LIPUTAN KHUSUS:
Tahanan Pertama di Ibu Kota Nusantara
Penulis : Kennial Laia
Sembilan petani Desa Pantai Lango ditahan polisi pada 24 Februari karena mempertahankan lahannya yang akan dijadikan Bandara IKN. Dibebaskan Jumat (1/3) malam, mereka menjadi tahanan pertama polisi di Ibu Kota baru.
SOROT
Senin, 04 Maret 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Empat hari setelah penangkapan sembilan petani di Desa Pantai Lango, Penajam, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, muncul spanduk yang menyatakan dukungan terhadap pembangunan Bandara VVIP IKN di area proyek bandara. Tulisan di spanduk itu berbunyi:
ALIANSI MASYARAKAT PANTAI LANGO
MENDUKUNG PEMBANGUNAN
IBU KOTA NUSANTARA
DAN
PEMBANGUNAN BANDARA VVIP IKN
Tidak ada yang mengetahui siapa yang memasangnya. Susah juga untuk percaya spanduk itu dibuat warga Pantai Lango, karena bahasanya terlalu taat KBBI versi VI untuk sebuah desa dengan satu SD, satu SMP, dan 13 anak mengalami stunting, berdasarkan data BPS Kecamatan Penajam 2021. Oh, ya, orang-orang diketahui cenderung menulis "ibukota", ketimbang "ibu kota" seperti di spanduk itu.
Sumber Betahita.ID juga mengungkapkan tak pernah mendengar nama organisasi itu di desa dengan penduduk sekitar 1700 jiwa tersebut. Ia baru mengetahui untuk pertama kalinya dari spanduk itu. Dia menduga, baliho itu dimaksudkan untuk mengadu domba masyarakat desa Pantai Lango.
“Memang sengaja diadu domba, agar orang-orang desa jadi bingung,” kata sumber yang mengetahui kondisi lapangan di desa tersebut pada Rabu, 29 Februari 2024.
Sebelumnya, pada Sabtu, 24 Februari, warga Desa Lango dikejutkan oleh ditangkapnya sembilan petani anggota Kelompok Petani Saloloang. Saat itu pukul 20.19 WITA, mereka sedang makan malam bersama di Toko Benuo Taka, sembari berkoordinasi mengenai aktivitas penggusuran sepihak kebun dan ladang mereka untuk pembangunan proyek Bandara VVIP Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
Di tengah diskusi, tujuh mobil milik Polda Kalimantan Timur (Kaltim) menghampiri toko tersebut. Sejumlah aparat kemudian menangkap para petani tersebut. Mereka adalah Anton Lewi, Kamaruddin, Ramli, Rommi Rante, Piter, Sufyanhadi, Muhammad Hamka, Daut, dan Abdul Sahdan.
Menurut Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim yang mengutip keterangan warga, aparat kepolisian melakukan penahanan tanpa menunjukkan surat tugas atau surat perintah penangkapan. Faktanya, dokumen tersebut baru diterima pihak keluarga satu hari kemudian, yakni Minggu malam, 25 Februari 2024.
Di surat itu baru diketahui alasan penangkapan tersebut. Para petani dituduh menahan alat berat proyek Bandara IKN dan membawa senjata tajam jenis mandau.
Di dalam surat penangkapan yang diterima Betahita.iD, dokumen tersebut langsung menjadikan salah satu petani sebagai tersangka. "Agak lucu memang. Bagaimana bisa langsung ditetapkan sebagai tersangka?" kata sumber tersebut.
Surat pemberitahuan penangkapan terhadap salah satu petani di Desa Pantai Lango, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, yang terjadi pada 24 Februari 2024. Dok Istimewa
Para petani dituduh menahan alat berat proyek Bandara IKN dan membawa senjata tajam jenis mandau.
Fatur Roziqin Fen, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kaltim, organisasi yang turut mendampingi masyarakat Pantai Lango, mengatakan penangkapan tersebut diduga terkait dengan upaya pembebasan lahan oleh Badan Bank Tanah untuk pembangunan bandara tersebut. Diketahui sembilan petani tersebut termasuk dalam kelompok warga yang menolak menyerahkan lahan kebunnya kepada Bank Tanah, selaku pihak yang ditunjuk pemerintah untuk mengelola lahan di daerah tersebut.
