La Nina Ancam Produktivitas Kebun Sawit
Penulis : Kennial Laia
Sawit
Minggu, 31 Maret 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Fenomena cuaca La Nina diprediksi akan melanda Indonesia pada pertengahan tahun ini. Peristiwa alami ini seringkali meningkatkan curah hujan, serta menyebabkan musim kemarau di Indonesia menjadi lebih basah. Di tengah perubahan iklim saat ini, La Nina menjadikan cuaca lebih ekstrem.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sebelumnya memprediksi fenomena La Nina dalam skala rendah, pada rentang waktu Juli-September 2024. Sementara itu El Nino akan segera menuju netral yakni pada Mei-Juli 2024.
Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung mengatakan bahwa La Nina berpengaruh terhadap penurunan produktivitas kebun dan aktivitas pekerja kebun sawit.
“Dampak La Nina yang langsung nyata adalah kepada aktivitas pekerja kebun. Mereka akan sangat terganggu, karena adanya hujan, banjir, dan jalan rusak akibat cuaca tersebut,” kata Gulat kepada Betahita.ID, Kamis, 28 Maret 2024.
“Sementara itu aspek produksi tidak akan langsung berpengaruh, tapi dampaknya akan terlihat satu tahun ke depan. Ini karena selama musim hujan esktrem, tanaman tidak akan mendapatkan penyinaran yang cukup selama sekian bulan. Ini berdampak pada produksi dan baru terlihat satu hingga 1,5 tahun kemudian,” ujarnya.
Jika dibandingkan, Gulat mengatakan musim kemarau yang disebabkan oleh El Nino memiliki dampak yang baik terhadap tanaman sawit. Ini karena sawit masuk dalam kelompok fisiologi tanaman C4 yakni membutuhkan intensitas cahaya dan panas yang lebih panjang untuk tumbuh maksimal.
Meskipun demikian, sawit petani saat ini telah mengalami penurunan produktivitas akibat kurangnya akses terhadap pupuk akibat mahalnya harga. Menurut Gulat, saat ini terjadi penurunan produksi tandan buah segar (TBS) sekitar 40-60% di kebun-kebun yang dikelola petani.
“Ini adalah dampak dari tidak adanya pemupukan atau hanya memupuk setengah dosis saja selama harga pupuk naik hingga 300% 1,5 tahun yang lalu,” kata Gulat.
“Dengan kondisi ini – menurunnya produksi sebagai dampak tidak memupuk 1,5 tahun lalu dan masuknya musim La Nina – maka akan semakin menurunlah aktivitas kebun terkhusus proses pemanenan TBS,” kata Gulat.
Gulat mengatakan, pemerintah harus memastikan harga TBS yang adil bagi petani sawit. Pasalnya, meskipun harga TBS naik rata-rata 20-30% per kilogram satu bulan terakhir, produksi sawit petani justru jatuh secara tonase, yang menyentuh di angka 40-60%.
Sebelumnya pemerintah menyatakan telah menyusun sejumlah langkah untuk mengantisipasi fenomena La Nina termasuk terjadinya hujan ekstrem. Menurut Kepala Biro Perencanaan, Kerjasama dan Humas (Bapanas) Budi Waryanto, salah satunya dengan menyesuaikan waktu tanam dan panen sesuai dengan prediksi BMKG.
“Kita sudah berpengalaman menghadapi La Nina pada tahun 2022 di mana pada saat kemarau tetap ada curah hujan. Jadi terkait produk hortikultura komoditas yang rawan terdampak La Nina kami dari Bapanas akan berkomunikasi dengan Kementan bagaimana menjadwalkan agar panennya tepat berdasarkan peta peta yang sudah di prediksi BMKG,” ujarnya pada Rabu, 27 Maret 2024, dikutip Kompas.com.