PT Mayawana Babat Hutan dan Gambut Kalbar, KLHK Bergeming

Penulis : Kennial Laia

Deforestasi

Senin, 18 Maret 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  PT Mayawana Persada, perusahaan hutan tanaman industri yang diduga terkait dengan Royal Golden Eagle (RGE), dilaporkan terus membabat hutan  dan membuka gambut di Kalimantan Barat. Menurut Koalisi Masyarakat Sipil, ekspansi ini menggusur lahan hingga ke perbatasan wilayah Desa Paoh Concong di Kecamatan Simpang Hulu, Kabupaten Ketapang.

Koalisi tersebut, yang terdiri atas sejumlah organisasi masyarakat sipil, mengkritisi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) selaku pemberi izin konsesi kepada PT Mayawana Persada. Kementerian di bawah Siti Nurbaya Bakar tersebut dinilai melakukan "pembiaran" dan "pelegalan" perusakan hutan yang dilakukan perusahaan tersebut. 

PT Mayawana Persada memiliki luas izin 136.710 hektare melalui SK.732/Menhut-II/2010. Berdasarkan pemetaan KLHK pada 2016, luas hutan dalam areal konsesinya mencapai 88.100 hektare. Pada tahun berikutnya, terungkap bahwa 89.410 hektare adalah habitat orang utan dan 83.060 hektare merupakan ekosistem gambut kaya karbon.

Berdasarkan pemantauan citra satelit oleh Koalisi Masyarakat Sipil, PT Mayawana Persada kini mulai membabat hutan yang terindikasi area gambut lindung ke daerah barat daya.  Apabila terus berlanjut, maka potensi pembukaan hutan akan terus meningkat hingga mencapai 6.268 hektare, dengan emisi yang dikeluarkan sebesar 344.740 metrik ton CO2, menurut Koalisi. 

PT Mayawana Persada diduga terus melakukan pembukaan lahan gambut serta hutan alam yang menjadi habitat orang utan di Kalimantan Barat. Dok Istimewa

Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Barat, Hendrikus Adam mengungkap bahwa izin konsesi PT Mayawana Persada sendiri berada dalam Kawasan Hidrologis Gambut Sungai Durian-Sungai Kualan yang memiliki indikatif fungsi lindung maupun fungsi budidaya gambut.

“Bahkan dari informasi yang diperoleh di lapangan beberapa waktu lalu, perusahaan terus melakukan ekspansi hingga di batas wilayah Desa Paoh Concong tanpa sepengetahuan dan sepersetujuan masyarakat di komunitas,” kata Adam melalui keterangan tertulis, Sabtu, 16 Maret 2024. 

Pj Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Kalimantan Barat (AMAN Kalbar), Tono mengungkapkan bahwa PT Mayawana Persada melakukan banyak pelanggaran HAM terhadap komunitas Masyarakat Adat Dayak Kualan dan Dayak Simpakng di Kecamatan Simpang Hulu dan Kecamatan Simpang Dua karena perampasan wilayah adat yang dilakukan hingga saat ini. 

“Hingga saat ini perampasan wilayah adat terus terjadi. Bahkan Tonah Colap Torun Pusaka yang merupakan kawasan lindung adat yang dijaga oleh Masyarakat Adat Dayak Kualan pun dibabat habis oleh perusahaan,” kata Tono.

“Apa yang dilakukan oleh PT Mayawana Persada tidak bisa ditoleransi lagi dan kami meminta kepada KLHK untuk mencabut izin perusahaan PT Mayawana Persada, baik izin beroperasi maupun izin produksi,” ujar Tono.

Pada laporan sebelumnya, PT Mayawana Persada diduga telah menebangi 14 ribu hektare hutan antara Januari dan Agustus 2023. Pada Oktober 2023, perusahaan ini menambah bukaan hutan seluas 2.567 hektare. Dus, perusahaan telah menebang hutan seluas 35 ribu hektare sejak 2016.  

Koalisi menyebut kegiatan usaha  PT Mayawana Persada melakukan sejumlah pelanggaran. Dalam temuannya, perusahaan disebut membuka lahan gambut lindung dan hutan alam habitat orang hutan. 

Perusahaan juga disebut melanggar batas garis sempadan sungai kecil tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan, yang ditentukan paling sedikit 50 meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai. 

Andi Muttaqien, Direktur Eksekutif Satya Bumi mengatakan bahwa ekspansi perkebunan kayu akasia dan eukaliptus tersebut telah merusak hutan alam, lahan gambut, dan habitat orang utan. 

“Ini harus dihentikan. KLHK harus bertanggung jawab atas deforestasi yang terjadi,” kata Andi.

Perusahaan juga melakukan penanaman di gambut lindung. Berdasarkan hasil pemantauan, terdapat sejumlah saluran kanal yang dibangun dan bersinggungan dengan anak sungai. 

“Melalui kanalisasi yang dilakukan perusahaan, pengeringan lahan menyebabkan gambut rusak dan ter-subsistensi hingga rentan mengalami kebakaran dan berbagai risiko lainnya yang mungkin terjadi,” kata Ketua Link-AR Borneo, Ahmad Syukri.  

Ahmad mengatakan: "Pelegalan dan pembiaran atas pembukaan hutan alam dan ekosistem gambut oleh PT Mayawana Persada bertentangan dengan target iklim pemerintah dalam FOLU Net Sink 2030. Sudah tepatkah langkah mitigasinya? PT Mayawana Persada harusnya diberikan sanksi berat,” kata Ahmad.