Pada Jumat (1/3) malam, para petani yang ditahan itu telah dibebaskan. "Alhamdulillah sdh bebas," demikian pesan WhatsApp yang masuk ke redaksi Betahita.ID menjelang tengah malam. Namun ada yang berubah pada mereka, meskipun selama di tahan tidak mendapat kekerasan fisik.
Saat keluar tahanan rambut kepala mereka lenyap. "Digunduli seperti penjahat," ujar sumber Betahita.ID. Informasi ini dikuatkan oleh foto yang juga diterima redaksi.
Meskipun telah dilepaskan, sembilan petani tersebut masih berstatus tersangka dan wajib lapor. Bersamaan dengan pelepasan petani tersebut, sumber Betahita.ID mengatakan para istri korban penangkapan "diarahkan" menyambut Presiden Joko "Jokowi" Widodo yang mengunjungi wilayah IKN pada 1 Maret 2024. Selain itu beredar pesan WhatsApp dari kelompok tertentu yang berisi bahwa konflik ini telah selesai.
"Bahasanya seakan sudah berdamai. Padahal belum selesai. Para petani masih wajib lapor," kata sumber tersebut. "Polisi main tangkap tanpa klarifikasi. Presiden pun main lepas tangan tanpa tahu cerita sesungguhnya," ujarnya.
Menurut penelusuran Betahita.ID, inilah korban pertama proyek IKN yang ditahan polisi. Namun, menurut Fatur, intimidasi di Pantai Lango dan desa lainnya yang berada dalam wilayah rencana pembangunan Bandara IKN telah berlangsung lama. Dia mengatakan, masyarakat setempat mengaku dipaksa menerima skema reforma agraria yang ditawarkan oleh Bank Tanah. Selain itu, aparat keamanan turut terlibat mendatangi rumah warga dari pintu ke pintu agar menerima skema tersebut.
“Masyarakat dipaksa untuk menerima skema reforma agraria – ini bahasa yang disampaikan kepada masyarakat. Aparat keamanan door to door ke masyarakat untuk menerima reforma agraria itu,” kata Fatur.
Menurut Fatur, apa yang disebut reforma agraria oleh Bank Tanah di sana tidak jelas, baik informasinya maupun mekanismenya. “Malah yang terjadi seperti tukar guling tanah,” kata Fatur.
Spanduk berisi dukungan terhadap pembangunan IKN dan Bandara IKN muncul tak lama setelah penangkapan sembilan petani di Desa Pantai Lango, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Dok Istimewa
Bertubi-tubi konflik lahan
Sumber Betahita mengatakan masyarakat Pantai Lango dan desa lainnya telah mengelola lahan di wilayah bakal bandara itu selama puluhan tahun atau turun-temurun.
Masyarakat Pantai Lango dan desa lainnya telah mengelola lahan di wilayah bakal bandara itu selama puluhan tahun atau turun-temurun.
Tidak hanya sekali pula masyarakat menghadapi konflik. Lahan mereka sebelumnya juga masuk dalam konsesi Hak Guna Usaha (HGU) milik perkebunan sawit PT Triteknik Kalimantan Abadi yang menguasai lebih dari 4.000 hektare. Pada 2019, setelah Badan Pertanahan Nasional mencabut HGU Triteknik, warga menuntut pemerintah mengembalikan lahan mereka seluas 1.800 hektare.
Namun upaya itu terjegal oleh proyek Presiden Joko Widodo yang memindahkan ibu kota negara ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Desa Pantai Lango, Jenebora, dan Gersik masuk dalam area rancangan untuk pembangunan Bandara VVIP IKN, yang menjadi infrastruktur pendukung IKN Nusantara.
Bank Tanah kemudian memasang patok di lahan-lahan ini tanpa melakukan sosialisasi kepada warga terlebih dahulu. Lalu belakangan ada janji pemberian lahan reforma agraria. Tak terima, warga pun melakukan penolakan.
“Jadi masyarakat menganggap ini adalah perampasan tanah mereka. Sebab, saat masuk di wilayah konsesi HGU saja, operasi perusahaan tidak memasuki tanah mereka,” kata sumber Betahita.
Pada Januari 2024, Menteri Perhubungan Budi Karya melalui rilis resmi menyatakan target uji coba Bandara IKN pada Juli 2024. Bandara berjarak 23 kilometer dari titik nol IKN dan 120 km dari Balikpapan dengan luas terminal 7.350 meter persegi. Sementara itu luas area bandara 347 hektare, yang di dalamnya terdapat kebun dan ladang masyarakat.
