LIPUTAN KHUSUS:

Sosialisasi Minim Penangkapan Ikan Terukur Rugikan Nelayan Kecil


Penulis : Gilang Helindro

Tidak menutup kemungkinan investor dan pihak-pihak tertentu menguasai kuota tangkap, kata akademisi.

Kelautan

Kamis, 23 November 2023

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia menyoroti sosialisasi pelaksanaan Penangkapan Ikan Terukur (PIT). Felicia Nugroho, Manajer Riset DFW Indonesia mengatakan ada beberapa hambatan dan potensi masalah dalam penerapan kebijakan PIT.

Menurutnya, PIT membuat nelayan kecil harus bersaing dengan kapal besar dan perusahaan asing, ditambah ada beban membeli alat pendeteksi ikan dan gawai atau perangkat elektronik. “Penerapan PIT berpotensi mengakibatkan kerugian (nelayan kecil). Tidak sebanding dengan biaya operasional,” kata Felicia dalam konferensi pers, Rabu, 22 November 2023.

Dalam paparannya, Felicia menyebut ada enam rekomendasi dalam Expose Survei Persepsi Publik atas Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur yang dilakukan bersama Ocean Solutions Indonesia dan Universitas Teknologi Muhammadiyah Jakarta.

Pertama, perlunya sosialisasi pemerintah yang menyasar nelayan mengenai pelaksanaan aturan PIT, baik penerapan kuota, e-PIT, dan pemungutan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) pasca produksi. Kedua, memastikan kejelasan dalam penjelasan kebijakan yang diberikan petugas di lapangan untuk implementasi serta keadilan mengenai pembagian kuota tangkapan. Ketiga, penyederhanaan proses perizinan dan administrasi serta memberi kewenangan kepada Pelabuhan Perikanan Samudera di daerah untuk PIT. 

Nelayan mengumpulkan ikan tanjan hasil tangkapan di Desa Lombang, Juntinyuat, Indramayu, Jawa Barat, Senin (13/3/2023). Foto: Antara Foto/Dedhez Anggara/foc

Keempat, kesiapan petugas, anggaran dan infrastruktur serta pengawasan yang jujur dan transparan dalam timbangan di pelabuhan. Bahkan, “Sebagian besar responden melihat infrastruktur, fasilitas, sistem informasi e-PIT, dan anggaran belum siap,” kata Felicia.

Kelima, pemberian perlindungan kepada nelayan skala kecil dari kapal asing atau investor yang beraktivitas tangkap skala besar yang merugikan lingkungan. “Keenam, perlunya kebijakan, kesiapan dan kemungkinan penundaan pelaksanaan jika diperlukan,” kata Felicia.

Rekomendasi ini, kata Felicia, diharapkan dapat membantu pemerintah dalam memastikan efektivitas dan kesejahteraan nelayan melalui pelaksanaan PTI.

Suhana, akademisi dari Universitas Teknologi Muhammadiyah Jakarta menyebut, dalam kebijakan PIT ini banyak istilah dan hal baru yang perlu dijelaskan kepada nelayan. “Misal istilah zona 1, zona 2, zona 3, zona industri, zona nelayan, dan istilah lainnya. Ini bisa membahayakan nelayan,” kata Suhana.

Belum lagi persoalan diperbolehkannya pindah tangan kuota tangkap, seperti diatur permen KKP. “Jika hal ini tidak diketahui oleh masyarakat, tidak menutup kemungkinan investor dan pihak-pihak tertentu menguasai,” ungkap Suhana.