Investigasi: Belum Menanam, Kocek Mayawana Diduga Menebal Rp52 M

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

SOROT

Senin, 20 Mei 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Hutan alam seluas sekitar 33 ribu hektare atau setara 45 persen luas Singapura, di dalam areal Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBHP) Hutan Tanaman (HT) PT Mayawana Persada, di Kalimantan Barat (Kalbar), hilang dalam tiga tahun (2021-2023). Demikian ditulis dalam laporan Pembalak Anonim yang diterbitkan sejumlah kelompok masyarakat sipil, 18 Maret 2024 lalu.

Diketahui, Mayawana adalah perusahaan kebun kayu. Perusahaan ini akan menanam akasia dan eukaliptus untuk industri bubur kayu. Namun karena lahannya berupa hutan perawan, Mayawana harus melakukan land clearing lebih dulu. Dari pembukaan lahan ini mereka mendapat beragam jenis kayu.

Beragam jenis kayu alam bernilai ekonomis ini dipanen oleh perusahaan itu, kemudian dijual ke beberapa perusahaan di beberapa daerah di Indonesia. Tak menutup kemungkinan kayu-kayu itu bahkan juga berlayar ke luar negeri, diekspor.

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan melalui data Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri (RPPBI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Betahita menemukan beberapa nama perusahaan penerima kayu bulat alam dari land clearing (LC) penyiapan lahan penanaman hutan tanaman industri (HTI) atau kebun kayu PT Mayawana Persada.

Tampak dari ketinggian kondisi areal konsesi PT Mayawana Persada yang sudah terbuka dan tumpukan-tumpukan kayu bulat besar di banyak titik. Sumber: Auriga Nusantara.

Perusahaan-perusahaan tersebut yakni PT Putra Kalimantan Sukses yang berlokasi di Kalimantan Barat, PT Asia Forestama Raya di Riau, PT Wijaya Triutama Plywood Industri di Kalimantan Selatan, PT Basirih Industrial di Kalimantan Selatan, dan PT Indonesia Fibreboard Industry di Sumatera Selatan.

Berikut rincian volume dan jenis kayu bulat alam yang diterima perusahaan-perusahaan tersebut dari PT Mayawana Persada:

  1. PT Putra Kalimantan Sukses pada 2021-2023 tercatat menerima kayu dari PT Mayawana Persada sejumlah 7.623,65 m3. Dengan rincian pada 2021 sebesar 2.449,80 m3 terdiri dari kayu bulat besar kelompok kayu jenis meranti 97,35 m3, kayu bulat besar kelompok jenis kayu rimba campuran 114,60 m3, dan kayu bulat kecil 2.237,85 m3.
    Kemudian pada 2022, menerima sebesar 2.658,22 m3 terdiri dari kayu bulat besar kelompok kayu jenis meranti 617,31 m3, kayu bulat besar kelompok jenis kayu rimba campuran 1.306,01 m3, dan kayu bulat kecil 734,90 m3. Lalu pada 2023 sebesar 2.515,63 m3 seluruhnya berjenis kayu bulat kecil.
  2. PT Asia Forestama Raya pada 2022-2023 menerima total 24.232,4 m3. Secara rinci, pada 2022 sebesar 10.808,66 m3 terdiri dari kayu bulat besar kelompok kayu jenis meranti 5.444,98 m3, dan kayu bulat besar kelompok jenis kayu rimba campuran 5.363,68 m3.
    Lalu pada 2023 sebesar 13.423,74 m3, terdiri dari kayu bulat besar kelompok kayu jenis meranti 8.879,87 m3, kayu bulat besar kelompok jenis kayu rimba campuran 4.543,87 m3.
  3. PT Wijaya Triutama Plywood Industri menerima 3.269,94 m3 pada 2022, terdiri dari kayu bulat besar kelompok kayu jenis meranti 1.479,78 m3, dan kayu bulat besar kelompok jenis kayu rimba campuran 1.790,16 m3.
  4. PT Basirih Industrial menerima sebanyak 13.594,90 m3 pada 2022. Terdiri dari kayu bulat besar kelompok kayu jenis meranti 3.594,52 m3, kayu bulat besar kelompok jenis kayu rimba campuran 9.984,11 m3, dan kayu bulat besar kelompok jenis kayu indah/mewah 16,27 m3.
  5. PT Indonesia Fibreboard Industry Tbk, pada 2022 menerima sebesar 34.821,84 m3 semua dalam bentuk kayu bulat kecil. Pada 2023, perusahaan ini berencana menerima kayu sebanyak 35.250 m3 dari PT Mayawana, namun realisasinya hingga Desember 2023 0 m3.

