LIPUTAN KHUSUS:

Cicilan Ganti Rugi Karhutla PT Kallista Alam Menuai Kritik


Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Perusahaan-perusahaan lainnya dalam kasus serupa akan mencontoh pola pencicilan ganti rugi yang dilakukan PT Kallista Alam.

Hukum

Selasa, 03 Oktober 2023

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Pembayaran ganti rugi materiil kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) secara mencicil oleh PT Kallista Alam  menuai kritik. Pengamat hukum menganggap pencicilan ganti rugi karhutla ini sebagai penghinaan terhadap putusan pengadilan, dan juga upaya negosiasi perusahaan agar asetnya tidak disita negara.

"Ini merupakan bentuk penghinaan terhadap putusan pengadilan," kata Roni Saputra, Direktur Penegakan Hukum Yayasan Auriga Nusantara, Senin (2/10/2023).

Roni mengatakan, PT Kallista Alam bukanlah subjek hukum orang perorangan, melainkan korporasi yang berbasis di Malaysia. Dengan kata lain, perusahaan tersebut memiliki modal yang cukup untuk membayar seluruh kerugian termasuk pemulihan terhadap lingkungan hidup.

Roni mengungkapkan, sejak putusan dinyatakan berkekuatan hukum tetap, PT Kallista telah melakukan berbagai perlawanan hukum, termasuk berkali-kali menghalang-halangi proses penghitungan oleh kantor jasa penilai publik (KJPP). Bahkan sejak putusan inkracht, kata Roni, PT Kallista masih mengambil buah tandan sawit dari areal yang dinyatakan disita oleh pengadilan.

Tampak dari ketinggian bekas kebakaran di lahan rawa gambut Tripa yang berada dalam areal izin PT Kallista Alam. Foto ini diambil pada 19 November 2013./Foto: Paul Hilton/RAN

Menurut Roni Saputra, negosiasi-negosiasi terkait kasus karhutla PT Kallista Alam itu mestinya sudah selesai di masa persidangan, bukan setelah adanya putusan pengadilan. Termasuk soal ketentuan pemulihan lahan terbakar.

Roni menjelaskan, sesuai putusan Pengadilan Negeri (PN) Meulaboh--sebelum pemekaran Kabupaten Nagan Raya, selain diganjar bayar ganti rugi materiil senilai Rp114.303.419.000, PT Kallista Alam juga dihukum untuk melakukan tindakan pemulihan lingkungan hidup terhadap lahan yang terbakar seluas kurang lebih 1000 hektare dengan biaya sebesar Rp251.765.250.000, sehingga lahan dapat difungsikan kembali sebagaimana mestinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Biaya pemulihan itu, kata Roni, dibayarkan kepada negara melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan digunakan untuk memulihkan lahan yang terbakar sebagaimana diputuskan oleh pengadilan.

"Persoalan lain muncul kalau PT Kallista tidak membayarkan biaya pemulihan, maka aset yang disebutkan oleh pengadilan untuk disita, harusnya diambil oleh Negara," jelas Roni.

Roni melanjutkan, meski akhirnya membayar dengan mencicil--setelah hampir 10 tahun sejak putusan berkekuatan hukum tetap, tapi yang wajib dibayarkan oleh PT Kallista Alam totalnya kini bukan hanya sebanyak Rp360 miliar (ganti rugi ditambah biaya pemulihan), melainkan ditambah membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp5 juta per hari atas keterlambatan dalam melaksanakan putusan dalam perkara ini.

"Dengan demikian KLHK jangan berbesar hati jika Kallista sudah membayar ganti rugi yang besarnya baru 50% dari kerugian materiil. Total dwangsom itu, kalau dihitung sejak putusan berkekuatan hukum tetap sampai sekarang nilainya sekitar Rp18 miliar. Dan hitungan dwangsom itu akan terus bertambah sampai tindakan pemulihan selesai dilakukan," ujarnya.

