Luas Kebun Sawit Nasional Kini Hampir 1,5 Kali Pulau Jawa

Penulis : Kennial Laia

Sawit

Rabu, 03 April 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia. Sejak 2019, luas perkebunan kelapa sawit yang terdata oleh Kementerian Pertanian adalah 16,83 juta hektare. Namun kini data tersebut telah dimutakhirkan menjadi 17,3 juta hektare, hampir 1,5 kali luas Pulau Jawa. 

Menurut Kepala Badan Informasi dan Geospasial (BIG) Muh Aris Marfai mengatakan pihaknya melakukan pemutakhiran peta sawit nasional pada skala 1:50.000 pada 2023. 

“BIG melaporkan bahwa kami bersama dengan Kementerian Pertanian, sudah melakukan pengukuran luasan sawit di tahun 2019. Kami pun telah melaksanakan pemutakhiran peta tutupan kelapa sawit skala 1:50.000 di tahun 2023, dengan luas 17,3 juta hektare. Namun status ini belum terintegrasi dalam Kebijakan Satu Peta (KSP),” kata Aris dalam keterangan resmi, Selasa, 2 April 2024. 

Menurut Aris, kegiatan tersebut dilakukan dalam rangka meningkatkan kapasitas dan kapabilitas pekebun, penyelesaian status dan legalisasi lahan, pemanfaatan kelapa sawit sebagai energi baru terbarukan dan meningkatkan diplomasi untuk mencapai perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan, serta mempercepat tercapainya perkebunan kelapa sawit Indonesia yang berkelanjutan.

Ilustrasi Sawit Plasma. Foto: Yudi/Auriga

Dari luasan tersebut, perkebunan sawit rakyat yang dikelola pekebun atau petani tetap berada di angka 6,21 juta hektare atau 40,51%. Sisanya dikelola perusahaan. 

Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Andi Nur Alam Syah mengatakan, pemerintah terus melakukan pendataan terhadap petani sawit termasuk yang berada di dalam kawasan hutan. 

Menurutnya pendataan perkebunan rakyat dan penerbitan Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB) telah dilakukan di 16 provinsi sentra sawit selama periode 2019-2023. Hasilnya, telah terbit 44,953 STDB dengan luas 119,041 hektare. 

“Di sisi lain, sejak tahun 2019 telah dilakukan program peremajaan sawit rakyat seluas 190 ribu hektare,” kata Andi. 

Andi mengatakan, pemerintah terus berupaya untuk mempercepat peremajaan sawit rakyat (PSR). Pasalnya, sejak diterapkan pada 2019, luas rata-rata lahan sawit yang menjalani program ini hanya mencapai 50 ribu hektare per tahun. Hal ini jauh dari apa yang telah dicanangkan pemerintah yakni 180 ribu hektare per tahun. 

“Salah satu tantangan sawit rakyat adalah indikasi masuk dalam kawasan. Saat ini sedang berproses terkait percepatan peremajaan sawit rakyat, yakni pelepasan kawasan kebun rakyat untuk PSR,” kata Andi.

Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Hendroyono mengatakan saat ini terdapat 3,37 juta hektare sawit dalam kawasan hutan. Secara khusus, petani tidak akan dikenai sanksi denda maupun administratif seperti diatur dalam pasal 110a dan 110b Undang-Undang Cipta Kerja dengan beberapa kriteria. 

“Karena perkebunan sawit rakyat tidak punya izin, ada kriteria perseorangan yang kami berikan batasan. Jika rata-rata kebun tersebut seluas 5 hektare dan telah berada di dalam kawasan hutan selama lima tahun berturut-turut, sawit itu tidak dikenakan denda administrasi,” kata Bambang. 

Bambang mengatakan, KLHK juga akan menyediakan pemberian akses legal melalui beberapa solusi. Di antaranya program perhutanan sosial dan tanah objek reformasi agraria (TORA). 

“Kemudian ada perubahan peruntukan fungsi yang kami berikan peluang dikelola di kemudian hari. Jika eksisting sawit itu menuntut untuk dilanjutkan kami ada batasan kategori agar itu dilepaskan, ke depan akan mengarah ke sana,” kata Bambang. 

Andi mengatakan, selain indikasi masuk dalam kawasan hutan, sawit rakyat masih menghadapi tantangan lain, yakni rendahnya produktivitas di mana kebun petani hanya menghasilkan 3,8 juta ton per hektare setiap tahunnya. Kemudian akses petani untuk menjual tandan buah segar serta harga yang adil bagi petani. Percepatan basis data dan kolaborasi dengan pemerintah daerah juga diperlukan untuk memastikan pendataan dan legalitas kebun sawit ini. 

“Database menjadi jawaban untuk penyelesaian gangguan usaha dan konflik,” ujar Andi.