LIPUTAN KHUSUS:

163 Satwa Diselamatkan dari Penyelundupan di Surabaya


Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

163 satwa itu diamankan dari tiga kegiatan pengawasan lalu lintas satwa dan tumbuhan.

Biodiversitas

Rabu, 10 Januari 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Sebanyak 163 satwa berbagai jenis berhasil diselamatkan dari upaya penyelundupan di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Ke-163 satwa itu diamankan dari kegiatan pengawasan lalu lintas satwa dan tumbuhan pada 19 Desember 2023, 31 Desember 2023, dan 2 Januari 2024.

Dari tiga kegiatan itu berhasil disita satwa jenis labi-labi moncong babi (Carettochelys insculpta) 87 ekor, ular sanca hijau (Morelia viridis) 45 ekor, kakatua maluku (Cacatua moluccensis) 6 ekor, kadal panana (Tiliqua gigas) 8 ekor, junai emas (Caloenas nicobarica) 8 ekor, biawak maluku (Varanus indicus) 6 ekor, biawak timor (Varanus timorensis) 1 ekor, dan ular sanca air (Liasis sp) 2 ekor. Satwa-satwa liar ini kemudian dititipkan ke kandang transit Mata Wali, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jatim untuk proses rehabilitasi, pada Selasa (3/1/2024).

Satwa-satwa tersebut disita karena tidak dilengkapi dokumen hasil pengawasan pemasukan alat angkut di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya serta tanpa dilengkapi dokumen kesehatan karantina. Satwa-satwa ini diangkut di kapal Nggapulu dari Pelabuhan Makassar dan sandar di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.

"Untuk mengelabui petugas, burung-burung dikemas dalam paralon, ular sanca hijau dan biawak dikemas dalam botol air minum. Sungguh merupakan tindakan biadab yang mengabaikan kaidah dan etika kesejahteraan satwa," kata Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jatim, dalam keterangan resminya, Senin (8/1/2024) kemarin.

Diancam pidana maksimal 5 tahun dan denda Rp100 juta

Beberapa jenis burung disita dari upaya penyelundupan di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, oleh BBKSDA Jatim. Foto: BBKSDA Jatim.

BBKSDA Jatim menjelaskan, membawa satwa dilindungi tanpa dokumen karantina merupakan tindak pidana. Hal ini diatur dalam Pasal 88 huruf (a) dan huruf (c) UU Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan, dengan ancaman pidana 2 tahun penjara dan denda paling banyak Rp2 miliar. Selain itu, juga melanggar UU. Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam hayati dan ekosistemnya. Pelaku dapat diancam pidana paling lama 5 tahun dengan denda sebesar Rp100 juta.

Menurut BBKSDA Jatim, membawa satwa ilegal dapat membahayakan satwa, masyarakat, dan lingkungan. Satwa yang langka bisa terancam punah, sementara satwa dan masyarakat tempat tujuan berisiko tertular penyakit yang dibawa oleh satwa tersebut (zoonosis).

Satwa-satwa tersebut, kata BBKSDA Jatim, akan dikondisikan terlebih dahulu agar sehat dan siap untuk dilepasliarkan kembali ke habitatnya. Rehabilitasi satwa liar merupakan salah satu rangkaian kegiatan untuk mengembalikan kondisi fisik dan psikologis satwa liar agar dapat hidup normal di habitatnya.

"Kami mengimbau kepada masyarakat untuk tidak membeli atau memelihara satwa liar secara ilegal. Satwa liar harus dilindungi agar tidak terancam punah. Untuk itu kami berikan beberapa tips untuk mengurangi penyelundupan satwa ilegal," tulis BBKSDA Jatim.

BBKSDA Jatim mewanti-wanti agar jangan membeli satwa yang tidak dilengkapi dengan dokumen resmi, seperti dokumen karantina atau dokumen hasil penangkaran dan dokumen SATS-DN/ SATS-LN. Kemudian, segera melaporkan kepada pihak berwenang jika menemukan adanya penyelundupan satwa ilegal.

"Berikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kelestarian satwa. Dengan bersama-sama menjaga kelestarian satwa, kita dapat memastikan bahwa satwa-satwa di Indonesia dapat terus hidup dan berkembang biak. Salam konservasi, salam lestari," kata BBKSDA Jatim.