Lebih lanjut Roni menegaskan, yang dibayarkan oleh PT Kallista Alam adalah hanya senilai Rp57.151.709.500 dari total ganti rugi materiil Rp114 miliar, sedangkan biaya pemulihan sebesar Rp251 miliar sama sekali belum dibayarkan. Sehingga objek yang dinyatakan sebagai sita jaminan, sebagaimana putusan pengadilan, tetap sah dan penyitaannya harusnya tetap dilakukan oleh KLHK.

"Patut diduga pembayaran 50% ini kemudian dijadikan alat negosiasi oleh Kallista supaya asetnya tidak disita," ucap Roni.

Roni kemudian mempertanyakan keseriusan negara, dalam hal ini KLHK, sebagai penggugat. Sejak perkara berkekuatan hukum tetap, usaha yang dilakukan oleh KLHK dapat dipandang sebagai usaha yang tidak maksimal.

Faktanya, Roni mengungkapkan, PT Kallista Alam masih saja mengambil keuntungan dari lahan yang disita dengan memanen tandan sawit dan menjualnya, setidaknya sampai 2020. Padahal tindakan ini jelas-jelas telah melanggar ketentuan Pasal 227 KUHP. Lebih jauh lagi, tindakan PT Kallista Alam dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi.

"Sayangnya KLHK tidak melakukan serangkaian tindakan hukum, misalnya melaporkan ke kepolisian atau ke KPK. Selain itu, jika proses eksekusi mandek, KLHK bisa saja memberikan kuasa ke Kejaksaan (Jaksa Pengacara Negara) untuk melakukan penagihan atau melakukan pelelangan," kata Roni.

Roni menambahkan, pencicilan pembayaran ganti rugi materiil kasus karhutla PT Kallista Alam ini menjadi preseden buruk penegakan hukum kasus lingkungan hidup di Indonesia. Dengan lain perkataan, perusahaan-perusahaan nakal lain dalam kasus serupa akan mencontoh pola pencicilan ganti rugi yang dilakukan PT Kallista Alam.

Roni menyebut, negara harus memastikan hukum lingkungan hidup benar-benar ditenggakkan dan diterapkan. Ia berpendapat, harus ada produk hukum yang mengatur tentang pelaksanaan eksekusi atas putusan kasus lingkungan hidup yang memiliki dimensi yang berbeda dengan kasus-kasus umum lainnya.

Tenggat pelunasan Utang Kallista 18 November 2023

Sebelumnya, dalam keterangan resminya, Direktorat Jenderal (Ditjen) Penegakan Hukum (Gakkum) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) menyampaikan, PT Kallista Alam membayar ganti rugi materiil senilai Rp57.151.709.500. Nilai yang dibayarkan itu adalah pembayaran awal atau 50% dari nilai ganti rugi lingkungan keseluruhan sebesar Rp114.303.419.000. Pelunasan Pembayaran ganti rugi selanjutnya akan dilakukan pada 18 November 2023.

Pembayaran itu dilakukan PT Kallista Alam sebagai tindak lanjut Putusan Pengadilan Negeri Meulaboh No. 12/PDT.G/2012/ PN.MBO Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Banda Aceh No. 50/PDT/2014/PTBNA Jo. Putusan Mahkamah Agung No. 651 K/PDT/2015 Jo Putusan Mahkamah Agung No. 1 PK/Pdt/2017 yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).

Pembayaran ganti rugi materiil oleh PT Kallista Alam ini dilakukan setelah melalui serangkaian proses panjang di Pengadilan Negeri (PN) Meulaboh yang kemudian didelegasikan ke PN Suka Makmue mulai dari permohonan eksekusi, pemberian teguran (pelaksanaan penilaian asset oleh KJPP dan koordinasi intensif dengan Ketua PN Meulaboh maupun Ketua PN Suka Makmue.

Selain membayar ganti rugi lingkungan, PT Kallista Alam disebut juga menyanggupi untuk melakukan tindakan pemulihan lingkungan hidup secara mandiri terhadap lahan yang terbakar seluas kurang lebih 1.000 hektare.