Sementara itu, PT Harjon Timber di Kalimantan Barat, dalam rencana pemenuhan bahan bakunya, pada 2022, tercatat menerima kayu sebesar 469 m3 dari PT Mayawana Persada. Namun hingga Desember di tahun yang sama, realisasinya masih 0 m3. Begitu juga di 2023, perusahaan ini merencanakan menerima kayu dari PT Mayawana Persada sebesar 70.000 m3, tapi realisasinya 0 m3.

Rupiah Mayawana dari panen kayu alam

Dilihat dari peta interaktif SIGAP KLHK, jenis tutupan hutan pada areal PBHP PT Mayawana Persada sebagian besar merupakan hutan rawa. Lebih lanjut, berdasarkan laporan Pembalak Anonim, di areal hutan rawa (gambut) inilah sebagian besar deforestasi di areal PT Mayawana Persada terjadi pada 2021-2023. Lebih jauh disebutkan, dari 33.070 hektare deforestasi di konsesi perusahaan tersebut, sekitar 21.859 hektare di antaranya terjadi di lahan gambut.

Menurut dokumen Neraca Sumber Daya Hutan (NSDH) Tahun 2023 yang diterbitkan KLHK, potensi kayu pada hutan rawa primer untuk wilayah Kalimantan Barat sebesar 182,91 m3 per hektarenya, sedangkan hutan rawa sekunder sebesar 115,83 m3 per hektare. Dengan demikian, dengan hitungan kasar menggunakan potensi kayu terendah (115,83 m3 per hektare), maka potensi kayu yang ditebang di atas lahan seluas 21.859 hektare itu mencapai sekitar 2.531.927,97 m3.

Sementara, nilai moneter kayu di Kalimantan, masih menurut dokumen NSDH Tahun 2023, senilai Rp480 ribu per meter kubik (m3), untuk semua jenis kayu diameter di atas 20 cm. Diameter di atas 20 cm tersebut, tentu saja mencakup kayu bulat besar (diameter 30 cm ke atas). 

Namun, KLHK secara khusus menetapkan nilai patokan harga kayu berdasarkan jenisnya, yang diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.64/Menlhk/Setjen/KUM.1/12/2017 tentang Penetapan Harga Patokan hasil Hutan untuk Perhitungan Provisi Sumber Daya Hutan dan Ganti Rugi Tegakan.

Untuk kayu yang berasal dari wilayah Kalimantan dan Kepulauan Maluku, harga patokan kayu bulat besar kelompok kayu jenis meranti (komersil satu) senilai Rp810.000 per m3, kayu bulat besar kelompok jenis kayu rimba campuran (komersil dua) senilai Rp500.000 per m3, kayu bulat besar kelompok jenis kayu indah dua (tanpa batasan diameter) senilai Rp1.550.000 per m3, dan kayu bulat kecil seharga Rp310.000 per m3.

Tumpukan kayu bulat besar yang dipanen PT Mayawana Persada dari penebangan hutan alam di dalam konsesinya. Sumber: Auriga Nusantara.

Lalu berapa rupiah kayu-kayu alam yang dijual PT Mayawana Persada, hasil dari pembukaan lahannya ke perusahaan-perusahaan tersebut di atas?

Total kayu bulat besar kelompok jenis kayu meranti yang dijual ke sejumlah perusahaan itu totalnya sekitar 20.113,81 m3, yang bila dirupiahkan (sesuai harga patokan) senilai Rp16.292.186.100. Untuk kayu bulat besar kelompok jenis kayu rimba campuran total volumenya kurang lebih 23.102,43 m3, dengan nilai sebesar Rp11.551.215.000.

