UU ITE yang memuat delik pencemaran nama baik.
Berdasarkan situasi tersebut, maka pada Hari Tani Nasional 24 September 2023 ini, YLBHI dan 18 LBH Kantor mendesak Pemerintah dan DPR serta Kementerian dan Lembaga terkait untuk, pertama, membatalkan semua Proyek Strategis Nasional yang justru terbukti merugikan rakyat, memicu praktik kekerasan dan pelanggaran HAM oleh Negara melalui aparaturnya kepada rakyat di berbagai wilayah. Kedua, menghentikan perampasan tanah rakyat atas nama Hak Pengelolaan dan klaim tanah negara. Ketiga, menghentikan penggunaan pendekatan keamanan dan kekerasan dalam penyelesaian konflik SDA dan PSN. Keempat, menarik seluruh aparat keamanan dari wilayah konflik agraria dan PSN.
Kelima, mencabut UU Cipta Kerja beserta turunannya sebagai pemicu meningkatnya praktik perampasan tanah dan kekerasan negara terhadap rakyat. Keenam, menghentikan program – program nasional berkedok Reforma Agraria atau Reforma Agraria palsu. Ketujuh, menghentikan segala bentuk kriminalisasi terhadap seluruh pejuang agraria dan lingkungan hidup dan melepaskan tanpa syarat seluruh pejuang agraria dan LH dari tahanan dan jerat kriminalisasi.
Terakhir, Negara harus memastikan implementasi mandat konstitusi, khususnya Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.