Deforestasi Tanah Papua: Dua Bulan Sudah 765 Ha

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Deforestasi

Jumat, 29 Maret 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Deforestasi atau kehilangan tutupan hutan alam di Tanah Papua, dalam periode Januari-Februari 2024, sudah mencatatkan angka 765,71 hektare. Menurut hitungan Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, deforestasi tersebut terjadi di sejumlah areal perkebunan sawit dan areal perizinan berusaha pemanfaatan hutan (PBPH) di sejumlah provinsi di Tanah Papua.

Direktur Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, Franky Samperante menjelaskan, angka deforestasi tersebut didapatkan melalui perhitungan  analisis citra satelit dari Planet Labs Mosaic dan Sentinel S2, yang mengidentifikasi perubahan penting dalam tutupan hutan.

"Hasil analisis kami menunjukkan peningkatan deforestasi pada kawasan hutan yang menjadi areal konsesi perusahaan kelapa sawit di daerah Kabupaten Sorong-Provinsi Papua Barat Daya, Kabupaten Teluk Bintuni-Provinsi Papua Barat, Kabupaten Jayapura-Provinsi Papua, dan areal konsesi hutan tanaman industri (HTI) di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan," kata Franky, Kamis (28/3/2024).

Franky merinci, angka deforestasi 765,71 hektare ini terjadi di areal perkebunan sawit PT Inti Kebun Sejahtera (IKSJ) seluas 226 hektare (setara emisi 149.491 ton CO2), PT Inti Kebun Sawit (IKS) seluas 420 hektare (setara emisi 277.816 ton CO2), PT Subur Karunia Raya (SKR) seluas 60,2 hektare (setara emisi 12.071 ton CO2), PT Permata Nusa Mandiri (PNM) seluas 50,4 hektare (setara emisi 33.532 ton CO2), dan areal PBPH Hutan Tanaman PT Selaras Inti Semesta (SIS) seluas 9,11 hektare (setara emisi 5.966 ton CO2).

Tampak dari ketinggian hutan alam yang dibabat di oleh PT IKS untuk perkebunan sawit di Kabupaten Sorong, Papua Barat./Foto: Pusaka

Frangky menerangkan, jejak deforestasi di PT IKSJ juga terekam terjadi di tahun-tahun sebelumnya, yakni pada 2021 seluas 136 hektare, 2022 kurang lebih 407 hektare, dan 2023 sekitar 339 hektare. PT IKSJ sendiri memiliki izin usaha perkebunan (IUP) seluas 38.300 hektare, terletak di Distrik Moi Sigin, Kabupaten Sorong.

Pada awal Januari 2024 lalu, lanjut Franky, Marga Klagilit Maburu dari Moi Sigin menemukan hutan dan dusun sagu mereka di Dusun Mageme digusur dan digunduli oleh bulldozer perusahaan PT IKSJ tanpa sepengetahuan dan persetujuan daru Marga Klagilit Maburu sebagai pemilik tanah.

"Perusahaan menanggapi keluhan warga bahwa mereka keliru melakukan penggusuran," katanya.

Begitu juga dengan di PT IKS, deforestasi di perkebunan sawit yang juga terletak di Distrik Moi Sigin, Kabupaten Sorong, ini juga terekam terjadi sejak 2021, yakni seluas 333 hektare, 2022 sebesar 1.345 hektare, dan pada 2023 sekitar 1.723 hektare. Total luas IUP PT IKS tercatat sebesar 37.000 hektare.

Franky bilang, berdasarkan laporan hasil evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit Provinsi Papua Barat (2021) diketahui perusahaan PT IKS merupakan salah satu perusahaan yang ditemukan telah melakukan pelanggaran yakni tidak mematuhi kewajiban dalam IUP, seperti pembangunan kebun masyarakat, penyelesaian perolehan hak atas tanah, SK Izin Lokasi melampaui batas waktu, terdapat kejanggalan dalam penerbitan IUP.

"Dan belum menyelesaikan proses pelepasan kawasan hutan untuk sisa areal IUP," ujar Franky.

Frangky mengungkapkan, PT IKSJ dan PT IKS diketahui merupakan anak perusahaan Ciliandry Anky Abadi (CAA) Group. Sejak 2020, PT IKSJ, PT IKS, dan satu perusahaan lainnya, yakni PT Inti Kebun Lestari, beralih kepemilikannya dari Kayu Lapis Indonesia Group menjadi milik CAA Group.

Franky mengatakan, pihaknya belum memiliki informasi yang memuat kebijakan perusahaan CAA Group maupun PT IKSJ dan PT IKS, tentang tanggung jawab usaha berkelanjutan. Namun pihaknya menemukan Lembaga Sertifikasi PT Mutu Hijau Indonesia memiliki klien sertifikasi ISPO atas nama PT IKSJ dengan nomor sertifikasi Nomor 0045/MHI-ISPO. Sedangkan untuk PT IKS, tidak.