Kemudian untuk kayu bulat besar kelompok jenis kayu indah sebanyak 16,27 m3. Bila dirupiahkan nilainya sekitar Rp25.218.500. Sedangkan untuk kayu bulat kecil totalnya sebanyak 39.575,32 m3, dengan nilai Rp12.268.349.200.

Bila dijumlahkan seluruhnya, rupiah yang didapat PT Mayawana dari penjualan kayu-kayu alam yang ditebang dalam dalam konsesinya ini nilainya mencapai Rp52.405.318.000.

Meski begitu, PT Mayawana Persada diwajibkan membayar penerimaan negara bukan pajak (PNBP) berupa provisi sumber daya hutan (PSDH) dan dana reboisasi (DR) dari tiap m3 kayu yang dipanen kepada negara. Namun besarannya jauh lebih kecil dibanding harga patokan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2014, tarif PSDH yang dikenakan untuk per m3 kayu bulat besar yang berasal dari wilayah Kalimantan, untuk seluruh kelompok jenis kayu, besarannya 10 persen kali harga patokan. Sedangkan tarif DR per m3 kayu bulat besar yang berasal dari wilayah Kalimantan, untuk kelompok jenis kayu meranti sebesar USD16,50, kelompok jenis kayu rimba campuran sebesar USD13,50, kayu indah dua USD18, dan kayu bulat kecil USD4.

Perkiraan PSDH dan DR yang harus dibayar PT Mayawana Persada:

  • PSDH
    Kayu bulat besar jenis kayu meranti = Rp1.629.218.610
    Kayu bulat besar jenis kayu rimba campuran = Rp1.155.121.500
    Kayu bulat besar jenis kayu indah dua = Rp2.521.850
    kayu bulat kecil = Rp1.226.834.920
  • DR
    Kayu bulat besar jenis kayu meranti = USD331.877,865
    Kayu bulat besar jenis kayu rimba campuran = USD311.882,805
    Kayu bulat besar jenis kayu indah dua = USD292,86
    kayu bulat kecil = USD158.301,28

Kayu alam Mayawana merantau ke luar negeri?

Kayu-kayu alam hasil dari penebangan hutan alam PT Mayawana Persada ini berpeluang besar merantau hingga ke negeri lain. Sebab beberapa nama perusahaan penampung kayu PT Mayawana, yakni PT Asia Forestama Raya, PT Wijaya Triutama Plywood Industri, PT Basirih Industrial, dan PT Indonesia Fibreboard Industry, juga tercatat sebagai eksportir, menurut data Sistem Informasi Legalitas dan Kelestarian (SILK) KLHK.

PT Asia Forestama Raya misalnya, pada 2022 dan 2023, tercatat mengekspor berbagai jenis kayu, seperti meranti merah muda (Shorea palembanica), meranti putih (Shorea virescens), keruing (Dipterocarpus sp.) dan beberapa jenis kayu lainnya, ke berbagai negara yakni Taiwan, Singapura, Amerika Serikat, dan Thailand. 

  • Pada 2022, volume kayu yang diekspor itu sebanyak 3.002,39 m3 atau 1.700.781 kg. Dari ekspor kayu PT Asia Forestama Raya mendapatkan sekitar USD1.494.644,93 atau sekitar Rp23.675.175.738,72 (kurs USD1 = Rp15.840).
  • Pada 2023, kayu yang diekspor sebesar 871,70 m3 atau 522.715,67 kg. Nilai kayu yang didapat dari ekspor kayu itu sekitar USD463.886,99 atau sekitar Rp7.347.969.988,13.

Lalu, PT Wijaya Triutama Plywood Industri, pada 2022 dan 2023, juga tercatat mengekspor berbagai jenis kayu, di antaranya meranti daun lebar (Shorea sp.), keruing (Dipterocarpus sp.), dan bintangur (Calophyllum sp.). Dengan banyak negara tujuan, seperti India, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Thailand, Amerika Serikat, Hongkong, Inggris, China dan Malaysia.