Langkah pemulihan lingkungan itu dimulai dengan mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK pada 7 Agustus 2023, dan membayar uang paksa (dwangsom) setiap hari atas keterlambatan pelaksanaan tindakan pemulihan lingkungan yang penghitungannya didasarkan atas kebijakan dan arahan dari Ketua Pengadilan Meulaboh maupun Suka Makmue.

"Atas pembayaran ganti rugi lingkungan Karhutla PT KA sebesar 50% kami menyampaikan terima kasih. Kami meminta agar PT KA segera melunasi kewajiban pembayaran ganti rugi paling lambat 18 November 2023," kata Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, dalam keterangan tertulisnya.

Pembayaran ganti rugi yang telah disetor ke penerimaan Negara, Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan melalui Sistem Informasi PNBP Online (SIMPONI) dengan kode billing 820230831768782, tanggal billing 31 Agustus 2023 dan tanggal pembayaran 4 September 2023 merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) KLHK.

Rasio menyebut, komitmen pelaksanaan eksekusi putusan yang dilakukan PT Kallista Alam, haruslah menjadi contoh bagi perusahaan lain untuk segera melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Rasio mengingatkan, Gakkum KLHK akan terus mendorong proses eksekusi putusan yang menjadi kewenangan PN.

"Untuk mendukung percepatan eksekusi putusan gugatan karhutla yang sudah berkekuatan hukum tetap lainnya, kami saat ini sedang menyiapkan langkah-langkah untuk penyitaan aset tergugat," kata Rasio.

Jasmin Ragil Utomo, Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup sekaligus Kuasa Hukum Menteri LHK, mengatakan, KLHK akan mengawal proses pemulihan lingkungan hidup terhadap lahan bekas terbakar yang dilakukan secara mandiri oleh PT Kallista Alam dengan melibatkan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaten Nagan Raya

Jasmin menambahkan, pembayaran ganti rugi materiil oleh PT Kallista Alam, haruslah diikuti dengan tindakan pemulihan lingkungan hidup karena keterlambatan setiap hari pelaksanaan tindakan pemulihan lingkungan akan menambah uang paksa (dwangsom) yang harus dibayarkan oleh PT Kallista Alam.

"Untuk pemulihan lingkungan, PT KA (Kallista Alam) sudah mengajukan rencana pemulihan kepada Dirjen PPKL tanggal 7 agustus 2023 dan saat ini masih proses pembahasan," kata Jasmin, Senin (2/10/2023).

"Karena putusannya berupa tindakan pemulihan, maka dikedepankan lingkungan yang rusak telah pulih," ujarnya saat ditanya tentang apakah PT Kallista Alam masih perlu membayar biaya pemulihan lingkungan senilai Rp251 miliar.

"Pemulihan sesuai Pasal 54 UU 32/2009 dapat dilakukan dengan beberapa tahapan, salah satunya restorasi," kata Jasmin.

Soal lelang aset PT Kallista Alam yang ditetapkan sebagai objek sita jaminan, Jasmin mengatakan, proses lelang tersebut saat ini ditangguhkan. Namun apabila komitmennya untuk membayar kerugian lingkungan, uang paksa, dan tindakan pemulihan tidak dilaksanakan, maka proses lelang aset PT Kallista Alam akan tetap dilanjutkan.

"Appraisal (penilaian) aset PT KA telah dilakukan KJPP dan hasilnya telah diserahkan kepada Ketua PN Suka Makmue," ucap Jasimin.

Saat ini KLHK telah menggugat 22 perusahaan, di mana 14 perusahaan di antaranya telah berkekuatan hukum tetap dengan total nilai putusan sebesar Rp5,6 triliun.

Ragil menambahkan bahwa saat ini KLHK telah menggugat 22 perusahaan, di mana 14 perusahaan di antaranya telah berkekuatan hukum tetap dengan total nilai putusan sebesar Rp5.603.326.301.249 yang terdiri dari 7 perusahaan proses eksekusi sebesar Rp3.049.591.266.200 dan 7 perusahaan persiapan eksekusi sebesar Rp2.553.735.035.049.

