Gakkum Diminta Tindak Perambah Hutan Lindung Babahrot Aceh
Penulis : Gilang Helindro
Deforestasi
Jumat, 29 Maret 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh mendesak penegak hukum untuk menindak pelaku perambah hutan di Kecamatan Babahrot, Kabupaten Aceh Barat Daya. Deputi WALHI Aceh, Muhammad Nasir mengatakan, penindakan ini agar memberi efek jera pada pelaku perambah dan penebang hutan. Nasir meminta penegak hukum tidak hanya menangkap pelaku, tetapi juga harus mengusut hingga rantai pasok.
"Selain menangkap pelaku perambah hutan, kami minta penegak hukum untuk menangkap hingga pemilik modal atau cukongnya, termasuk mata rantai pasok kayu ilegal itu," kata Nasir, Rabu, 27 Maret 2024.
Nasir mengatakan, bila yang ditangkap hanya pelaku perambah, persoalan perambahan hutan tidak akan pernah selesai. Jaringan pembeli masih bebas berkeliaran dan tentu akan ada permintaan selanjutnya.
Nasir menilai pelaku perambah di lapangan mayoritas masyarakat kurang mampu. Mereka melakukannya hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarganya sehari-hari. Kendati demikian, pelaku perambah lapangan tetap harus ditindak. "Makanya kami menilai penting aparat hukum tegas, bila perlu proses hukum siapa pengguna kayu ilegal tersebut," ungkap Nasir.
Nasir menilai, perambahan hutan yang terjadi di Kecamatan Babahrot, tidak bisa diabaikan. Pasalnya setelah dilihat ke lokasi dan diamati dari citra satelit, lokasi perambahan hutan tersebut berada dalam kawasan hutan lindung yang seharusnya ekosistemnya terjaga.
"Tentu ini sudah masuk pidana, karena tidak boleh ada aktivitas apapun dalam kawasan hutan lindung tersebut,” Nasir menegaskan.
Sepanjang 2023, Provinsi Aceh kehilangan tutupan hutan seluas 8.906 hektare yang tersebar di berbagai kabupaten dan kota. Alih fungsi lahan menjadi hak guna usaha perkebunan, pembukaan ladang, hingga pembangunan infrastruktur menjadi pemicu.
Lukmanul Hakim, Manager Geographic Information System (GIS) Yayasan HAkA mengungkapkan, penurunan hutan 2023 sedikit lebih rendah dibandingkan 2022, yakni 9.384 hektare. Sejak 2015 hingga 2023 terjadi tren penurunan luas tutupan hutan yang berkurang.
Penurunan tutupan hutan terjadi di 19 kabupaten/kota, tetapi lima daerah dengan laju penurunan yang tinggi adalah Aceh Selatan 1.854 hektare, Kota Subulussalam 911 hektare, Aceh Utara 866 hektare, Aceh Timur 611 hektare, dan Aceh Barat 557 hektare.
Lukman menambahkan, menurunnya tutupan hutan dapat memicu bencana alam karena ekosistem tidak seimbang. Daya serap tanah terhadap air berkurang sehingga air hujan lebih cepat mengalir ke sungai dan menyebabkan banjir luapan. Pada 2023 Aceh dilanda 105 kali banjir luapan dengan kerugian Rp 18 miliar.
Lukman mengatakan, tutupan hutan yang rusak harus dipulihkan kembali agar hutan dapat menjalankan peran dan fungsinya secara optimal.