LIPUTAN KHUSUS:
Kematian Berulang para Petani Hutan Aceh
Penulis : Kennial Laia
Kepunahannya membawa kerugian ekologis dan merusak keseimbangan ekosistem.
Spesies
Rabu, 28 Februari 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Gajah sumatra kembali ditemukan mati di Kabupaten Pidie Jaya, Aceh. Berdasarkan keterangan dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, satwa endemik tersebut mati akibat tersengat listrik di sekitar kebun masyarakat yang dipagari kawat listrik.
Dalam daftar merah Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN), gajah sumatra (Elephas maximus sumatranus) berstatus Critically Endangered atau terancam punah.
Temuan gajah mati tersebut berlokasi di wilayah Panton Limeng, Desa Aki Neungoh, Bandar Baru, Pidie Jaya, pada Selasa, 20 Februari 2024. Gajah berkelamin jantan dan diperkirakan berumur 13 tahun. Saat ditemukan gadingnya masih lengkap.
"Terdapat kawat setrum yang terlilit pada kaki kanan depan dan sebagian terlilit di tubuh gajah. Terdapat gading dengan panjang 77 hingga 78 cm dengan diameter 17 hingga 27 cm," kata Alza dikutip Antara, Sabtu, 24 Februari 2024.
Pemeriksaan lebih lanjut oleh tim dokter hewan menunjukkan bahwa tubuh gajah telah mengalami pembusukan. Tidak ditemukan benda asing seperti racun pada organ pencernaan dan lambung gajah.
Kematian gajah sumatra terus berulang. Menurut Deputi Direktur Forest Wildlife Society, Wishnu Sukmantoro, saat ini hubungan gajah dengan masyarakat terkait dengan perebutan sumber daya dan area aktivitas.
Menurutnya, pada masa lampau hubungan manusia dengan gajah cukup erat. Satwa ini digunakan untuk perang, alat angkut, bahkan dihormati sebagai datuk. Namun hubungan ini telah lama renggang. “Saat ini gajah selalu dianggap sebagai hama atau sesuatu yang harus dipisahkan,” kata Wishnu, Senin, 26 Februari 2024.
Wishnu mengatakan, kehilangan populasi gajah secara langsung tidak berdampak pada manusia. “Namun pada skala ekologi, gajah punya fungsi sebagai stimulan suksesi hutan atau kawasan alami, dan fungsi edukasi serta ikon bagi provinsi atau daerah,” kata Wishnu.
Di kalangan konservasi, gajah sering dijuluki petani hutan karena perannya yang besar dalam menyeimbangkan ekosistem di alam liar. Gajah memiliki proporsi tubuh yang besar sehingga makannya banyak. Namun ini ternyata berguna untuk mengendalikan pertumbuhan populasi vegetasi, sehingga tetap berfungsi bagi satwa lainnya.
Karena daya jelajahnya yang jauh melewati hutan, gajah dengan tubuhnya yang besar membuka jalan bagi satwa lain. Saat berjalan, bibit tumbuhan melekat di kaki maupun kotorannya, lantaran gajah berjalan dengan menginjak semak-semak di sekitarnya.
Karena dia adalah hewan herbivora, gajah juga menyebarkan bibit tumbuhan melalui kotorannya. Satwa ini bisa membuang kotoran hingga 18 kali dalam sehari, sehingga berkontribusi menyediakan pupuk untuk menyuburkan tanah.
Ada biji-bijian tertentu yang hanya disebarkan sejumlah satwa. Riset mengungkap bahwa biji-bijian yang dimakan gajah dan terbuang lewat kotorannya ke tanah akan tumbuh lebih cepat.