Betahita sudah mencoba berupaya meminta keterangan dari pihak PN Suka Makmue mengenai proses penilaian aset PT Kallista Alam yang sebelumnya sedang dilakukan oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Mushofah Mono Igfirly dan Rekan yang ditunjuk. Namun Juru Bicara atau Humas PN Suka Makmue enggan memberikan jawaban atau keterangan mengenai hal yang ditanyakan.

"Sebelumnya perlu saya luruskan bahwa saya tidak bisa mengeluarkan statement tanpa seizin atau sepengetahuan ketua pengadilan. Apabila berkenan bapak bisa datang ke kantor," kata Bagus Erlangga, Juru Bicara PN Suka Makmue, Senin (2/10/2023).

"Sekali lagi saya mohon maaf mengenai informasi yang bapak minta pun saya belum update datanya karena saya tidak punya kewenangan/kepentingan di situ," ucapnya.

Untuk diketahui, proses penilaian aset PT Kallista Alam ini sebelumnya sulit dilaksanakan lantaran selalu mendapat penolakan dari pihak perusahaan. Salah satu alasan penolakan PT Kallista Alam adalah karena pihak penilai yang datang ke lokasi aset perusahaan tidak didampingi oleh Juru Sita dari PN Suka Makmue.

Kronologi Kasus Kallista Alam

  • 10 Maret 2008. Rawa Tripa yang berada dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN) untuk pelestarian lingkungan hidup.
  • 25 September 2010. PT Kallista Alam mengirim surat kepada BP2T yang isinya memuat UKL/UPL, izin lokasi dan izin prinsip untuk perkebunan Sawit di Rawa Tripa dengan luas 1.896 ha.
  • 27 Oktober 2010. Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T) mengirim Telaah Staf kepada Gubernur Aceh yang isinya menyatakan seluruh areal yang diajukan oleh PT Kallista Alam masuk ke dalam KEL.
  • 22 Maret 2011. Badan Pengelola Kawasan Ekosistem Leuser (BPKEL) mengirim surat ke BP2T perihal PT Kallista Alam telah melakukan pembersihan dan penanaman di Rawa Tripa.
  • 26 April 2011. Tim Polda Aceh Bersama dengan BPKEL melakukan pemeriksaan lapangan, dan ditemukan kegiatan land clearing lebih kurang seluas 350 hektare.
  • 18 Mei 2011. BPKEL membuat laporan dugaan pembukaan lahan tanpa izin ke Polda Aceh
  • 21 Mei 2011. Polda Aceh mulai melakukan penyelidikan dengan melakukan pemeriksaan atas laporan BPKEL.
  • 8 Agustus 2011. Polda Aceh menggelar Perkara, dan berkesimpulan tidak terpenuhi unsur tindak pidana yang dilaporkan oleh BPKEL.
  • 11 April 2012 dan 26 Juli 2012. Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan melaporkan terdapat titik panas (hotspot) yang mengindikasikan terjadinya kebakaran/dugaan pembakaran lahan di Rawa Tripa.
  • November 2012. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap PT Kallista Alam dengan register perkara Nomor 12/Pdt.G/2012/PN. Mbo.
  • 8 Januari 2014. Majelis Hakim memutus perkara Nomor 12/Pdt.G/2012/PN. Mbo dengan amar menyatakan PT Kallista Alam telah melakukan perbuatan melawan hukum dan dijatuhi kewajiban membayar ganti rugi sebesar Rp114.303.419.000,00, dan memulihkan lahan yang terbakar seluas 1.000 hektare dengan biaya sebesar Rp251.765.250.000,00 dan sah sita jaminan atas tanah, bangunan dan tanaman di Sertifikat Hak Guna Usaha No. 27 dengan luas 5.769 hektare.
  • 17 Januari 2014. PT Kallista mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Banda Aceh atas Putusan PN Meulaboh Nomor 12/Pdt.G/2012/PN. Mbo.