  • Pada 2022, total volume kayu yang perusahaan ini ekspor sebesar 69.824,34 m3 atau dengan berat bersih 41.431.731 kg. Kayu-kayu tersebut bernilai sekitar USD57.018.324,35 atau Rp903.170.257.704.
  • Pada 2023, total volume kayu yang diekspor mencapai 50.200,12 m3 atau 29.666.240,52 kg. Kayu-kayu ini bernilai sekitar USD26.558.407,95 atau kira-kira Rp420.685.181.928.

Kemudian, PT Basirih Industrial pada 2022 dan 2023 juga diketahui mengekspor berbagai jenis kayu seperti meranti (Shorea sp.), mersawa (Anisoptera marginata), keruing (Dipterocarpus sp.), sengon (Paraserianthes falcataria) dan lain sebagainya, ke sejumlah negara di antaranya Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Amerika Serikat, Inggris, Singapura, Belgia, India, Jerman, Hongkong, Belanda, China, Perancis, Swedia dan Kanada.

  • Pada 2022 perusahaan ini mengekspor kayu sebanyak 35.694,86 m3 atau seberat 20.205.549 kg. Nilai kayu-kayu ini mencapai USD35.735.582,15 atau Rp566.051.621.256.
  • Pada 2023, volume kayu yang diekspor sebesar 26.191,27 m3 atau 14.611.540,28 kg. Duit yang didapat dari ekspor kayu tersebut sekitar USD14.475.489,73 atau Rp229.291.757.323,20.

Terakhir, PT Indonesia Fibreboard Industry pada 2022 dan 2023 juga tercatat mengekspor beberapa jenis kayu seperti pulai (Alstonia sp.), medang (Actinodaphne sp.), mahang (Macaranga sp.), manggis hutan (Garcinia mangostana), karet (Hevea brasiliensis) dan lain sebagainya. Kayu-kayu itu dikirim ke Korea Selatan, Jepang, Singapura, Taiwan, Lebanon, Amerika Serikat, Malaysia, Mesir, Vietnam, China, Arab Saudi, Afrika Selatan dan sejumlah negara lainnya.

  • Pada 2022, total volume kayu yang diekspor sekitar 83.555,53 m3 atau seberat 66.304.311,09 kg. Nilai kayu-kayu ini mencapai USD39.897.251,41 atau Rp631.972.462.334,40.
  • Pada 2023, kayu yang diekspor perusahaan ini sekitar 186.649,57 m3 atau sekitar 142.511.132,7 kg. Harga kayu-kayu itu totalnya sekitar USD50.311.852,35 atau Rp796.939.741.224.

Hingga saat ini, Mayawana belum menanggapi permintaan Betahita untuk memperoleh penjelasan mengenai berbagai temuan riset dan lapangan tentang perusahaan tersebut. Namun pada 18 Maret 2024 lalu, PT Mayawana Persada diketahui menyampaikan sebuah surat yang ditujukan kepada Environmental Paper Network (EPN)--salah satu organisasi masyarakat sipil yang terlibat dalam publikasi laporan berjudul Pembalak Anonim, yang membahas aktivitas deforestasi dan kepemilikan PT Mayawana Persada yang misterius. 

Dalam surat itu PT Mayawana Persada mengklaim seluruh kegiatan operasionalnya sejalan dengan Rencana Kerja Umum (RKU) dan Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang telah disetujui oleh KLHK. Perusahaan itu juga menyebut telah menerapkan praktik-praktik pengelolaan hutan lestari seperti yang direkomendasikan oleh konsultan independen terkemuka terkait aspek lingkungan, kawasan konservasi flora dan fauna, dan studi sosial. 

Untuk penilaian kepatuhan, PT Mayawana Persada secara teratur mendapatkan hasil penilaian kepatuhan yang baik untuk penilaian kinerja Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) yang dilakukan oleh Lembaga Penilai Independen (LPI).

"PT Mayawana Persada menjual kepada pembeli berdasarkan persyaratan komersial yang telah disepakati," tulis surat yang ditandatangani Fathrah Dikusumah sebagai Direktur PT Mayawana Persada.