7 Usulan Gadis Plastik Gresik ke Konferensi Antiplastik Ottawa

Penulis : Gilang Helindro

Sampah

Sabtu, 20 April 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Aeshnina Azzahra Aqilani, Koordinator River Warrior Indonesia mengatakan, Konferensi United Nation for Environmental Programme (UNEP), Intergovernmental Negotiating Committee keempat (INC 4) di Ottawa, Kanada, pekan depan membahas draf Global Plastic Treaty atau kesepakatan global untuk mengatasi krisis plastik. Tujuannya untuk mengakhiri polusi plastik.

Aeshnina akan mewakili kelompok muda Indonesia dalam konferensi yang akan berlangsung dari 23-29 April 2024 tersebut .

“Kesepakatan global dalam mengatasi krisis plastik ini melibatkan pemerintah, akademisi, sektor swasta, dan LSM untuk menanggulangi krisis pencemaran akibat sampah plastik,” kata Aeshnina, Jum’at, 19 April 2024.

Aeshnina mengatakan, ada sejumlah usulan untuk mengakhiri polusi plastik di seluruh siklus hidup plastik. Pertama, dengan memprioritaskan pengurangan produksi plastik, dimulai dengan plastik yang dapat dihindari dan berbahaya berdasarkan pendekatan kriteria penggunaan esensial. 

Orasi Aeshnina Azzahra Aqilani di forum internasional, Plastic Health Summit 2021 di Amsterdam, Belanda. Dok: Istimewa/Aeshnina.

“Kedua, dengan mengakhiri impor sampah plastik ke Asia Tenggara dan kolonialisme sampah,” ungkap Aeshnina.

Ketiga, meningkatkan transparansi, ketertelusuran, pelabelan, dan keselarasan pengungkapan bahan kimia dalam plastik serta pelaporan polusi melalui daftar pelepasan dan perpindahan polutan.

Yang keempat, lanjutnya, meningkatkan infrastruktur penggunaan kembali dan isi ulang yang memenuhi kriteria desain minimum global termasuk standar pengemasan bebas racun. “Perlu mekanisme pengumpulan dan distribusi ulang yang aman, serta target penggunaan kembali yang mengikat,” kata Aeshnina.

"Perlu pula menghilangkan racun sepanjang siklus hidup plastik berdasarkan kelompok kimia, termasuk polimer, bahan tambahan kimia, baik zat yang ditambahkan secara sengaja maupun tidak disengaja (NIAS), dan mikroplastik," kata dia.

Poin berikutnya, kata Aeshnina, menolak teknologi yang tidak mengatasi akar penyebab polusi plastik dan malah memperburuk dampak terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Misalnya daur ulang bahan kimia, insinerasi, limbah menjadi energi, bahan bakar turunan sampah (RDF), dan teknologi sejenisnya. Harus juga dicegah regrettable substitutes atau peralihan dari satu zat berbahaya ke zat berbahaya lainnya seperti plastik berbahan dasar bio, biodegradable, dan kompos yang terbukti mengandung bahan kimia beracun dan hanya mengalihkan perhatian dari pengurangan produksi plastik.

Aeshnina mengungkapkan, pemerintah perlu mewajibkan akuntabilitas pelaku pencemar dan produsen melalui standar global untuk Extended Producer Responsibility (EPR) atau Tanggung Jawab Tambahan bagi Produsen dan mekanisme The Polluter Pays Principle atau prinsip pencemar membayar.

Langkah lainnya, kata dia, adalah perlunya memberikan peran sentral terhadap hak asasi manusia dan keadilan sosial bagi semua orang yang terkena dampak polusi plastik. “Termasuk pekerja di seluruh siklus hidup plastik, terutama pemulung, masyarakat adat, dan komunitas negara berkembang, melalui Transisi yang Adil,” ungkap Aeshnina. “Terakhir memperkuat penelitian dan pemantauan dampak plastik terhadap kesehatan manusia dan lingkungan, dengan tujuan restorasi, kompensasi, dan remediasi.”