Berdasarkan dokumen Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Bank Tanah di Penajam Paser Utara yang diperoleh Betahita, area seluas 347 hektare tersebut dikuasai sebagian oleh masyarakat. Di antaranya lahan yang diklaim masyarakat dengan kategori penguasaan fisik masyarakat seluas 94,61 hektare. Kemudian, kategori tidak ada penguasaan fisik diklaim masyarakat seluas 159,09 hektare.
Peta penguasaan lahan di area Bandara IKN seluas 347 hektare di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Peta oleh tim data Betahita
Sumber Betahita mengatakan alat berat mulai memasuki lahan warga pada Juni 2023. Namun karena ada perlawanan dan larangan dari warga, kegiatan penggusuran berhenti. Aparat kemudian memasang spanduk dan baliho menjelang peletakan batu pertama (groundbreaking) yang diresmikan Jokowi pada 1 November 2023.
“Warga diintimidasi dan ditakuti-takuti. Mereka dilarang untuk beraktivitas di lahan mereka. Yang paling membuat masyarakat geram, mereka tidak pernah dilibatkan pada setiap proses sejak awal,” kata sumber tersebut. Dia menambahkan warga juga sempat dimintai fotokopi surat tanah kepemilikan dari pihak kelurahan tanpa keterangan.
Perlawanan warga berlanjut setelah groundbreaking. Di Pantai Lango, warga mendirikan serikat dan bergantian menjaga kebun. Mereka memasang “portal” yang menyerupai garis polisi dan tiang-tiang kayu, serta spanduk yang bertuliskan larangan aktivitas apapun tanpa seizin pemilik lahan, sebelum adanya pembebasan lahan atau pembayaran yang adil.
Respons Bank Tanah
Kepala Badan Bank Tanah, Parman Nataatmadja mengatakan, pihaknya telah melakukan sosialisasi kepada masyarakat terdapat proyek Bandara IKN dan jalan tol. Komunikasi dilakukan secara persuasif dan melibatkan seluruh unsur Forkopimda, termasuk Kepala daerah, Ketua DPRD, Kepala Kepolisian, Kepala Kejaksaan, dan komandan TNI sesuai tingkatan di daerah. Perangkat kelurahan dan kecamatan serta tokoh masyarakat juga terlibat.
“Badan Bank Tanah bersama Gugus Tugas Reforma Agraria, Kementerian ATR/BPN, serta Pemda, telah melakukan sosialisasi kepada masyarakat yang menjadi subjek Reforma Agraria, baik kepada yang terdampak proyek pembangunan Bandara VVIP IKN dan Jalan Tol Seksi 5B, maupun di luar proyek Bandara VVIP,” kata Parman.
Menurut Parman, masyarakat yang memiliki garapan di area tersebut akan direlokasi melalui program Reforma Agraria, berupa pengembalian lahan seluas 1.883 hektare. Selain itu juga masyarakat terdampak pembangunan Bandara VVIP IKN dan Jalan Tol Seksi 5B juga akan mendapat biaya ganti tanam tumbuh melalui Tim Terpadu yang telah dibentuk oleh Gubernur Kalimantan Timur.
“Saat ini telah dilakukan inventarisasi tanam tumbuh di atas lahan masyarakat dan proses pengumuman oleh tim terpadu,” kata Parman.
Korban kesekian Bank Tanah
Kepala Departemen Advokasi Kebijakan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Roni Septina Maulana mengatakan, pengadaan tanah melalui Bank Tanah pemerintah bersifat represif terhadap masyarakat. Tidak hanya di Pantai Lango, tetapi juga di wilayah lain di Indonesia.
“Bukan korban pertama. Sedikitnya KPA melakukan pemantauan terhadap operasi senyap Bank Tanah sudah terjadi perampasan di 21 lokasi. Untuk sementara luasnya sekitar 26 ribu hektare,” kata Roni.
Operasi senyap Bank Tanah sedikitnya sudah melakukan perampasan di 21 lokasi, dengan luas tanah sekitar 26 ribu hektare.
Roni mengatakan, seharusnya pengadaan tanah dilakukan oleh panitia pengadaan tanah yang diatur dalam Undang-Undang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Meski tidak ideal, setidaknya ada tiga konsultasi yang harus dilakukan oleh panitia pengadaan tanah, yakni terkait lokasi, bentuk ganti kerugian, dan jumlah ganti kerugian termasuk dampak atau manfaatnya bagi masyarakat lokal.
