Buih Laut Kini Mengandung Senyawa Kimia Abadi

Penulis : Kennial Laia

Lingkungan

Selasa, 23 April 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Gelombang laut yang menerjang pantai-pantai dunia mengeluarkan lebih banyak senyawa kimiawi abadi (PFAS) ke udara dibandingkan dengan polusi industri di dunia, menurut temuan penelitian baru. Hal ini meningkatkan kekhawatiran mengenai pencemaran lingkungan dan paparan terhadap manusia di sepanjang garis pantai.

Studi tersebut mengukur tingkat zat perfluoroalkil dan polifluoroalkil atau PFAS yang dilepaskan dari buih atau gelembung yang pecah saat gelombang menerjang, dan menyemprotkan aerosol ke udara. Ditemukan bahwa tingkat semprotan air di laut ratusan ribu kali lebih tinggi daripada tingkat di dalam air.

Semprotan yang terkontaminasi kemungkinan besar mempengaruhi air tanah, air permukaan, tumbuh-tumbuhan, dan produk pertanian di dekat garis pantai yang jauh dari sumber industri PFAS, kata Ian Cousins, peneliti Stockholm University dan penulis utama studi tersebut.

“Ada bukti bahwa laut dapat menjadi sumber penting [emisi udara PFAS],” kata Cousins, Senin, 22 April 2024. “Ini jelas berdampak pada garis pantai.”

Mikroplastik dalam berbagai ukuran. Foto: oceanbites

PFAS adalah kelompok yang terdiri dari 15.000 bahan kimia yang digunakan di berbagai industri untuk membuat produk tahan terhadap air, noda, dan panas. Meskipun senyawa ini sangat efektif, senyawa ini juga dikaitkan dengan kanker, penyakit ginjal, cacat lahir, penurunan kekebalan tubuh, masalah hati, dan sejumlah penyakit serius lainnya.

Bahan kimia ini dijuluki “bahan kimia abadi” karena tidak terurai secara alami dan sangat mudah berpindah ketika berada di lingkungan, sehingga terus berpindah melalui tanah, air, dan udara. PFAS telah terdeteksi di seluruh penjuru dunia, mulai dari telur penguin di Antartika hingga beruang kutub di Arktik.

Para peneliti di Stockholm beberapa tahun lalu menemukan bahwa PFAS dari hempasan gelombang laut dilepaskan ke udara di sekitar garis pantai, kemudian dapat menempuh jarak ribuan kilometer melalui atmosfer sebelum bahan kimia tersebut kembali ke daratan.

Penelitian baru ini mengamati tingkat semprotan air laut saat gelombang menghantam dengan menguji sampel laut antara Southampton di Inggris dan Chili. Tingkat bahan kimia secara umum lebih tinggi di belahan bumi utara karena negara tersebut lebih maju dan tidak banyak terjadi pencampuran air di wilayah khatulistiwa, kata Cousins.

Tidak jelas apa arti temuan ini bagi paparan manusia. Menghirup PFAS merupakan suatu masalah, namun berapa banyak bahan kimia yang terhirup, dan konsentrasi udara yang jauh dari gelombang, masih belum diketahui.

Penelitian non-peer-review sebelumnya telah menemukan korelasi antara tingkat PFAS yang lebih tinggi dalam sampel vegetasi dan kedekatannya dengan laut, kata Cousin, dan timnya sedang melakukan penelitian serupa.

Menurut Cousins, hasil penelitian tersebut menunjukkan bagaimana bahan kimia tersebut merupakan surfaktan kuat yang terkonsentrasi di permukaan air, yang membantu menjelaskan mengapa bahan kimia tersebut berpindah dari laut ke udara dan atmosfer.

“Kami mengira PFAS akan pergi ke laut dan menghilang, namun mereka berputar dan kembali ke darat, dan hal ini dapat berlanjut dalam jangka waktu yang lama di masa depan,” katanya.