  • 5 Agustus 2014. Majelis Hakim Banding memutuskan perkara dengan putusan pada intinya menolak permohonan Banding.
  • September 2014. PT Kallista mengajukan Kasasi atas putusan PT Banda Aceh Nomor 50.PDT/2014/PT.BNA.28 Agustus 2015 Majelis Hakim Kasasi mengeluarkan keputusan yang pada intinya menolak permohonan kasasi.
  • 28 September 2016. PT Kallista Alam mengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung melalui Pengadilan Negeri Meulaboh.
  • 3 November 2016. KLHK mengajukan permohonan aanmaning kepada Ketua Pengadilan Negeri Meulaboh, yang pada intinya meminta pelaksanaan eksekusi putusan Kasasi Mahkamah Agung.
  • 8 November 2016. PN Meulaboh mengeluarkan surat Nomor: 12/Pen.Pdt.Eks/2016/PN-Mbo yang isinya penundaan eksekusi yang diajukan KLHK sampai turunnya putusan Peninjauan Kembali dari Mahkamah Agung karena pada 28 September 2016.
  • 8 Februari 2017. KLHK kembali mengajukan aanmaning kepada Ketua PN Meulaboh.
  • 18 April 2017. Majelis Hakim Peninjauan Kembali mengeluarkan Putusan Nomor 1 PK/Pdt/2017 yang pada intinya menolak permohonan peninjauan kembali.
  • 13 Juni 2017. Kuasa hukum PT Kallista Alam mengajukan permohonan perlindungan hukum kepada ketua pengadilan negeri meulaboh.
  • 22 Juni 2017. PT Kallista mengajukan gugatan ke PN Meulaboh dengan tergugat KLHK, Koperasi Bina Usaha Kita, BPN Provinsi Aceh, dan Dinas Penanaman Modal Aceh dengan Perkara No. 14/Pdt.G/2017/PN.Mbo.
  • 20 Juli 2017. Majelis Hakim PN Meulaboh mengeluarkan penetapan No. 1/Pen/Pdt/Eks/2017/PN.Mbo yang intinya mengabulkan permohonan perlindungan hukum, dan menunda pelaksanaan eksekusi terhadap putusan No. 12/Pdt.G/2012/PN.Mbo.
  • 26 Juli 2017. Sidang Perdana di Pengadilan Negeri Meulaboh yang menetapkan PT Kallista Alam mencabut gugatannya, dan pada tanggal yang sama PT Kallista mengajukan kembali gugatan dengan No. 16/Pdt.G/2017/PN.Mbo.
  • 12 April 2018. Majelis Hakim PN Meulaboh memutus perkara No. 16/Pdt.G/2017/PN.Mbo menyatakan Putusan No. 1 PK/PDT/2015 tidak mempunyai titel eksekutorial.
  • 4 Oktober 2018. Pengadilan Tinggi Banda Aceh membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Meulaboh No. 16/Pdt.G/2017/PN.Mbo.
  • 2 Januari 2019. Tengku Ilyas, Cs mengajukan gugatan perlawanan terhadap Putusan Putusan No. 1 PK/PDT/2015.
  • 22 Januari 2019. Pengadilan Negeri Meulaboh mengeluarkan Penetapan lelang lahan yang pelaksanaannya didelegasikan ke Ketua PN Suka Makmue.
  • 18 Februari 2019. Koperasi Bina Usaha Kita mengajukan gugatan terhadap Putusan Putusan No. 1 PK/PDT/2015.
  • 22 Juli 2019. PT Kalista Alam mengajukan perlawanan terhadap penetapan lelang yang dikeluarkan PN Meulaboh.
  • 23 Juli 2019. Sulaeman CS mengajukan gugatan perlawanan Putusan Putusan No. 1 PK/PDT/2015.
  • 26 November 2019. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Suka Makmue menolak seluruh gugatan yang diajukan oleh Tengku Ilyas, Cs, sekaligus mengeluarkan surat penetapan untuk eksekusi lahan PT Kallista Alam.
  • 3 Agustus 2023 dan 4 September 2023. PT Kallista Alam membayar 50 persen dari nilai ganti rugi materiil yang ditetapkan pengadilan.
  • 7 Agustus 2023. PT Kallista Alam mengajukan permohonan melakukan tindakan pemulihan lahan bekas terbakar di atas lahan seluas 1.000 hektare secara mandiri.