LIPUTAN KHUSUS:

Jakarta dan Tangerang Juara 2 Dunia Hari Tergerah Beruntun


Penulis : Kennial Laia

Riset Climate Central menunjukkan 9 dari 14 kota di Indonesia mengalami hari terpanas beruntun (heat streaks).

Perubahan Iklim

Senin, 13 November 2023

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Sejumlah kota di Indonesia tercatat mengalami hari panas beruntun selama 12 bulan terakhir. Dalam studi terbarunya yang dirilis pekan lalu, Climate Central menganalisis berbagai kota di dunia, termasuk 14 kota di Indonesia. Hasilnya 9 dari 14 kota tersebut mengalami hari terpanas beruntun (heat streaks). 

Jakarta dan Tangerang mengalami panas beruntun selama 17 hari, menjadikan kedua kota ini--bersama New Orleans, Amerika Serikat (AS)--berada di urutan kedua dalam daftar kota dunia dengan hari terpanas beruntun. Peringkat teratas diduduki Houston, AS, dengan 22 hari beruntun.

“Rekor 12 bulan ini persis seperti yang kita perkirakan dari iklim global yang dipicu oleh polusi karbon,” kata Wakil Presiden Bidang Sains di Climate Central, Andrew Pershing, pada Kamis, 9 November 2023. 

Menurut pantauan Climate Central, di Jakarta dan Tangerang, dalam setiap hari berturut-turut, Indeks Pergeseran Iklim atau Climate Shift Index (CSI) mencapai tingkat maksimum yaitu 5. Nilai itu menunjukkan bahwa perubahan iklim menyebabkan kemungkinan panas ekstrem setidaknya lima kali lipat lebih mungkin terjadi. Jakarta, bersama 27 kota besar dunia lain, mencatat angka 5. Sementara itu Dhaka, Bangladesh mencatat Indeks Pergeseran Iklim paling rendah yakni sebesar 2,1 dari 5. 

Kondisi Jakarta yang tampak berkabut asap akibat polusi udara. Foto: Trend Asia.

Indonesia dikatakan Climate Central merupakan salah satu negara Asia yang beriklim tropis yang turut mengalami kenaikan suhu dalam setahun terakhir. Berdasarkan perhitungan Indeks Pergeseran Iklim, Indonesia menempati urutan teratas di antara negara-negara G20 dengan angka rata-rata 2,4. Angka ini mengalahkan Arab Saudi (2,3) dan Meksiko (2,1).

Di 170 negara, suhu rata-rata 1,3 derajat Celcius selama rentang November 2022 - Oktober 2023 melebihi ukuran dalam 30 tahun terakhir. Sebanyak 7,8 miliar jiwa alias 99% umat manusia merasakan suhu di atas rata-rata. Hanya Islandia dan Lesotho yang mencatat suhu lebih dingin dari biasanya.

Analisis atribusi cuaca mengungkapkan bahwa selama rentang waktu tersebut, peluang 5,7 miliar orang terpapar oleh suhu di atas rata-rata paling tidak 30 hari setidaknya tiga kali lebih mungkin akibat pengaruh perubahan iklim, atau level tiga pada Indeks Pergeseran Iklim. 

Paparan tersebut mencakup hampir setiap penduduk Jepang, Indonesia, Filipina, Vietnam, Bangladesh, Iran, Mesir, Ethiopia, Nigeria, Italia, Prancis, Spanyol, Inggris, Brasil, Meksiko, serta Karibia dan setiap negara di Amerika Tengah. Selama rentang waktu ini, lebih dari 500 juta orang di 200 kota mengalami panas ekstrem, dibandingkan dengan suhu harian pada 30 tahun normal. 

“Rekor akan terus pecah pada tahun depan, terutama ketika El Niño yang semakin meningkat mulai terjadi dan memperlihatkan dampaknya akibat panas yang tidak biasa. Meskipun dampak iklim paling parah terjadi di negara-negara berkembang di khatulistiwa, menyaksikan gelombang panas ekstrim yang dipicu oleh perubahan iklim di AS, India, Jepang, dan Eropa, menggarisbawahi bahwa tidak ada seorang pun yang aman dari perubahan iklim,” kata Pershing. 

Dalam studi itu Central Climate juga mencatat, suhu global kembali mencatat rekor baru selama periode setahun riset, yakni November 2022 hingga Oktober 2023. Kenaikannya lebih dari 1,3 derajat Celcius. Kenaikan suhu tersebut juga menandai terjadinya periode terpanas sepanjang sejarah dalam satu tahun.

"Dengan kenaikan suhu global rata-rata mencapai 1,3 derajat Celcius, saya khawatir kenaikan suhu 1,5 derajat Celcius akan lebih cepat terjadi dari pada yang diperkirakan pada 2030," ucap Edvin Aldrian, peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sekaligus tim penulis laporan Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC). 

"Memang ada faktor-faktor alam seperti fenomena El Niño, atau posisi matahari yang mendekati Bumi, tetapi aktivitas manusialah yang paling banyak memengaruhi kenaikan suhu global ini," kata Edvin.