Hasil tandan buah dari kebun sawit PT IKS, kata Frangky, terintegrasi dikirim ke pabrik minyak sawit PT IKSJ. Hasil minyak kelapa sawit PT IKSJ dikirim ke perusahaan pengguna, pengolah dan pedagang minyak kelapa sawit yakni Colgate - Palmolive, Ferrero, Johnson & Johnson, L ‘Oreal, Neste Oil, PepsiCo, Kellogg’s, Mondelez, Reckitt Benckiser, dan Procter & Gamble.

"Perusahaan pengguna minyak kelapa sawit diketahui memiliki kebijakan bisnis berkelanjutan dan menjadi anggota lembaga pasar yang mempunyai standar usaha berkelanjutan, seperti RSPO (Roundtable Sustainable Palm Oil)," ujarnya.

Selanjutnya, deforestasi di areal perkebunan sawit PT SKR, kata Franky, juga terjadi pada 2021 seluas 53 hektare, 2022 sekitar 235 hektare, dan 2023 seluas 820 hektare. Perkebunan sawit PT SKR ini terletak di Distrik Meyoda dan Moskono, Kabupaten Teluk Bintuni, dengan total luas IUP sekitar 38.770 hektare. PT SKR terindikasi merupakan anak usaha Indo Gunta Group dan di bawah kontrol Salim Group.

Franky menuturkan, Pusaka belum memiliki informasi memadai yang memuat kebijakan perusahaan PT SKR dan Indo Gunta Group tentang tanggung jawab usaha berkelanjutan. Pusaka juga belum menemukan Lembaga Sertifikasi ISPO yang memiliki klien atas nama PT SKR. Tapi diketahui PT SKR memiliki legalitas hasil hutan kayu dari PT Inti Multima Sertifikasi.

"Kami mendapatkan informasi dan laporan bahwa operasi perusahaan PT SKR melakukan penggundulan hutan dan hingga memasuki lahan gambut yang seharusnya dilindungi," kata Franky.

Hasil tandan buah dari kebun kelapa sawit PT SKR, imbuh Franky, diduga dikirim ke pabrik minyak kelapa sawit PT Medco Papua Hijau Selaras di Manokwari, Capitol Group, sebelumnya dimiliki oleh Medco Energy Group. Hasil minyak sawit PT MPHS dikirim ke perusahaan pengguna, pengolah dan pedagang minyak kelapa sawit yakni Johnson & Johnson, L ‘Oreal, PepsiCo, Colgate - Palmolive, Kellogg’s, Reckitt Benckiser (RB), Mondelez, Procter & Gamble, Unilever, Friesland Campina, General Mills, dan Hershey.

Deforestasi di areal perkebunan PT PNM di Distrik Unurumguay dan Nimbran, Kabupaten Jayapura, juga diketahui terjadi pada 2022 dan 2023, masing-masing seluas 188 hektare dan 94 hektare. Sama dengan PT SKR, PT PNM juga terindikasi sebagai anak usaha Indo Gunta Group dan di bawah kontrol Salim Group.

Menurut Franky, PT PNM yang memiliki luas IUP sekitar 16.182 hektare ini masih berkonflik dengan masyarakat adat Namblong yang ada di Lembah Grime Nawa, Kabupaten Jayapura, karena izin usaha dan operasi perusahaan dilakukan tanpa mendapatkan persetujuan yang luas dari masyarakat adat setempat. Pada 2022, Bupati Jayapura menerbitkan surat penghentian aktivitas perusahaan PT PNM di Distrik Unurum Guay, Kabupaten Jayapura, dan tidak memperpanjang Izin Lokasi PT PNM.

"Praktiknya PT PNM masih melakukan perluasan pengembangan kebun dan menggusur hutan adat setempat," tutur Franky.

Yang terakhir, PT SIS, diketahui merupakan anak usaha Medco Energi Group. Dengan luas areal PBPH Hutan Tanaman sekitar 169.410 hektare terletak di Kabupaten Merauke, Papua Selatan. Berdasarkan informasi verifikasi legalitas hasil hutan kayu, PT SIS diketahui menjadi pemasok bahan baku kayu kepada PT Surya Alaska Indonesia (Surabaya) selama periode September 2022 hingga September 2023.

Franky menyebutkan, dalam skema Result Based Payment (RBP) REDD+, Indonesia diganjar dengan pemberian insentif positif dari Green Climate Fund sebesar USD103,8 juta untuk kinerja pengurangan emisi GRK sektor FOLU periode 2014-2016 sebanyak 20,25 juta ton CO2 equivalen. Selain itu, Indonesia juga menerima Result Based Contribution (RBC) identik dengan RBP melalui kerjasama Indonesia-Norway Partnership sebesar USD156 juta untuk pengurangan emisi pada periode 2016-2019.

Insentif yang diterima pemerintah sebesar Rp4,077 triliun, belum berarti equivalen dengan nilai manfaat dan fungsi hutan yang hilang, kerugian dan penderitaan mental maupun fisik yang dialami masyarakat karena kehilangan hutan dan/atau beralih fungsi menjadi lahan bisnis usaha perkebunan kelapa sawit, pembalakan kayu, lahan tambang dan kebun kayu industri.

"Faktanya deforestasi dan perubahan tata guna lahan terus terjadi," ucap Franky.