Sementara itu pembentukan Bank Tanah berdasarkan Undang-Undang Cipta Kerja, yang mengubah, merevisi, menghapus, atau menghapus sebagian regulasi yang sudah ada (eksisting). “Namun anehnya Bank Tanah yang tidak memiliki regulasi eksisting bisa dibentuk begitu saja melalui satu pasal. Bagi KPA legalitas pembentukannya itu ilegal. Parahnya, praktik pengadaan tanah oleh badan tersebut tumpang tindih dengan kewenangan Kementerian ATR/BPN,” kata Roni.
Akibatnya, pengadaan lahan melalui Bank Tanah ini tidak menyediakan mekanisme keberatan yang bisa ditempuh masyarakat terhadap pembangunan tersebut. “Kalau timbul masalah, seperti Bandara VVIP, masyarakat mengadu ke mana? Bisa saja Kementerian ATR/BPN bilang ini aset Bank Tanah. Begitu juga sebaliknya,” kata Roni.
Dijerat pasal karet ala petani
Direktur Penegakan Hukum Auriga Nusantara, Roni Saputra, mengatakan bahwa penangkapan sembilan petani tersebut merupakan kasus pertama selama masa pengembangan dan pembangunan IKN.
Menurutnya penangkapan yang tidak disertai surat tugas di Pantai Lango itu tidak sah. Berdasarkan Pasal 1 Angka 19 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), penangkapan tanpa surat hanya bisa dilakukan jika dalam kondisi tertangkap tangan dengan sejumlah syarat dan kondisi.
Demikian pula jika kepolisian baru menerbitkan surat penangkapan sehari kemudian, seperti dalam kasus di Desa Lango, maka tindakan penangkapan yang dilakukan sebelumnya tidak sah. “Ini dapat dikategorikan sebagai tindakan sewenang-wenang,” ujarnya.
Roni menilai tuduhan terhadap petani Pantai Lango juga sama dengan pola penangkapan atau kriminalisasi terhadap masyarakat kecil yang berjuang mempertahankan lahannya dari eksploitasi perusahaan maupun proyek pemerintah.
“Dari banyak kasus yang kita temui, biasanya tuduhan-tuduhan yang dialamatkan ke masyarakat ini, yaitu menghalang-halangi proyek, dan membawa senjata tajam. Pasal membawa senjata tajam ini memang menjadi pasal karet yang efektif untuk membungkam petani, nelayan, pekebun, dan masyarakat adat,” kata Roni.
Suasana saat groundbreaking bandara ikn pada 1 November 2023. Dok Istimewa
Padahal, kata Roni, membawa senjata tajam bisa saja karena pekerjaannya sebagai petani atau pekebun. “Petani tidak mungkin membawa pena, tetapi pasti membawa cangkul atau parang atau alat-alat tajam lainnya,” kata Roni.
"Pasal membawa senjata tajam ini memang menjadi pasal karet bagi petani. Petani tidak mungkin membawa pena, tetapi pasti membawa cangkul atau parang atau alat-alat tajam lainnya."
“Seharusnya pihak kepolisian melihat kasus-kasus seperti ini secara arif, apalagi polisi merupakan pengayom masyarakat. Pendekatan-pendekatan yang persuasif dapat dilakukan tanpa harus mengedepankan aturan-aturan yang ujung-ujungnya digunakan untuk merugikan masyarakat,” ujar Roni.
Menanggapi penangkapan yang diduga dilakukan secara sewenang-wenang tersebut, Jatam Kaltim sejak awal mendesak Polda Kaltim untuk membebaskan sembilan petani tersebut. Mereka juga meminta agar intimidasi terhadap warga di Desa Pantai Lango dihentikan. Ada empat point tuntutan Jatam Kaltim kepada pemerintah:
- Polda Kaltim segera membebaskan sembilan anggota Kelompok Tani Saloloang Pantai Lango yang saat ini ditahan,
- Hentikan seluruh bentuk kriminalisasi dan intimidasi bagi warga di tapak proyek pembangunan IKN yang mempertahankan ruang hidupnya,
- Segera menghentikan seluruh proyek pembangunan IKN dan fasilitas pendukungnya yang menyebabkan derit rakyat,
- Mendesak Kapolri mencopot Kapolda Kaltim, karena telah melakukan penangkapan secara sewenang-wenang terhadap sembilan anggota Kelompok Tani Saloloang. Sebagai catatan kepemimpinannya di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur selalu mengabaikan kepentingan dan keselamatan rakyat.